Karena anak, dakwah gak jalan? Karena dakwah, anak gak keurus? Mungkin kita pernah menjumpai penyakit yang sering kali diidap sosok ibu yang juga bergelar ‘hamilatud dakwah’ ini. Bukan satu, tapi banyak.
.
Anak menjadi tameng untuk bermalas-malasan dalam gerak dakwahnya. Atau, dakwah dijadikan alasan untuk terlalu sibuk mengurus objek dakwah di luar sana namun umat terkecil di keluarganya terabaikan haknya. Nastaghfirullahal’adzim.
.
Menjadi seorang ibu adalah nikmat dari Allah. Ibu, tidak hanya mengurus anak kandungnya. Namun, ibu sekaligus hamilatud dakwah juga harus mengurus anak orang lain (umat). Meriayah keduanya (anak kandung dan riayahan) hingga benar-benar siap jadi generasi kuat, tentunya butuh sosok ibu yang hebat.
.
/ Kenapa Harus Bahagia ? /
.
Mendapatkan anak kandung dan ‘anak riayahan’ dakwah merupakan anugrah. Sayangnya, banyak yang tidak menyadari hal ini. Seolah-olah, semakin banyak anak kandung dan anak riayahan hanyalah menambah beban. Jadi, ujian. Bahkan, musibah. Sehingga, mereka tidak bahagia dalam menjalaninya.
.
Padahal, Allah telah menjelaskan masalah manusia itu akan terus ada, sebagai ujian baginya. Semua manusia pasti punya masalah. Hanya saja, tergantung manusia tersebut dalam menghadapi setiap masalah yang menimpanya. Apakah memilih bersabar dan bertakwa? Atau malah, putus asa dari rahmatNya? hingga berniat resign dari dakwah! Tsumma nau’dzubillah.
.
Kalau kita selalu mengafirmasi ke dalam otak bahwa anak-anak kita jadi penghambat. Banyak kekurangannya. Selalu menyusahkan. Hanya menambah beban pikiran. Alhasil, meriayah mereka setengah-setengah. Ala kadarnya. Stress tidak berkesudah. Akhirnya, hanya akan menghasilkan generasi lemah yang bermasalah.
.
Anak yang bermasalah adalah hasil dari kesalahan pengasuhan orang tuanya. Misalnya contoh kasus, seorang anak yang pandai berbohong. Ini adalah hasil dari ibu stress, yang doyan memarahinya bahkan memakinya. Daripada kena marah, mending bohong saja.
.
Ibu Dini mengingatkan, ciri-ciri ibu stress adalah ibu yang di luar rumah nampak ramah, baik, cantik, rapi lagi sedap dipandang. Namun, di rumah; kumel, cemberut, cuek ke suami dan anak juga doyan marah-marah.
.
/ Rumus Bahagia /
.
Bahagia itu mudah, kalau kita faham rumusnya. Bahagianya orang beriman, tidak ada kaitannya dengan materi. Jumlah gaji suami, rumah mewah atau popularitas sebagai ustadzah kondang yang dikenal di mana-mana.
Bahagia juga tidak ada hubungannya dengan orang lain. Misal, coba kalau suami selalu pengertian, romantis, kaya raya dan mau menenami kemana pun kita mau pergi. Coba kalau anak kita gak pernah berulah, pasti kita bahagia ya. Coba kalau objek dakwah kita gampang diatur, pasti dakwah jadi mudah. Bagaimana pun keadaannya, ibu hebat haruslah berbahagia. Tanpa bergantung pada kondisi orang lain.
.
Untuk bahagia, banyak rumusnya. Butuh keterampilan khusus, yang dipraktekkan secara terus menerus. Ibu Dini menyebutkan 3 keterampilan, yang beliau sebut 3S. Senyum, syukur dan sukses.
1. Senyum. Selain merupakan shadaqah, ia juga menyehatkan dan menjadi solusi. Dengan tersenyum, beban berat akan terasa ringan bahkan dalam pikiran tidak ada lagi anggapan bahwa anak dan amanah adalah ‘beban’.
2. Syukur. Bu Dini memaparkan, bahwa orang yang bersyukur adalah orang yang PANDAI menemukan kelebihan dan berupaya untuk terus melejitkannya. Fokuskan pada kelebihan diri, pasangan, keluarga, anak dan objek dakwah agar kita bahagia dengan selalu mensyukuri nikmat yang tak terhitung dari-Nya.
3. Sukses. Allah menegaskan orang yang sukses adalah orang yang kehidupan di dunia baik dan di akhiratnya akan mendapat balasannya jauh lebih baik. Dan, orang itu adalah orang-orang yang beramal salih. Makna sukses bukan terletak pada hasil, melainkan prosesnya. Proses mensalihkan setiap amal perbuatan yang akan dipertanggung jawabkan kelak.
Rumus bahagia hanya akan jadi kumpulan teori, seandai tanpa praktek nyata. Namun, apa yang akan dipraktekkan bila tanpa memiliki teorinya. Memasak saja butuh ilmu, apalagi mengasuh anak? Yuk, bahagia menjadi ibu sekaligus hamba Allah yang mulia. Bukankah dakwah, aktifitas para nabi tercinta?
Wallahu a’lam bishowab.