Lifestyle (gaya hidup) adalah suatu hal yang menunjukkan bagaimana orang hidup, bekerja, pola tingkah lakunya, minat dan bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu.
Gaya hidup juga mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan halal, bila kita perluas ruang lingkup halal dalam arti hal yang dibolehkan dan sah menurut hukum Islam maka, halal tak cuma menyangkut makanan dan minuman melainkan juga melampaui bahkan merefleksikan semua aspek dalam kehidupan kita.
Dengan mengonsumsi produk halal, membuat kita selalu dalam keadaan sadar dan bijaksana karena bebas alkohol, sehat, bersih (higienis). Jadi esensinya halal bukan sekadar dibolehkan atau sah menurut hukum Islam tetapi pada saat yang bersamaan juga halal mengandung arti bahwa apa pun yang kita lakukan atau kita makan harus barang yang murni, bersih secara higienis, menyehatkan, baik (wholesome) atau tayyib dan dapat dibenarkan secara moral.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa halal sebagai gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan atau aktivitas yang halal, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya untuk makan, minum dan kesenangan lainnya secara halal dan bagaimana mengalokasikan waktu juga secara halal.
Halal lifestyle atau disebut juga dengan “gaya hidup halal”, saat ini tengah menjadi tren global. Banyak negara-negara di berbagai belahan dunia tengah berupaya menerapkan sistem halal lifestyle dalam kehidupan sehari-hari.
Ada fenomena menarik, ternyata yang berupaya menerapkan halal lifestyle tidak hanya dari kalangan negara Muslim saja yang konon selama ini kita tuding memiliki jargon halal lifestyle. Tetapi negara-negara yang berpenduduk mayoritas non Muslim juga tengah berupaya keras ingin menerapkan halal lifestyle dalam kehidupan mereka.
Lantas ada faktor apa gerangan yang menjadikan halal lifestyle saat ini menjadi begitu diminati dan bahkan digemari oleh banyak kalangan? Sederhananya, karena sesuatu yang halal sudah pasti baik, bersih, higienis dan sehat tentunya. Kemudian jika kita mengonsumsi sesuatu yang halal, dapat dipastikan akan berakibat pada hal yang baik-baik dan terhindar dari hal yang buruk. Sudah banyak penelitian yang mengamini akan fakta tersebut. Sehingga pantas saja jika banyak negara non Muslim yang menginginkan halal lifestyle.
Tahun 2016 Indonesia menempati posisi ke-4 dalam Indeks Daya saing kepariwisataan (GMTI) dan diprediksikan akan menempati posisi ke-1 di tahun 2020. Ini menurut prediksi kementerian pariwisata dalam Untwo Tourism Highlight 2016 GMTI. Kita juga sama-sama tahu bahwa di 2016 Indonesia berhasil memenangkan 12 dari 16 kategori halal tourism.
Konsep Halal LifeStyle dari berbagai sektor, kurang lebih ada 8 bidang diantaranya mengenai travel, food, education, pharmacy, media & recreational, cosmetics, fashion, dan medical care & wellness.
Pertumbuhan industri halal di dunia sampai saat ini terus meningkat. Diperkirakan tahun 2019 makanan halal bernilai US$ 2,537 miliar atau 21 persen dari pengeluaran global. ”Pasar kosmetik halal bisa mencapai US$ 73 miliar atau 6,78 persen dari pengeluaran global syariah.
Hal ini menunjukan potensi industri halal di Indonesia sangat besar dengan penduduk yang mayoritas muslim. Bahkan bukan hanya untuk penduduk lokal, bahkan intenasional juga sedang melirik produk-produk halal tersebut. Salah satu yang sangat menonjol dari Indonesia adalah awal bulan Oktober lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat pleno untuk mengesahkan fatwa tentang rumah sakit syariah.
Namun fatwa ini belum dirilis, karena masih menunggu perubahan redaksi oleh DSN MUI. Fatwa tersebut dikeluarkan berkaitan dengan usulan dari Majelis Syuro Upaya Kesehatan Islam Indonesia (MUKISI). Sebelumnya MUKISI telah membuat standar untuk sertifikasi rumah sakit syariah. Dengan demikian, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mengeluarkan fatwa tentang rumah sakit syariah ini. Adapun negara lain baru mengatur sebatas model pelayanan standar rumah sakit syariah, belum sampai ke tahap fatwa.