(untuk bagian sebelumnya, dapat dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/antara-islam-indonesia-part-2/)
Jika kita cermati bahwa adat (kebiasaan) dan budaya itu masuk pada perbuatan manusia (af’al al-insan), karena itu adat dan budaya juga masuk dalam hukum yang lima itu. Sehingga hukum adat (kebiasaan) itu harus dirinci satu persatu. Tidak bisa dipukul rata.
Bagaimana hukum menghormati orang lain (katanya, saling menghormati adalah adat orang Indonesia)? Hukum menghormati orang lain dalam Islam adalah wajib. Jadi, adat seperti ini adalah kewajiban, menurut Islam.
Bagaimana hukum membantu orang lain yang sedang membangun rumah atau yang sedang mengadakan walimatul ursy (katanya, saling membantu adalah adat dan budaya orang Indonesia)? Hukum membantu orang lain dalam Islam adalah sunnah. Jadi, adat seperti ini sangat dianjurkan oleh Islam.
Bagaimana hukum menutup aurat dengan menggunakan sarung bagi lelaki (katanya, sarung adalah pakaian khas Indonesia)? Jawabnya adalah mubah. Menutup aurat itu hukumnya wajib, sedangkan pilihan apakah sarung atau celana, ini mubah. Kita boleh pakai celana, boleh pakai sarung, dan juga boleh pakai yang lain, yang penting menutup aurat.
Bagaimana hukum menggunakan kerudung bagi wanita, yang hanya menutup rambut, sementara leher dibiarkan terbuka (katanya, kerudung seperti ini adalah khas Indonesia)? Jawabnya adalah haram. Sebab kerudung seperti itu tidak menutup aurat dengan sempurna.
Jadi, menilai suatu kebiasan, adat atau budaya, apakah sesuai dengan Islam atau tidak, harus dinilai satu persatu. Tidak bisa dipukul rata.
*****
Terkadang kita ini sok jagoan, lalu menilai sesuatu secara sembarangan. Kita sering mengatakan bahwa jilbab itu sekedar budaya Arab. Padahal jilbab itu adalah bagian dari syariah Allah. Allah berfirman: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS al-Ahzab [33]: 59)
Ada yang mengatakan bahwa sholawat al-Barzanji itu khas Indonesia. Padahal al-Barzanji itu bukan nama orang Indonesia. Kitab al-Barzanji adalah buah karya Syeikh Jafar Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M), seorang qadli (hakim) dari Mazhab Maliki yang bermukim di Madinah. Judul asli kitab tersebut, ‘Iqd al-Jawahir (untaian permata). Jadi, al-Barzanji sebetulnya adalah nama seorang ulama yang menulis kitab. Dan tentu saja beliau bukan orang Indonesia.
Kita sering menganggap bahwa ziarah kubur itu adat dan kebiasaan khas Indonesia. Padahal ziarah kubur itu juga kebiasaan umat Islam lain di luar Indonesia. Meski memang ada sebagian Umat Islam yang tidak mau ziarah kubur. Jadi, ada perbedaan pendapat terkait hukum ziarah kubur ini, baik umat Islam di Indonesia atau di luar Indonesia.
*****
Jadi, kita ini sebetulnya orang Islam yang kebetulan lahir di Indonesia, meski saat ini diantara kita ada yang tinggal di Indonesia atau di luar Indonesia.
Islam adalah pilihan kita, sementara kita lahir di Indonesia hanyalah kebetulan. Karena itu, sebenarnya kita adalah orang Islam yang lahir dan tinggal di Indonesia, sama dengan orang Islam di manapun di dunia ini. Orang Islam yang ada di Mesir, Irak, Suriah, Iran, Arab, Jepang, Malaysia, Filipina dan lain-lain, mereka semua adalah saudara kita. Mereka semua sama dengan kita. Allah berfirman: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al Hujuraat 10).
Karena itu, semua masalah yang dihadapi mereka juga masalah kita. Kita tidak boleh bercerai berai. Kulit kita bisa jadi berbeda, bahasa kita bisa jadi berbeda, status sosial kita bisa jadi berbeda, bangsa kita bisa jadi berbeda, kekayaan kita bisa jadi berbeda, tetapi kita adalah umat yang satu, yaitu umat Islam. Kita tidak boleh berpecah-belah.
Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayangi dan saling mencintai adalah seperti sebuah tubuh. Jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggotatubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam.” (HR. Muslim. Shahih Muslim No.4685).
Rasulullah SAW juga bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan, di mana bagian yang satu saling menguatkan bagian yang lain.” (HR. Muslim. Shahih Muslim No.4684).
Karena itu, siapa saja yang merasa berbeda dengan umat Islam yang lain karena merasa “Islam Indonesia”, sebaiknya tidak usah mengharap syafaat dari Rasulullah, sebab Rasulullah bukan “Islam Indonesia”, tetapi “Islam” saja, tidak menggunakan embel-embel tambahan.
Wallahu a’lam.