Beribadah haji atau umroh pasti melakukan sa’i. Sa’i adalah berlari-lari kecil di antara kedua bukit, sebanyak tujuh kali (bolak-balik) dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan sebaliknya. Melakukan hat tersebut menjadi salah satu dari rukun haji dan umrah, yakni melaksanakan Sa’i. Ketika melintasi Bathnul Waadi, yaitu kawasan yang terletak di antara Bukit Shafa dan Marwah (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna hijau), para jamaah pria disunahkan untuk berlari-lari kecil, sedangkan untuk jamaah wanita berjalan cepat. Ibadah Sa’i boleh dilakukan dalam keadaan tidak berwudhu dan oleh wanita yang datang haid atau nifas.
Baca juga: Hal-hal yang Wajib Dipersiapkan Sebelum Umroh, Ini Daftarnya!
Sejarah Bukit Shafa dan Marwah
Umroh.com merangkum, bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang terletak dekat dengan Ka’bah (Baitullah). Bukit Shafa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter. Jauh sebelum perintah ibadah haji dilaksanakan, Bukit Shafa dan Marwah telah menjadi saksi sejarah perjuangan seorang ibu dalam menyelamatkan anaknya dari kehausan puluhan abad silam. Bukit Shafa dan Marwah ini memiliki sejarah yang sangat penting dalam dunia Islam, khususnya dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
Perjalanan hidup Siti Hajar mengantarkan ia pada suatu hari yang sangat berat. Hari tersebut adalah hari ketika Nabi Ibrahim, suami dari Siti Hajar dan ayah dari Nabi Ismail, memutuskan untuk memindahkan Siti Hajar ke suatu tempat karena kecemburuan yang dimiliki oleh Siti Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim. Tempat yang dimaksud adalah sebuah lembah gersang.
Baca juga: Lihat Jadwal Sholat Lengkap di Sini saat Pergi Haji atau Umroh
Kemudian Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail di bawah pohon. Keadaan yang mendesak karena Nabi Ismail terus menerus menangis kehausan membuat Siti Hajar berjalan kesana-kemari di tengah gurun yang panas dengan matahari yang terik untuk berusaha mencari air. Siti Hajar terus berjalan sambil berharap bisa mendapatkan sumber air di tengah gurun gersang.
Dari kejauhan ia melihat gundukan tanah seperti ada air, maka ia menuju ke bukit itu yang kemudian diketahui bernama Bukit Safa. Namun, air tersebut tidak ditemukan. Dari Bukit Safa, Siti Hajar melihat air di gundukan tanah yang jauhnya sekitar 500 meter di depan. Maka, Siti Hajar pun berlari-lari dengan panik ke arah Bukit Marwah. Di tempat ini, Hajar juga tak menemukan air. Maka, Siti Hajar bolak-balik dari Bukit Safa ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali, tetapi tidak menemukan juga air yang diinginkan.
Setelah nyaris putus asa, Siti Hajar kembali menuju tempat anaknya, Ismail. Sampai datanglah mukjizat Allah dengan munculnya sumber mata air diantara kedua bukit yaitu Safa dan Marwah. Melalui gerakan kaki Ismail, Siti Hajar mengetahui tanah yang diinjak anaknya mengandung air. Maka, ibu muda ini segera meng-aduk tanah tersebut. Luar biasa, air pun memancar dari dalam tanah. Bahkan, pancuran air ini masih ada sampai saat ini yang bisa diminum jutaan umat dan tidak kunjung kering. Inilah yang disebut sumur zamzam.
Baca juga: Panduan Lengkap Umroh, Tata Cara dan Bacaannya
Mengenal Sosok Siti Hajar
Diriwayatkan dalam beberapa hadist bahwa sosok Siti Hajar memang adalah pribadi yang penuh dengan kesabaran dan cinta kasih kepada anaknya. Selain itu, Siti Hajar juga memiliki kesabaran dalam menghadapi lika-liku jalan hidupnya. Sebelum menjadi istri Nabi Ibrahim, ia merupakan merupakan seorang budak Raja Fir’aun dari Mesir. Kemudian suatu ketika Raja Fir’aun memberikannya kepada Nabi Ibrahim sebagai hadiah. Itu semua berkat kuasa Allah karena sebelumnya Raja Fr’aun hendak menjadikannya seorang selir berkat kecantikan yang dimilikinya.
Mulai dari pemberian oleh Raja Fir’aun itulah Siti Hajar menjadi budak Nabi Ibrahim. Awalnya Siti Hajar sangat dekat dengan istri Nabi Ibrahim, Siti Sarah. Maka, ketika pernikahan Nabi Ibrahim dan Siti Sarah tak kunjung diberi momongan, Nabi Ibrahim diminta oleh istrinya untuk menikahi Siti Hajar. Pernikahan antara Nabi Ibrahim dan Siti Hajar akhirnya dikaruniai seorang anak lelaki tampan yang diberi nama Ismail. Setelah kelahiran Ismail itulah kecemburuan Siti Sarah dimulai dan mengantarkan Siti Hajar pada kisah pilu dipindahkan ke gurun gersang oleh Nabi Ibrahim.
Kisah Siti Hajar memberikan suatu tauladan bagi umat islam. Setidaknya dari kisah tersebut kita bisa menemukan tiga sikap mulia yang dimiliki oleh Siti Hajar, yaitu diantaranya ketaatan kepada Allah SWT, sabar dalam berjuang, serta tawakal dan bersyukur setelah berusaha. Selain sikap mulia Siti Hajar yang harus dijadikan tauladan oleh umat islam, kisahnya berjuang mencari mata air di gurun gersang untuk anaknya juga menciptakan sebuah kebiasaan selama melakukan ibadah haji dan umrah.
Pesan Tersirat dari Kisah Siti Hajar
Peristiwa Siti Hajar ini sekaligus menjadi pelajaran bagi kehidupan modern, di mana untuk mencapai kesuksesan seseorang harus melewati suatu krisis. Kesuksesan tidaklah datang begitu saja, melainkan harus diraih dengan susah payah. Baru setelah krisis terlewati, keberhasilan bisa diraih. Bahkan tingkat pencapaiannya sama, jika yang satu diraih dengan begitu saja. Sedangkan yang lain diraih dengan susah payah, maka perolehan yang diraih dengan seluruh upaya itulah yang lebih dapat dinikmati.
Baca juga: Ayat tentang Haji dan Umroh dalam Al Quran
Kebiasaan yang dimaksud yaitu suatu keharusan untuk jamaah haji atau umrah untuk berlari diantara bukit Safa dan Marwa selama tujuh kali. Hal tersebut ditujukan untuk mengenang kisah Siti Hajar dalam mencari air untuk anaknya, Nabi Ismail.