Shalat sendiri merupakan tiang agama. Sedangkan shalat yang dilaksanakan secara berjama’ah, bisa dibilang merupakan tiang atau pilar negara. Mengapa? Karena shalat berjamaah dapat memberikan sebuah pelajaran yang sangat penting mengenai sebuah bentuk kepemimpinan yang ada dalam Islam.
Dan bentuk tersebut juga akan selalu relevan sampai kapan pun jua. Satu hal yang harus kita tahu dalam sistem kepemimpinan Islam, dimana kepemimpinan Islam tidaklah bersifat diktator atau menganggap seorang pemimpin tidak akan mungkin berbuat salah. Hal itu sudah sangat terlihat dalam kegiatan shalat berjamaah.
Karena dalam shalat berjamaah, seorang imam dapat diingatkan bila melakukan kesalahan bahkan diganti apabila kesalahannya sampai membatalkan shalat (misalnya saja imam yang tidak sengaja kentut saat sedang di tengah-tengah shalat).
Bentuk lain dalam kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan dalam Islam juga bukan bersifat demokratis. Hal itu bisa dilihat dari model pemilihan imam yang harus sudah memenuhi karakter menurut syariat Islam dan dapat menjalankan syarat dan rukun shalat, karena syarat dan rukun shalat tak bisa didiskusikan.
Dari contoh shalat berjamaah itu juga lah seharusnya kita bisa belajar bentuk kepemimpinan sejati dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sampai urusan bernegara atau pemimpin dunia sekali pun.
Dalam Islam, seorang pemimpin boleh saja dipilih oleh rakyat. Akan tetapi pemimpin yang dipilih rakyat haruslah memiliki kemampuan untuk memimpin dengan menerapkan syariat dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Sudah benar bahwa di dalam konstitusi kita tidak tersurat “demokrasi” namun “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Disinilah yang perlu kita kritisi. Dalam membuat suatu kemufakatan menentukan pemimpin, haruslah berdasarkan sebuah patokan jika pemimpin itu memang betul-betul dapat menggenggam amanat untuk senantiasa menjalankan syariat Allah.
Disinilah pentingnya memberikan pemahaman Islam pada rakyat. Sehingga pemimpin yang dipilih pun bukan karena sekedar karena kesepakatan belaka, tapi justru mementingkan aspek hukum syariat. Sehingga pemimpin yang sepakat untuk dipilih nanti, bukanlah pemimpin yang ketika terpilih justru banyak melanggar aturan-aturan Allah.
Maka darisini, sangat penting mulai dari sekarang untuk dapat menyadarkan semua lapisan masyarakat, bahwa seorang pemimpin dalam lingkup apa pun itu, harus dipastikan jika ia memang sangup mengemban amanat serta senantiasa taat dalam menjalankan syariat dan perintah Allah. Bukan malah sebaliknya senang melanggar syariat. Dan yang lebih parah apabila pemimpin tersebut juga membuat dan mendorong rakyatnya untuk suka melanggar perintah Allah.
Disini juga makin terlihat bahwa sangat penting bagi umat Islam untuk mempunyai kekuatan, sehingga tidak dengan mudahnya dapat dilumpuhkan oleh bangsa-bangsa barat atau siapa saja yang menentang Islam. Cukup terlihat sekali pada saat umat muslim tidak punya kekuatan melawan pihak-pihak yang menentang Islam, terkadang mereka untuk ibadah saja tidak bisa maksimal.
Bahkan yang lebih parah ada juga orang Islam yang dipaksa untuk melanggar perintah Allah. Seperti contohnya pelarangan penggunaan jilbab di beberapa wilayah. Semoga Islam dapat kembali memimpin. Dan dunia akan kembali dipimpin oleh sosok muslim yang begitu taat kepada Allah, sebagaimana Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin.’