(Untuk bagian sebelumnya bisa dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/isra-miraj-yang-tak-bisa-dipecahkan-oleh-sains-part-1/)
Para astrofisika juga memastikan jika dengan kecepatan cahaya dalam sehari malaikat juga belum keluar dari galaksi Bimasakti. Galaksi tetangga Andromeda saja jaraknya 2,5 juta tahun cahaya. Apalagi belum termasuk yang adalangit. Karena orang juga belum pada tahu sampai dimanakah batas langit itu sebenarnya? Meski telah ada yang mempelajari jika batas jagad raya teramati ada pada 14 Milyar tahun cahaya!
Berkaca dari fenomena ini, para saintis sudah mulai berspekulasi jika bumi yang kita pandang dan tinggali ini strukturnya tidak bersifat linear. Karena terlalu banyak materi gelap (“dark matter”) yang bisa jadi sudah melengkungkan ruang dan waktu.
Dan dalam peristiwa Isra’ Mi’rah, Allah bisa saja sudah memasang “gerbang-gerbang langit” yang dapat menjadi jalan pintas ke lokasi yang sangat jauh sekali, dan tak bisa ditempuh menurut batasan akal manusia.
Darisinilah dapat tercermin dan sudah sepatutnya menyadarkan kita semua betapa besarnya kuasa Allah ketika sudah berkehendak akan sesuatu. Tentu kita semua ingat jika Allah pernah menantang dan berkata: “Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (QS 55:33).
Dan relativitas waktu juga telah ditunjukkan dengan peristiwa Ashabul Kahfi, yang mengisahkan beberapa pemuda yang ditidurkan selama 309 tahun, sementara mereka hanya merasa setengah hari pada saat bangun.
Bagi kita yang beriman, kita semua harus menyadari bahwa ini juga memang bagian dari ujian keimanan. Namun bagi seorang mukmin, iman yang ideal justru merupakan iman yang produktif. Masih terdapat ratusan ayat suci yang menggelitik seorang muslim, agar mereka dapat menguak rahasia alam.
Itulah yang diinginkan Allah ketika Allah berfirman “Maka mengapa kalian tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, dan langit ditinggikan?“ (QS 88:17-18). Muslim generasi awal menjadikan ayat itu inspirasi untuk mempelajari biologi dan astronomi. Kitab astronomi “Almagest” karya Ptolomeus (100-170M) pernah dijadikan “kitab tafsir” atas ayat tersebut.
Pada abad pertengahan dunia ini sebenarnya dihiasi oleh ratusan astronom muslim, dari Al-Battani (858-929 M), Al-Biruni (973-1048 M), hingga Quthubuddin As Syairazy (1236–1311 M). Mereka semua sudah menjadi pelopor lahirnya ilmu-ilmu sains sebelumnya lahirnya ilmuwan-ilmuwan barat yang sering kita tahu. Seperti misalkan ilmuwan muslim yang tidak hanya memastikan bulatnya bumi, tetapi juga sampai mewariskan teknik cara mengukurnya. Bahkan memastikan bahwa bumi bukanlah pusat dari tata surya, ratusan tahun sebelum Copernicus (1473-1543 M).
Dalam bidang teknologi, kaum muslimin juga menjadi pelopornya. Contohnya saja teknologi yang diciptalan oleh Abbas Ibn Firnas (810-887 M) dari Cordoba, yang diketahui benar-benar membuat alat yang dapat terbang. Dia berhasil terbang dengan menggunakan alat yang kita kenal saat ini dengan nama gantole dan parasut. Lebih dari 11 abad kemudian, barulah Wright bersaudara dari Amerika menambahkan mesin yang ada padanya, sehingga jadilah pesawat terbang bermesin.
Di abad pertengahan, umat Islam begitu unggul di bidang sains dan teknologi pada saat mereka masih begitu semangat untuk berpikir menguak rahasia alam, serta spirit mencintai sains masih tumbuh dengan baik di masyarakat maupun di pemerintahan. Berijtihad di bidang sains kala itu masih dianggap sebagai bentuk ibadah dan amal jariyah. Berwakaf untuk laboratorium atau observatorium juga masih menjadi gengsi.
Tetapi pada saat kegiatan berpikir makin diabaikan, akan menyebabkan timbul suatu celah bagi bangsa Barat untuk dapat mengungguli peradaban Islam, hingga timbullah penjajahan atas negeri-negeri Islam yang masih terlihat hingga saat ini. Dan yang terparah dan membuat kita semua menangis adalah fakta bahwa masih Al Aqsha di bumi yang diberkahi telah dijajah oleh Israel sampai sekarang. Inilah dimensi politik dari Isra’ Mi’raj.
Karena itulah, dalam memperingati Isra’ Mi’raj ini, sudah sepatutnya kita meningkatkan kembali keimanan, kemudian jadikanlah sholat berjama’ah sebagai model kepemimpinan Islam. Yang tak kalah penting kita jadikan rasa cinta pada ilmu sains sebagai sarana untuk membangun ulang peradaban Islam, yang akan menjadi modal untuk dapat memerdekakan bumi Islam yang terjajah.
Umat Islam jika tidak menguasai sains dan teknologi telah terbukti akan mudah dijajah. Karena sains dan teknologi jika tidak dikontrol dan dikendalikan oleh aturan-aturan Islam, akan cenderung menjajah. Hanya bila umat Islam dapat menguasai dan mengendalikan sains dan teknologi, maka akan membuat sains dan teknologi membawa banyak keberkahan untuk alam serta dapat melepaskan dunia dari penjajahan. Semoga saja itu segera terwujud. Aamin