Sebuah kisah Inspiratif pada zaman Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Ada seseorang yang memiliki niat jahat hendak menfitnah Syekh Abdul Qadir..
Kemudian ia berusaha mencari cara untuk menfitnahnya.
Maka ia melubangi dinding rumah Syekh Abdul Qadir untuk mengintipnya.
Pada sat itu, ia melihat Syekh Abdul Qadir lagi makan bersama muridnya..
Syekh Abdul Qadir suka makan ayam..
Dan tiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain, ia hanya memakan separuh.
Separuhnya lagi ia berikan kepada muridnya.
Hal itu tampaknya menjadi celah yang dapat dijadikan bahan fitnah oleh orang busuk tersebut.
Maka orang tersebut mendatangi bapak si murid.
Apakah bapak orang tua dari si fulan (perumpamaan nama saja)?
Sang bapak membenarkannya.
Anak bapak apa benar belajar dengan Syekh Abdul Qadir?
Sang bapak pun kembali membenarkannya
Bapak tahu, anak bapak diperlakukan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani seperti seorang hamba sahaya dan kucing saja.
Syekh Abdul Qadir selalu memberikan makan sisa pada anak bapak.
Sang bapak kemudian mendatangi rumah Syekh Abdul Qadir..
Wahai tuan syekh, saya menitipkan anak saya kepada tuan syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing.
Saya antar kepada tuan syekh, supaya ia menjadi alim ulama’.
Syekh Abdul Qadir hanya jawab ringkas saja.
Kalau begitu ambillah anakmu.
Maka si bapak tadi mengambil anaknya untuk pulang.
Pada saat keluar dari rumah syekh dan hendak pulang, bapak tersebut kemudian menanyakan anaknya sejumlah hal tentang ilmu hukum syariat.
Ternyata seluruh permasalahannya dijawab dengan benar oleh sang anak.
Maka bapak tadi berubah pikiran.
Ia tidak jadi membawanya pulang dan mengembalikan sang anak kepada tuan Syekh Abdul Qadir..
Wahai tuan syekh, terimalah anak saya untuk belajar dengan tuan kembali…
Tuan didiklah anak saya!
Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga diperlakukan seperti kucing…
Saya melihat ilmu anak saya begitu luar biasa ketika bersamamu..
Maka jawab tuan Syekh Abdul Qadir..
Bukannya aku tak mau menerimanya kembali..
Tetapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu..
Allah sudah menutup futuhnya untuk mendapat ilmu..
Karena ayahnya tak memiliki adab kepada guru..
Maka anak lah yang menjadi korban
Dari kisah itu, kita bisa mendapatkan pelajaran tentang adab dalam menuntut ilmu.
Para anak dan orang tua atau siapa pun itu, harus menjaga adab kepada guru.
Sungguh pentingnya adab pada kehidupan sehari-hari kita.
Dari cerita tersebut, seorang ayah yang tak beradab kepada guru saja bisa membuat anaknya menjadi korban.
Bagaimana andaikata si anak sendiri yang tak memiliki adab? Apalagi sampai memaki dan mengaibkan gurunya..
Ingatlah pesan dari para ulama: Satu perasangka buruk saja kepada gurumu, maka Allah haramkan seluruh keberkatan yang ada pada gurumu kepadamu.
Semoga Allah selalu menjaga akhlak dan adab kita terhadap sesame, apalagi terhadap guru yang mengajarkan ilmu kepada kita… Aamiin!
Silakan dishare, semoga manfaat.