Bagaimana suasana Ramadhan di sekitar Masjid Al Aqsa yang menjadi sengketa antara Palestina dan Israel? Di bawah ini adalah gambaran suasana di sana.
Warga Shalat di Halaman Masjid
Dinding pemisah membatasi Masjid Al Aqsa dengan Tepi Barat beberapa tahun terakhir ini. Namun di bulan Ramadhan, warga Palestina diperbolehkan beribadah di Masjid Al Aqsa. Jamaah yang usianya lebih dari 50 tahun dan memegang izin tertentu diperbolehkan untuk shalat di dalam Masjid Al Aqsa. Sisanya memilih shalat di halaman Kompleks Masjidil Aqsa.
Jamaah Mencari Tempat Teduh untuk Shalat
Saat salat Jum’at, Masjid Al Aqsa dipenuhi oleh jamaah yang akan melaksanakan salat Jum’at. Mereka harus menunaikan shalat di hingga halaman kompleks. Kondisi lapangan yang luas dan jarang rimbunan pohon membuat para jamaah berebut agar bisa mendapatkan tempat shalat yang teduh. Kebanyakan dari mereka melindungi diri dari matahari dengan menggunakan handuk, sajadah, atau topi payung yang banyak dijual.
Banyak jamaah, terutama yang sudah lanjut usia menjadikan pohon zaitun yang usianya sudah berabad-abad sebagai tempat berteduh. Di bawah pohon itu, mereka bisa saling bercengkrama dan menyapa kerabat dan tetangga sebelum menunaikan shalat.
Tangki Air untuk Menyegarkan Jamaah
Cuaca Yerusalem yang kering dan panas membuat banyak orang merasa kepanasan. Karena itu sebuah mobil tangki berisi air disediakan di masjid untuk menurunkan suhu para jamaah. Para jamaah banyak yang berkerumun di depan mobil tangki, menanti petugas untuk menyemprotkan air dengan selang tekanan tinggi.
Momen yang Ditunggu Warga Palestina
Diperkirakan jamaah yang shalat Jumat di Masjid Al Aqsa sekitar 250.000 orang. Banyak orang yang menanti momen ini. Usai shalat, banyak pemuda-pemuda Palestina yang mengabadikan momen berharga yang telah mereka tunggu selama bertahun-tahun, yaitu bisa beribadah di simbol nasional dan spiritual bagi warga Palestina.
Di malam hari, orang-orang juga berkumpul di halaman depan Dome of The Rock atau Masjid Kubah Emas di Kompleks Masjid Al Aqsa untuk shalat tarawih.
Tidak Seperti Biasa, Pasar Ramai di Malam Hari
Di Kota Tua Yerusalem, toko-toko dan pasar biasanya tutup setelah matahari terbenam karena alasan keamanan. Namun di Bulan Ramadhan, toko-toko dan pasar ini tetap buka dan menjadi tempat warga Yerusalem untuk menghabiskan waktu. Mereka berbelanja, minum kopi, atau menghirup shisha.
Bukan hanya toko-toko yang menjual barang, namun bakery tradisional juga mulai memanggang roti setelah matahari terbenam. Salah satunya adalah sebuah bakery di kota tua yang khusus menjual Barazeq, snack mirip biskuit yang bundar dan lebar, dan diselimuti oleh biji wijen. Biskuit wijen raksasa ini dipanggang disebuah iven tua yang sangat besar.
Pemuda Bercengkrama di Perbatasan
Gerbang Damaskus adalah pintu masuk terbesar menuju Kota Tua Yerusalem. Area ini adalah zona steril, dan beberapa tahun terakhir ini, biasanya banyak tentara Israel yang berpatroli rutin untuk mencegah masa berkumpul. Namun di bulan Ramadhan, rutinitas itu berubah. Sehingga para remaja Palestina bisa berkumpul di sana setiap malam. Mereka bersenang-senang dengan mengejek para tentara dan minum kopi dan minuman ke energi dari gelas kertas.
Dinding batu yang ada di Kota Tua dibangun oleh pemimpin Ottoman, Sulaiman The Magnificent atau Sulaiman al-Qonuni yang memerintah pada 1520 hingga wafatnya. Pengaruh dari kerajaan Ottoman masih terasa hingga saat ini. Kita bisa melihat penari sufi ala Turki melakukan pertunjukan setelah buka puasa.