1
Sejarah Islam

Hanya Ada di Indonesia, Ini Asal Mula Halal Bi Halal Menjadi Tradisi Idul Fitri

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Halal Bi Halal adalah sebuah istilah yang hanya digunakan di Indonesia, lho. Istilah “Halal Bi Halal” digunakan untuk menyebut momen silaturahim dengan keluarga besar. Lalu bagaimana istilah tersebut bisa digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia?

Bermula Saat Situasi Politik Indonesia Memanas

Semuanya bermula pada tahun 1948, ketika Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Saat itu, para elit politik sedang bertengkar dan tidak mau duduk dalam satu forum. Kala itu, juga terjadi pemberontakan di berbagai daerah Indonesia. Seperti pemberontakan oleh DI TII dan PKI di Madiun.

Di bulan Ramadhan tahun 1948 ini, Presiden Soekarno kemudian memanggil KH. Wahab Chasbullah. Di pertengahan Ramadhan, Kyai Wahab diundang ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan saran, dalam mengatasi situasi politik Indonesia yang sedang tidak sehat.

Kyai Wahab kemudian memberi saran kepada Presiden Soekarno untuk menyelenggarakan silaturahim. Saat itu, beliau beranggapan Idul Fitri merupakan saat di mana seluruh umat Islam disunnahkan untuk bersilaturahim.

Presiden Soekarno Menghendaki Nama Lain

Mendengar saran dari Kyai Wahab, Presiden Soekarno sebenarnya menyetujui. Namun rupanya ada yang mengganjal. Presiden Soekarno saat itu menghendaki istilah yang lain, karena menurutnya ‘silaturahim’ adalah hal yang lumrah dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Mendengar pemikiran Bung Karno tersebut, Kyai Wahab menjawab bahwa hal tersebut merupakan hal yang mudah.

Menurut pandangan Kyai Wahab, para elit politik saat itu tidak mau bersatu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan adalah sebuah perbuatan dosa, dan dosa merupakan hal yang diharamkan dalam Islam. Karena itulah agar mereka tidak punya dosa yang haram, Kyai Wahab menilai bahwa mereka harus dihalalkan.

Halal Bi Halal Dicetuskan Agar Para Petinggi Bisa Silaturahim dan Berdiskusi

Kiai Wahab berkata bahwa para elit politik saat itu harus duduk dalam satu meja, untuk saling memaafkan dan saling menghalalkan. Karena inilah ajang silaturahim nantinya kita akan memakai istilah Halal Bi Halal.

Wahab Chasbullah mencari penyelesaian masalah atau menjaga keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Cara ini disebut dengan “thalabu halâl bi tharîqin halâl”. Acara silaturahim yang digagas itu juga bertujuan untuk pembebasan kesalahan yang kemudian dibalas dengan pembebasan kesalahan. Ini akan menjadi ajang untuk saling memaafkan. Cara ini disebut dengan halâl “yujza’u bi halâl”

webinar umroh.com

Atas saran Kyai Wahab, Presiden Soekarno kemudian mengundang semua tokoh politik ke Istana Negara saat Idul Fitri. Presiden meminta agar semuanya menghadiri silaturahim yang diberi nama ‘Halal Bi Halal’. Pada momen Halal Bi Halal tersebut, akhirnya para petinggi politik Indonesia bisa duduk dalam satu meja dan membuka lembaran baru, menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Dilaksanakan Juga di Berbagai Lapisan Masyarakat Indonesia

Istilah Halal Bi Halal ternyata tidak berhenti pada pertemuan negara. Instansi-instansi pemerintah di bawah kepemimpinan Bung Karno juga diperintah menyelenggarakan Halal Bi Halal dengan seluruh staf di dalamnya. Acara halal Bi Halal ini kemudian diikuti oleh warga Indonesia pada umumnya, terutama umat muslim yang ada di pulau Jawa dan menjadi pengikut para ulama.

Bung Karno dan Kiai Wahab saat itu seakan berbagi peran untuk menstabilkan kondisi Indonesia. Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kiai Wahab menggerakkan masyarakat dari bawah. Tradisi baik tersebut diteruskan, sehingga membuat Halal Bi Halal menjadi kegiatan rutin dan budaya Indonesia ketika Idul Fitri tiba.

Tommy Maulana

Alumni BUMN perbankan yang tertarik berkolaboraksi dalam bidang SEO, Umroh, Marketing Communication, Public Relations, dan Manajemen Bisnis Ritel.