Dahulu, wilayah yang disebut dengan Melayu adalah yang sekarang disebut dengan Republik Indonesia, Kalimantan sebelah utara (daerah Brunei dan Sarawak), kemudian wilayah di sebelah utaranya lagi seperti gugusan Pulau Luzon dan Mindanao, yang sekarang menjadi bagian dari Filipina.
Proses Masuknya Islam yang Istimewa
Para ilmuwan dan peneliti sebenarnya mengalami kesulitan mengumpulkan bahan-bahan yang menceritakan masuknya Islam ke tanah Melayu. Penyebabnya adalah karena wilayah ini jauh dari pusat permulaan tumbuhnya agama Islam, yaitu tanah Arab.
Dijelaskan oleh Prof. Dr. Hamka, hasil studi menunjukkan bahwa masuknya agama Islam ke negeri Melayu memiliki keistimewaan tersendiri. Islam masuk ke tanah Melayu dengan Jalan damai dan berangsur-angsur.
Menyebar Secara Damai
Hampir tidak ada kekerasan yang terjadi ketika Islam masuk ke tanah Melayu. Hampir semua penduduk yang ada di tanah Melayu menerima Islam dengan sukarela, walaupun Islam tidak masuk secara sekaligus.
Islam masuk ke tanah Melayu tidak lewat misi Angkatan Perang, sebagaimana yang terjadi di Hindustan, Mesir, Semenanjung Iberia (wilayah Spanyol atau Portugal) dan Asia Tengah.
Masuk Lewat Orang Arab yang Datang ke Melayu
Dari catatan pustaka milik bangsa Tiongkok, menunjukkan bahwa orang Arab telah datang ke negeri-negeri Melayu pada abad ke-7 Masehi. Itu artinya, mereka telah datang ketika awal-awal tahun Hijriah. Para ilmuwan kemudian berasumsi bahwa Islam dibawa oleh saudagar-saudagar Arab pada abad pertama tahun hijrahnya nabi.
Hal tersebut sangat mungkin, karena bangsa Arab sendiri memang terbiasa berdagang ke daerah-daerah yang jauh. Hingga pertengahan abad ke-8 Masehi, saudagar-saudagar Arab telah memiliki pusat perniagaan yang sangat pesat di Kanton, hingga sebelum datangnya Portugis. Perniagaan di wilayah sebelah timur dipegang oleh orang Arab dan hampir tidak ada saingannya.
Catatan Tiongkok Tentang Upaya Penyebaran Islam Lewat Utusan Muawiyah I
Catatan-catatan tahunan yang dibuat oleh pelajar-pelajar Tionghoa, di tahun 684 Masehi, menunjukkan bahwa mereka menjumpai seorang pemimpin Arab di pantai pulau Sumatera sebelah barat. Dalam catatan-catatan tersebut, juga di sebuah wilayah yang bernama Kho Po, yang menurut ahli sejarah merupakan Tanah Jawa. Ada juga yang menyebutkan tentang Ho Ling, yang ternyata merupakan kerajaan Kalingga di Jawa Timur, dan pemimpinnya disebut dengan Ratu Si Ma, untuk menyebut Ratu Simo yang kala itu merupakan raja Kalingga. Catatan Tiongkok tersebut juga menyebutkan tentang Ta Cheh, yang digunakan untuk menyebut seorang raja Arab.
Para ahli sejarah kemudian mencapai kesimpulan bahwa yang disebut dengan Raja Ta Cheh itu adalah Muawiyah bin Abu Sufyan yang juga menjadi khalifah ke-5. Para ilmuwan menyebutkan bahwa saat itu, Muawiyah mengirim utusan atau mata-mata untuk menyelidiki tanah Jawa. Mata-mata tersebut dikirim untuk melihat seberapa teguh pemimpin kerajaan di tanah Jawa kala itu. Namun melihat informasi tentang kuatnya Kerajaan Kalingga, niat Muawiyah untuk mengirim utusan memasuki pulau-pulau di Melayu akhirnya diurungkan.
Islam kemudian masuk ke negeri-negeri Melayu lewat India dari pedagang-pedagang Arab yang bermukim di pantai Malabar, yang terletak di sebelah barat India.