Ketika tersiar kabar wafatnya Rasulullah ke seluruh tanah Arab, orang-orang munafik mulai menjadi keuntungan. Mereka mulai murtad dan timbul golongan nabi-nabi palsu. Orang-orang munafik itu ingin memberontak dan melepaskan diri dari Islam yang baru saja tegak.
Kaum Munafik Mulai Memberontak
Kondisi kaum muslimin sendiri saat itu dalam keadaan berduka karena wafatnya Rasulullah. Sementara itu, kaum pemberontak yang baru masuk Islam itu belum mengetahui hakikat agama Islam. Wafatnya Rasulullah mereka jadikan kesempatan untuk membelot. Mereka tidak lagi mau menunaikan shalat, walaupun masih mau mengeluarkan zakat.
Menghadapi situasi tersebut, Abu Bakar, sebagai khalifah yang ditunjuk untuk menggantikan Rasulullah, tidak menunjukkan banyak reaksi. Beberapa orang kaum muslimin mengusulkan kepadanya agar orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat tidak perlu diperangi, karena mereka masih mau menjadikan shalat.
Namun, rupanya Abu Bakar memiliki pemikiran sendiri. Dengan tegas, ia berkata tidak akan membeda-bedakan shalat dengan zakat. Mereka yang tidak mau menunaikan shalat dan membayar zakat juga akan diperangi, dan tidak ada yang bisa menghalanginya.
Abu Bakar Mempersiapkan Pasukan dengan Matang
Abu Bakar ingin melakukan persiapan sebelum memerangi pemberontak-pemberontak Islam tersebut. Abu Bakar rupanya ingin terlebih dulu menyempurnakan angkatan perang kaum muslimin. Saat itu, angkatan perang kaum muslimin ada di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, yang saat itu usianya masih 17 tahun.
Usamah adalah pemuda yang diangkat oleh Rasulullah menjadi panglima perang. Banyak petinggi Quraisy yang menjadi prajurit di bawah kepemimpinannya. Namun karena peristiwa wafatnya Rasulullah, kiprah Usamah menjadi sedikit terhambat.
Perbedaan Pendapat Antara Abu Bakar dan Umar
Umar Bin Khattab sempat meminta kepada Abu Bakar agar mengundurkan Usamah karena ada banyak hal lain yang lebih penting. Umar juga menyarankan agar sebaiknya Usamah diganti dengan Panglima yang lebih senior.
Mendengar usul dari Umar Bin Khattab tersebut, Abu Bakar kemudian mendekatinya. Abu Bakar berkata dengan tegas dan mengingatkan bahwa Usamah adalah seseorang yang diangkat sendiri oleh Rasulullah. Abu Bakar juga mempertanyakan, mengapa Umar telah berniat untuk mengubah perintah Rasululalh yang belum lama dikubur.
Akhirnya, Usamah dan pasukannya diberangkatkan. Abu Bakar pergi ke tempat pemberhentian Angkatan Perang Usamah untuk melepas keberangkatan mereka.
Pesan Abu Bakar kepada Pasukan Muslimin
Sebelum melepas mereka, Abu Bakar berpesan kepada Usamah. Saat itu, Usamah sudah naik ke atas kendaraannya dan Abu Bakar berjalan kaki. Melihat Abu Bakar yang berjalan kaki, Usamah pun berkata, “Biarlah hamba turun ke bawah dan padukan naik ke atas kendaraan ini”. Namun Abu Bakar menolaknya, “Tidaklah mengapa jika kakiku terkena debu beberapa saat dalam menegakkan jalan Allah”.
Abu Bakar kemudian meminta agar jika boleh, Usamah mengizinkan Umar tetap tinggal di Madinah. Abu Bakar sangat memerlukan Umar untuk menemaninya mengatur siasat bagi negeri. Permintaan itu kemudian dikabulkan oleh Usamah.
Kepada pasukan yang akan berangkat, Umar kemudian berpidato. Dalam pidatonya, Umar berpesan, “Jangan berkhianat, jangan memungkiri janji, jangan menganiaya jasad musuh yang telah mati, jangan membunuh anak-anak, orang tua, dan perempuan. Jangan memotong batang kurma, jangan membakar, dan jangan menumbangkan kayu-kayuan yang berbuah. Jangan menyembelih kambing, sapi, dan unta kecuali sekedar untuk dimakan.
Kalau kalian bertemu dengan suatu kaum yang telah menyisihkan dirinya dalam gereja-gereja, hendaklah dibiarkan saja. Jika engkau bertemu dengan suatu kaum yang di tengah-tengah kepalanya dicukur dan hanya tinggal tepinya sebagai lingkaran, hendaklah engkau perangi. Kalau diberi makanan oleh orang lain, hendaklah membaca nama Allah ketika memakannya”.
Kemudian Abu Bakar berpesan kepada Usamah. “Hai Usamah, berbuatlah dengan apa yang diperintahkan Nabi SAW kepadamu. Sesampainya engkau di negeri Qudha’ah, jangan engkau lalaikan sedikitpun perintah-perintah Rasulullah SAW”.
Pasukan kemudian berangkat ke Qudha’ah. Setelah peperangan hebat selama 40 hari, Usamah dan pasukannya kembali dengan kemenangan.