1
Sejarah Islam

Perjanjian Perdamaian yang Mencerminkan Karakter Bangsa Arab

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Ketika Muhammad SAW masih muda, berkobar perang Fijar di Mekkah. Arti dari Fijar adalah peperangan yang melanggar kesucian, karena perang tersebut terjadi di bulan-bulan yang di dalamnya tidak diperbolehkan berperang. Bulan tersebut merupakan waktu atau musim di mana orang-orang melakukan ibadah haji.

Penyebab Perang Fijar

Namun saat itu, pecahlah Perang Fijar antara kaum Quraisy dengan kaum Qaiys. Kaum Quraisy bersama-sama dengan suku-suku lain yang memiliki perjanjian dengannya, melawan kaum Qays yang juga bersekutu dengan kafilah-kafilah yang mengikat perjanjian dengannya.

Perang tersebut terjadi karena ada pembunuhan salah seorang anggota suku oleh anggota suku yang lain. Pangkal dari pembunuhan tersebut karena salah satu pihak tidak terima karena pihak lain berhasil menjadi penjamin sebuah kafilah dagang yang besar.

Berita pembunuhan tersebut akhirnya sampai kepada kedua suku, hingga kemudian pecahlah Perang Fijar. Perang tersebut sebenarnya terjadi antara suku Qays dan suku Kinanah. Namun karena suku Kinanah telah mengikat perjanjian dengan kaum Quraisy, maka kaum Quraisy ikut serta dalam peperangan tersebut.

Rasulullah yang Masih Remaja Ikut Serta dalam Perang Fijar

Peperangan itu terjadi di Nakhlah, sebuah daerah di antara Mekah dan Tha’if. Pasukan Quraisy dipimpin oleh Harb ibnu Umayah. Bani Abdul Muthalib juga tergabung dalam pasukan dan dikepalai oleh Az Zubair ibnu Abdul Muthalib, yang dikenal senior.

Dalam peperangan itu, Muhammad SAW juga hadir. Saat itu, tugas Nabi Muhammad yang masih remaja adalah mengisikan panah ke busur yang hendak dipanahkan oleh paman-pamannya.

Perang Fijar Diakhiri dengan Perjanjian

Perang Fijar usai setelah terjadi perdamaian yang dikenal dengan peristiwa Hilful Fudhul. Perjanjian tersebut terjadi di rumah Abdullah bin Jud’an At-Taimi, dan dihadiri oleh semua kafilah. Isi perjanjiannya adalah adanya kesepakatan dan usaha untuk selalu membela siapapun yang didzolimi oleh penduduk Mekah. Siapapun yang mendzolimi akan dihukum sampai ia mengembalikan hak-hak orang yang didzolimi.

Sebelumnya, perjanjian Hilful Fudhul tersebut bisa terjadi karena kafilah Zabid dari Yaman datang ke Mekkah membawa barang dagangannya. Ia menjualnya kepada seseorang bernama Al-‘Ash bin Wail As-Sahmi, yang kemudian enggan membayar barang yang dibelinya. Anggota kafilah tersebut merasa didzolimi dan kemudian naik ke gunung Abi Qubais. Saat itu, petinggi Quraisy masih berkumpul sehingga mereka bisa mendengar pedagang tersebut berteriak meminta agar hak-haknya dikembalikan.

webinar umroh.com

Mendengar seruan pedagang tersebut, Az-Zubair bin Abdul Muthalib kemudian berkata bahwa orang tersebut tidak mungkin dibiarkan terus. Hal ini kemudian membuat mereka berkumpul di rumah Abdullah Bin Jud’an. Ia adalah seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Abu Bakar As Siddiq.

Di rumah itulah kemudian terjadi perjanjian bahwa mereka akan bersatu agar orang-orang yang teraniaya dikembalikan haknya. Mereka kemudian menemui Al-‘Ash bin Wail dan mengambil paksa barang dagangan yang telah diambilnya. Barang tersebut kemudian dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Nabi Muhammad SAW juga hadir dalam perjanjian tersebut.

Mencerminkan Karakter Bangsa Arab Kala Itu

Perang Fijar saat itu semakin meluas karena masing-masing pihak sangat memegang perjanjian dengan kaum-kaum yang bersekutu dengannya. Hal tersebut menjadi sebuah gambaran bahwa bangsa Arab saat itu sangat memegang janji. Bahkan hingga mengalahkan logika dan aturan dari Allah (untuk menjaga agar tidak ada peperangan di bulan haram). Hingga kemudian muncullah perjanjian di rumah Abdullah tersebut.

Perjanjian perdamaian tersebut sangat berdampak besar bagi Rasulullah. Isi perjanjian tersebut utamanya adalah bahwa kaum Quraisy akan menjamin keselamatan siapa saja yang datang ke Tanah Haram.

Perjanjian tersebut diceritakannya dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi. Rasulullah bersabda, “Aku menghadiri sebuah perjanjian di rumah Abdullah bin Jud’an. Tidaklah ada yang melebihi kecintaanku pada unta merah kecuali perjanjian ini. Andai aku diajak untuk menyepakati perjanjian ini di masa Islam, akupun akan mendatanginya”.

Tommy Maulana

Alumni BUMN perbankan yang tertarik berkolaboraksi dalam bidang SEO, Umroh, Marketing Communication, Public Relations, dan Manajemen Bisnis Ritel.