Pada masa Umar menjadi khalifah, kaum Muslimin berhasil menaklukan dua kerajaan besar kala itu, yaitu Romawi dan Persia. Kekalahan itu membuat bangsa Persia akhirnya mengalami kehidupan yang berubah drastis. Bangsa Persia yang sebelumnya dikenal tinggi karena peradabannya, akhirnya banyak yang menjadi budak di Madinah. Budak-budak Persia itu tinggal di rumah para petinggi Madinah.
Salah satu yang juga tinggal di Madinah adalah seorang bangsa Persia bernama Hurmuzan. Ia telah memeluk Islam, namun konon hanya luarnya saja ia tampak membela Islam. Di dalam hatinya, masih tersimpan dendam karena kaum Muslimin menaklukan tanah kelahirannya. Dendam kepada kaum Muslimin masih membara di dalam diri Hurmuzan, terlebih kepada Umar.
Di rumah Hurmuzan, kerap tampak budak-budak Persia mengunjungi rumahnya. Hurmuzan dikabarkan sudah tidak semulia saat masih ada di Persia, namun rumahnya masih menjadi tempat berkumpul para budak Persia di Madinah. Mereka selalu tampak membicarakan sesuatu yang tidak diketahui oleh kaum muslimin lainnya. Salah seorang yang selalu datang ke rumah Hurmuzan adalah Abu Lu’luah.
Budak Salah Seorang Sahabat
Abu Lu’luah merupakan budak dari salah seorang Sahabat, Mughirah bin Syu’bah. Suatu hari, Abu Lu’luah menemui Umar saat Amirul Mu’minin itu sedang berjalan-jalan di pasar.
Abu Lu’luah berkata, “Yaa Amirul Mu’minin, tolong selesaikan urusanku dengan Mughirah bin Syu’bah. Banyak sekali upahku yang tertinggal pada tangannya”. Diceritakan saat itu, Mughirah menetapkan untuk mengambil sejumlah uang dari tangannya.
Umar bertanya, “Berapakah upahmu itu?”. Abu Lu’luah menjawab, “Dua Dirham”.
Umar kemudian bertanya lagi, “Apakah pekerjaan yang engkau kerjakan dengannya?”. Abu Lu’luah menjawab, “Tukang kayu, tukang ukir, dan tukang besi”.
“Menurut pandanganku, sudah banyak upah yang engkau terima”, kata Umar. Umar kemudian menyarankan kepada Abu Lu’luah untuk bertaqwa kepada Allah, dan berbuat baik kepada Tuannya. Itu dilakukan untuk menenangkan Abu Lu’luah.
Umar berencana untuk berbicara kepada Mughirah, namun tidak disampaikannya kepada Abu Lu’luah. Umar kemudian berkata, “Aku mendengar kabar bahwa engkau pun sanggup membuat tepung yang bisa ditumbuk dengan angin”. Abu Lu’luah menjawab, “Memang aku bisa”.
Umar lalu berkata, “Kalau begitu, buatkanlah untukku tepung yang semacam itu”. Abu Lu’luah kemudian menjawab, “Akan aku buatkan Tuan tepung yang paling bagus, yang kelak akan masyhur buatannya dari Masyrik sampai ke Maghribi”. Abu Lu’luah kemudian berlalu.
Umar mencium ada gelagat tidak beres pada ucapan budak itu. Umar kemudian berkata, “Budak itu rupanya telah mengancamku”. Abu Lu’luah memang tidak menerima apa yang disampaikan Umar. Ia mengira Umar tidak mempedulikannya. Sambil berlalu, ia bergumam, “Keadilannya untuk semua orang kecuali aku”. Timbul keinginan dalam hatinya untuk membunuh Umar.
Umar Terbunuh
Suatu hari, ketika kaum Muslimin melaksanakan Shalat Subuh dengan diimami Umar, Abu Lu’luah merangsek masuk ke dalam masjid dan menikam Umar sebanyak tiga kali. Para Sahabat yang ada di barisan Shaf belakang mendengar Umar berteriak. “Awas! Ada anjing, aku sudah dibunuhnya”. Umar tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang menikamnya dengan pisau bermata dua.
Umar yang telah rebah kemudian mencari Abdurrahman bin Auf. Dimintanya Abdurrahman bin Auf untuk menjadi imam. Ia kemudian memimpin shalat dengan bacaan yang pendek-pendek. Usai shalat, para Sahabat kemudian membawa Umar untuk merawatnya. Namun, takdir Allah berkehendak lain. Tiga hari setelah ditikam, Umar bin Khattab menghembuskan nafasnya yang terakhir.