Suatu hari, Umar bin Khattab mendatangi Rasulullah dengan berlinang air mata. Umar yang datang dengan menangis itu membuat Rasulullah dan para Sahabat terkejut. Kala itu, Rasulullah sedang berdakwah kepada para Sahabat. Rasulullah kemudian bertanya, “Apa gerangan yang membuat engkau menangis, Wahai Umar?”. Umar kemudian menjawab, “Sungguh, hati saya tersentuh oleh ratapan seorang pemuda yang ada di pintu rumah”.
Si Pemuda Bertemu Dengan Rasulullah SAW
Rasulullah kemudian meminta Umar untuk menghadirkan pemuda yang dimaksud. Tidak lama, pemuda itu tiba di hadapan Rasulullah. Nabi SAW kemudian bertanya kepadanya, “Wahai pemuda, apa gerangan yang membuat engkau menangis dan meratap?”. Pemuda itu kemudian menjawab, “Wahai Rasulullah, yang membuat saya menangis adalah banyaknya dosa yang terlanjur saya lakukan. Saya takut bila Allah murka kepada saya”.
Rasulullah kemudian bertanya, “Apakah engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu?”. “Tidak”, jawabnya dengan tegas. “Apakah engkau telah membunuh orang dengan tanpa hak?”, tanya Rasulullah. “Tidak”, jawab pemuda itu.
“Allah akan mengampuni semua dosamu, meskipun dosamu itu sepenuh tujuh langit dan bumi”, kata Rasulullah, berusaha menenangkan pemuda itu. Pemuda itu kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, dosa saya lebih besar dari tujuh langit dan gunung yang tegak berdiri”.
Dosa yang Lebih Besar dari Langit dan Bumi
Para Sahabat yang mendengar jawaban pemuda itu ikut bertanya-tanya, ‘Memangnya apa yang dilakukan pemuda ini?’. Rasulullah kemudian bertanya lagi, “Apakah dosamu lebih besar dari kursi (kekuasaan) Allah?”. “Dosa saya lebih besar lagi”, katanya.
“Apakah dosamu lebih besar dari ‘Arsy?”
“Dosa saya lebih besar dari itu.”
Nabi SAW bertanya, “Apakah dosamu yang lebih besar, ataukah Allah?”
“Allah tentu lebih besar dan lebih Agung. Tetapi saya malu kepadamu, wahai Rasulullah”. Rasulullah kemudian berkata, “Janganlah engkau malu, beritahukan dosamu kepada saya”.
Pemuda itu berkata perlahan, “Wahai Rasulullah, sungguh saya adalah seorang pemuda pembongkar mayat dalam kubur sejak tujuh tahun yang lalu”. Jawaban pemuda itu sontak membuat para Sahabat terdiam.
Terdiam untuk mengatur nafas, pemuda itu melanjutkan bahwa terakhir, ia membongkar makam putri seorang Sahabat golongan Anshar. Ia tergoda bisikan syetan untuk menggaulinya. Namun atas izin Allah mayat gadis itu berbicara, “Tidakkah engkau malu kepada kitab Allah dan pada hari Dia meletakkan kursinya untuk memberikan hukum serta mengambil hal orang yang dianiaya dari yang telah menganiayanya? Mengapa engkau jadikan aku telanjang di hari penghimpunan kelak, dari orang-orang yang telah meninggal dunia? Mengapa engkau jadikan aku berdiri dalam keadaan junub di haribaan Allah?”.
Cerita pemuda itu terang saja membuat Rasulullah dan para Sahabat yang mendengarnya kaget. Bahkan, Rasulullah tampak gusar dan memintanya untuk pergi dari hadapannya. Pemuda itu kemudian pergi sambil menangis sejadi-jadinya. Ia menuju padang pasir dan berhari-hari ada di sana dalam keadaan tidak mau makan dan minum.
Si Pemuda Memohon Ampun pada Allah SWT
Pemuda yang lemas itu tersungkur di padang pasir dan memohon pada Allah dengan penuh rasa bersalah, “Wahai Tuhan, aku adalah hambaMu yang berdosa dan bersalah. Aku telah datang ke RasulMu agar ia bisa menolongku di sisiMu. Namun, ketika ia mendengar dosaku yang sangat besar, ia mengusir dan mengeluarkan aku dari pintunya. Kini aku datang ke pintuMu agar Engkau berkenan menjadi penolongku di sisi kekasihMu. Sesungguhnya, Engkau Maha Pengasih kepada hamba-hambaMU. Tak ada lagi harapanku kecuali kepadaMu. Kalau tidak mungkin, maka lebih baik kirmkan saja api neraka dari sisiMu, dan bakarlah aku dengan api itu di duniaMu ini, sebelum aku Engkau bakar di akhiratMu nanti”.
Sementara itu, Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad setelah kepergian pemuda itu. Malaikat Jibril berkata, “Wahai Rasulullah, Allah telah berkirim salam kepadaMu”.
Rasulullah menjawab salam itu. Jibril kemudian berkata, “Allah bertanya kepadamu, apakah kamu yang telah menciptakan para makhluk?”. Rasul menjawab, “Tentu saja tidak, Allah yang telah menciptakan semuanya”.
Jibril bertanya lagi, “Allah juga bertanya padamu, apakah kamu yang telah memberi rezeki pada mereka?”. Nabi SAW menjawab, “Tentu saja Allah yang telah memberi rezeki pada mereka dan kepadaku”.
“Apakah kamu yang berhak menerima taubat seseorang?”, lanjut Jibril. “Allah yang berhak menerima dan mengampuni dosa hamba-hambaNya”, kata Rasulullah.
Allah SWT Menegur Rasulullah SAW
Malaikat Jibril kemudian berkata, “Allah berfirman kepadamu, ‘Telah Kukirimkan seorang hambaKu yang menerangkan dosanya kepadamu, tapi engkau berpaling daripadanya dan sangat marah kepadanya? Lalu, bagaimana keadaan orang-orang mukmin besok, jika mereka itu datang padamu dengan dosa yang lebih besar dari gunung? Kamu adalah utusanKu yang Aku utus sebagai rahmat untuk semesta alam, maka jadilah engkau orang yang berkasih sayang kepada orang-orang beriman dan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa. Maafkanlah kesalahan hambaKu, karena aku telah menerima taubatnya dan mengampuni dosanya”.
Teguran dari Allah itu kemudian membuat Rasulullah mengutus para Sahabat untuk mencari pemuda itu. Mereka mengabarkan bahwa Allah mengampuni dosanya, dan mengajaknya untuk menemui Rasulullah.
Setibanya pada Rasulullah, ternyata beliau sedang shalat. Pemuda dan para Sahabat langsung menjadi makmum di belakangnya. Rasulullah yang kala itu membaca surat At Takatsur. Sampai kepada ayat “hatta zurtumul maqaabir (sampai kamu masuk ke dalam kubur)”, pemuda itu kemudian menjerit dan jatuh. Ketika shalat selesai, orang-orang melihatnya sudah meninggal dunia. Allah telah menerima taubatnya dan memasukkannya ke dalam kelompok hamba Allah.