Masjidil Haram merupakan tempat terpenting bagi umat muslim. Selain memiliki sejarah panjang, masjid ini juga jadi tujuan utama umat muslim beribadah haji. Di dalamnya terdapat ritual-ritual haji yang dilakukan di sana, seperti thawaf dan sa’i.
Masjid ini dibangun mengelilingi Ka’bah yang menjadi arah kiblat bagi umat Islam dalam mengerjakan ibadah Sholat. Allah subhanahuwata’ala menetapkan hukum-hukum khusus untuk masjid ini dalam Al Quran, yang berbeda dari mesjid lainnya. Seperti beribadah di sini pahalanya 100.000 kali lipat dari masjid lainnya.
Masjid terbesar di dunia ini memiliki luas mencapai 356.800 meter persegi dengan kemampuan menampung jamaah sebanyak 820.000 jamaah ketika musim Haji dan mampu bertambah menjadi dua juta jamaah ketika sholat Ied.
Baca Juga: Ingin Melihat Indahnya Masjidil Haram? Segera Cari Paket Umrohmu!
Masjid Pertama yang Dibangun di Bumi
Setelah mengetahui betapa agungnya Masjidil Haram ini, mari kita tengok sejarah panjang masjid. Sejarah masjid ini tidak lepas dari sejarah Kak’bah pada masa Nabi Ibrahim ‘alayhissalam. Allah mengatakan, dalam Surah Ali Imran ayat 96, bahwa Masjidil Haram merupakan masjid pertama yang dibangun di muka bumi.
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
Artinya: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS. Ali Imran: 96)
Juga sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar berkata:
Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masjid pertama yang dibangun di muka bumi?, ia menjawab: “Masjidlil haram”.
Saya berkata: Lalu setelah itu?, beliau menjawab: “Masjidil Aqsha”. Saya berkata: Berapa tahun jarak dibangunnya antara kedua masjid tersebut ?, beliau menjawab: “40 tahun”.
Bangunan Ka’bah yang merupakan qiblat umat Islam, terletak di tengah Masjidil haram yang tingginya mencapai 15 meter, seperti kamar besar yang berbentuk kubus, dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam melalui perintah Allah sebagai berikut:
وَإِذْ بَوَّأْنَا لإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat (petunjuk) kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku` dan sujud” (QS. al Hajj: 26)
Baca Juga : Tempat Berbelanja di Mekkah
Serangan Pasukan Gajah ke Ka’bah
Pasca dibangunnya Ka’bah, sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan, seluruh umat muslim maupun non muslim berbondong-bondong menuju Ka’bah untuk beribadah. Hal ini membuat Raja Abrahah di Yaman geram, dan membuat tandingan Ka’bah, berupa gereja “Al Qullais”.
Karena jemaah haji tidak mau berkunjung ke Al Qullais tersebut, Abrahah pun semakin geram, dan memutuskan bersama pasukan gajahnya menyerbu Ka’bah. Warga Mekkah yang tidak siap dan minim persenjataan, hanya bertawakal pada Allah dengan melihat penyerangan tersebut dari bukit-bukit di sekitar Ka’bah.
Sesampainya di depan Ka’bah, pasukan gajah Raja Abrahah itu dihujani bebatuan yang sangat panas, sehingga membuat badannya terluka dan mati. Bebatuan tersebut dibawa sekelompok burung ababil atas perintah Allah ta’ala. Sekelompok burung Ababil tersebut, masing-masing membawa tiga batu kecil, satu di paruhnya, dan dua lagi di kakinya. Allah telah menyebutkan kejadian tersebut dalam Al Qur’an, pada surat Al Fiil ayat 1-5.
Fase Pembangunan Kakbah
Ulama sekaligus ahli sejarah Arab Saudi, Wahab bin Munabbih berkata: “Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, kemudian ‘Amaliqah, kemudian Jurhum, kemudian Qushai bin Kilab dari kabilah Quraiys. Mereka orang-orang Quraisy membangun Ka’bah dari bebatuan yang berasal dari lembah yang mereka pikul dipundak mereka, tinggi bangunan mencapai 20 hasta. Jarak antara bangunan Ka’bah dan perintah membangunnya selama 5 tahun, dan antara pintu keluar dan bangunannya selama 15 tahun.
Ada kisah yang terkenal ketika kaum Qurays tersebut membangun Ka’bah, ketika sampai di pojok (tempat hajar aswad) mereka berselisih siapa yang lebih berhak untuk mengembalikannya?
Sampai satu sama lain dari mereka beradu argumen lalu salah satunya berkata: “Kami sepakat untuk memberikannya kepada seseorang yang pertama kali mendatangi jalan ini. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama kali mendatanginya, ia pada saat itu masih seorang pemuda, mereka sudah menjadikannya hakim (penentu) untuk memutuskan peletakan hajar aswad.
Maka Rasulullah meletakkan kainnya, dan meyuruh ketua setiap kabilah untuk memegang tiap ujung kain tersebut, mereka pun mengangkat kain tersebut untuk dibawa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaulah yang meletakan hajar aswad tersebut pada tempatnya.
Baca Juga: Tips Ibadah Umroh atau Haji di Masjidil Haram
Tembok yang Mengelilingi Ka’bah Cikal-Bakal Masjidil Haram Dibangun
Pada zaman Rasulullah, Ka’bah tidak memerlukan tembok yang mengelilinginya. Sampai pada zaman sahabat menjadi klahifah, tembok tersebut dibutuhkan. Pertama kali dinding yang mengelilingi Ka’bah dibangun pada masa Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Kebijakan tersebut diambil oleh Umar disebabkan banyak rumah-rumah warga sekitar yang terus mendekati Ka’bah, maka Umar berkata: “Sesungguhnya Ka’bah ini adalah Baitullah, dan setiap rumah harus memiliki halaman, dan bangunan kalian semua telah memasuki halaman Ka’bah, bukannya halaman Ka’bah yang memasuki rumah kalian”.
Umar pun membeli rumah-rumah yang berdekatan dengan Ka’bah dan menghancurkannya untuk memperluas halaman Ka’bah. Bagi sebagian warga yang menolak untuk dibeli Umar tetap menghancurkan rumah-rumahnya dengan tetap menyediakan ganti ruginya agar bisa dimanfaatkan pada saatnya nanti. Beliau membangun dinding tanpa pondasi dan meletakkan lampu di atasnya.
Kemudian pada masa Utsman juga membeli rumah-rumah yang lain dengan harga yang lebih mahal tentunya, bahkan diriwayatkan bahwa beliau yang pertama kali memberinya atap pada saat ada perluasan masjid. Sedangkan pada masa Ibnu Zubair beliau mendetailkan (memperindah) bangunannya dan tidak memperluasnya, ia memberinya tiang yang berhias batu marmer, dan memperindah pintunya.
Setelah itu pada masa Abdul Malik bin Marwan ia menambahkan tinggi dinding masjid, dan membawakan pagar dari Mesir lewat laut ke Jeddah dan dari Jeddah segera dibawa ke Makkah dan menyuruh Hajjaj bin Yusuf untuk memolesnya. Ketika al Walid bin Abdul Malik memimpin ia menambahkan perhiasan Ka’bah, dan merubah pancuran dan atapnya. Setelah itu Manshur dan anaknya Mahdi naik menjadi khalifah, keduanya juga menambah keindahan masjid.
Di dalam Masjidil Haram terdapat beberapa situs diniyah, yaitu maqam (tempat berdiri) Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,ialah batu tempat pijakan kaki beliau ketika membangun Ka’bah. Demikian juga sumur zam-zam ia adalah mata air yang Allah ta’ala keluarkan untuk ibunda Hajar dan anaknya Isma’il alaihis salam ketika keduanya sedang kehausan.
Di Masjidil Haram juga terdapat hajar aswad, yang berasal dari bebatuan surga, demikian juga Maqam Ibrahim. Sebagaimana hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad dari Abdullah bin Amr berkata: Saya mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Sesungguhnya pojok (hajar aswad) dan maqam Ibrahim adalah batu mulia yang berasal dari bebatuan surga, yang Allah hilangkan cahayanya, andai saja tidak dihilangkan maka keduanya akan menyinari seluruh ufuk timur dan barat”. (HR. Tirmidzi)