Sudah tidak kita pungkiri lagi bahwa Nabi Muhammad merupakan tokoh yang paling kita teladani dan dia benar-benar menjadi role model sempurna untuk semua umat islam yang ada di bumi ini. Kita sebagai umat islam tentunya juga diwajibkan untuk mencintai beliau. Meski Rasulullah sendiri sudah lama wafat, namun tetap banyak bentuk perbuatan yang bisa kita lakukan sebagai wujud kecintaan kita kepada beliau. Wujud yang paling nyata tentu saja dengan mengamalkan segala ajaran beliau, mentaati segala perintah dan nasehat yang pernah disampaikan beliau, berusaha menjaga segala bentuk peninggalan dan wasiat beliau, serta selalu memuliakan beliau dengan sering mengucapkan shalawat dan salam yang ditujukan kepadanya. Namun selain bentuk-bentuk tersebut, tidak ada salahnya jika kita juga berusaha mengetahui silsilah dan beberapa leluhur beliau. Dengan mengetahui leluhur beliau, bisa saja membuat pengetahuan dan juga rasa cinta kita terhadap beliau juga bertambah. Berikut beberapa leluhur Nabi Muhammad:
- ABDULLAH, ayah
Abdullah adalah ayah dari Nabi Muhammad SAW. Beliau merupakan saudara kandung dari Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad sendiri memang tidak pernah sedikit pun merasakan kasih sayang ayahnya bahkan sekedar melihat wajahnya secara langsung. Karena kita semua mengetahui jika Abdullah sendiri sudah wafat ketika Nabi Muhammad masih berada dalam kandungan dan belum terlahir ke dunia ini. Namun ada salah satu kisah paling menarik dari Abdullah yang perlu kita ketahui. Salah satunya adalah beliau terkenal ketika berjalan pada siang hari, maka aroma misik, minyak wangi yang disukai rasulullah dan ambar menyebar dari tubuhnya yang membuat tubuhnya menjadi begitu wangi. Dan pada saat dia berjalan pada malam hari, cahaya terang bagaikan lampu memancar dari wajahnya. Karena itulah penduduk Mekkah menyebut beliau dgn sebutan Misbahul Harom.
- ABDUL MUTHALIB, kakek.
Nama aslinya adalah Syaibatul Hamdi yang memiliki arti sehelai uban yang terpuji. Beliau diberi nama seperti itu karena beliau lahir dengan kondisi yang mempunyai sehelai uban di rambut kepalanya. Beliau diberi gelar Abdul Muthalib karena ketika paman beliau yang bernama Muthalib pulang bersama dengan dia dari Kota Madinah. Dan ketika beliau memasuki Kota Mekkah, para penduduk melihat cahaya di wajahnya yang memancar ke segala arah.
Mereka akhirnya menghampiri Sayyid Muthalib dan kemudian bertanya akan identitas anak yang dibawanya tersebut. Dan Sayyid Muththolib menjawab: “Hadza ‘Abdii” (ini adalah hambaku, hamba yang dimaksud disini adalah keponakan). Dan mereka pun berkata: “Alangkah banyaknya cahaya dari Abdul Muthalib, alangkah tampannya Abdul Muthalib.” Abdul yang dimaksud disini sama dengan keponakan yang mengacu pada kata kepemilikan untuk seseorang. Sehingga keponakan yang dibawa oleh Muthalib pun disebut dengan Abdul Muthalib. Itulah mengapa kakek Nabi Muhammad yang bernama asli Syaibatul Hamdi akhirnya lebih familiar dengan sebutan Abdul Muthalib. Beliau meninggal di Burman dan dimakamkan di Hajun yang letaknya dekat dengan daerah Yaman dalam usia 140 berdasarkan opini yang mu’tamad. Namun terdapat juga perbedaan pendapat lain yang mengatakan jika Abdul Muthalib wafat di usia 110 tahun.
- HASYIM, buyut.
Adalah kakek buyut dari Nabi Islam Muhammad dan nenek moyang dari Bani Hasyim klan dari suku Quraisy di Mekah. Nama lahirnya adalah ‘Amr al-ʻUlā (bahasa Arab: عمرو العلا). Pada suatu masa dalam hidupnya sebelum kematian ayahnya, ‘Amr memilih untuk dirinya sendiri nama Hashim, karena itu adalah nama yang digunakan Tuhan untuk Abraham (‘ Amr adalah seorang Hanif, mengikuti ‘agama Abraham’). Namun penjelasan lain dari sejarawan islam untuk asal mula nama Hashim ada yang berbeda. Penjelasan lain mengatakan bahwa `Amr disebut Hashim karena Hashim diterjemahkan sebagai orang yang dermawan, dimana beliau memang terkenal akan kedermawanannya. Para sejarahwan berbeda pendapat juga mengenai usia hidup beliau. Ada yang mengatakan 20 tahun, ada yg mengatakan 25 tahun.
- ABDUL MANAF, kakek ketiga.
Nama aslinya adalah Mughiroh. Beliau diberi gelar Abdul Manaf yang memiliki arti orang yang tinggi, karena beliau adalah orang mulia di tengah kaumnya. Ada juga yang mengatakan karena beliau adalah orang yang jangkung. Sebelumnya, beliau juga digelari Qomarul Bath-haa (rembulannya tanah Mekkah) karena ketampanannya. Namun yang jelas, beliau meruapakan orang yang terpandang dan dihormatiAbd di zaman kehidupan ayahnya. Meski begitu, Qusai sang ayah lebih suka pada anak sulungnya Abd ad-Dar dan menginvestasikan semua hak, kekuasaan, dan mengalihkan kepemilikan Dewan Majelis miliknya sesaat sebelum kematiannya.
Setelah kematian Quṣayy, Abd Manaf memperebutkan warisan ini, Dia didukung oleh keponakannya Asad, pamannya Zuhrah ibn Kilab, paman ayahnya Taym ibn Murrah, Al-Harith ibn Fihr, sementara ‘Abd ad-Dar adalah didukung oleh sepupu mereka Makhzum, Sahm, Jumah, pamannya Adi, dan keluarga lainnya. Efek dari konflik ini berlanjut di antara keturunan mereka, terutama di bawah putra Abdul Manaf, Hashim, hingga mempengaruhi sejarah internal Mekkah sampai dengan masa Nabi Muhammad. Beliau adalah buyut Baginda Nabi, canggah Sayyidina Utsman, dan Sembilan generari di atas Imam Syafi’i. Beliau wafat di Gaza, Palestina.
- QUSHOYY, kakek keempat.
Nama aslinya adalah Mujammi’ yang memiliki arti pemersatu. Beliau diberi nama itu karena melalui beliau Allah mempersatukan suku-suku keturunan Sayyid Fihr yaitu suku Quroisy. Beliau memiliki gelar Qushoyy yang memiliki arti orang yang jauh. Beliau diberi gelar demikian karena pernah tinggal jauh dari sanak keluarganya yang berada di Mekkah. Ketika itu setelah ayah beliau meninggal, ibu beliau yang bernama Fathimah binti Sa’ad membawanya pergi ke Yaman dan tinggal bersama suku Qudlo’ah.
- KILAB, kakek kelima (jika dari garis ibu, beliau adalah kakek keempat).
Nama aslinya adalah Hakim. Beliau diberi gelar Kilab yang memiliki arti orang yang banyak memiliki anjingnya. Beliau diberi gelar demikian karena beliau memang hobi berburu dengan menggunakan anjing pemburu. Qusai lahir di suku Quraish. Ayahnya adalah Kilab ibn Murrah yang meninggal ketika Qusai masih bayi. Menurut riwayat, beliau adalah keturunan Nabi Ibrahim (Abraham) melalui putranya Ismail (Ismael). Kakak sulungnya yang bernama Zuhrah ibn Kilab adalah nenek moyang dari kaum Banu Zuhrah. Setelah ayahnya meninggal, ibunya yang bernama Fatimah binti Sa’d ibn Sayl menikah dengan Rabi’ah ibn Haram dari suku Bani Azra, yang membawanya ke Suriah, di mana ia melahirkan seorang putra bernama Darraj.
- MURROH, kakek keenam.
Murrah ibn Ka’b ibn Luay ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik adalah seorang pria dari suku Quraish, yang banyak disinyalir hidup di abad ke-4. Dia adalah kakek keenam dari Nami Muhammad. Beliau juga kakek keenamnya Sayyidina Abu Bakar. Selain itu, nasab Imam Malik dan nasab Baginda Nabi juga bertemu di beliau. Dia adalah leluhur yang sama dari keempat kakek Nabi Muhammad. Dia juga merupaka leluhur yang sama dari enam di antara delapan nenek moyang Nabi Muhammad.
- KA’AB, kakek ketujuh.
Ka’b Lu’ayy dilahirkan pada tahun 305, di Mekah, Arab Saudi dari orang tua yang bernama Lu’ayy ibn Ghalib dan Ma’wiya binti Ka`b ibn al-Qayn ibn Jasr ibn Shay ‘Allah ibn Asad ibn Wabara ibn Taghlib ibn Hulwan ibn Imran ibn al-Haf ibn Quda’a. Ibunya memiliki nama asli ‘Atikah binti Kahil Ibn’ Udhrah. Beliau diberi nama Ka’ab yang memiliki arti bamboo, karena beliau memang memiliki postur yang tinggi/jangkung. Beliau adalah kakek kedelapannya Sayyidina Umar.
- LU-AYY, kakek kedelapan.
Tidak banyak memang riwayat yang menceritakan tentang Lu-ayy yang merupakan kakek kedelapan Nabi Muhammad.
10. GHOLIB, kakek kesembilan.
Beliau dinamakan Gholib (pemenang) karena beliau selalu dapat mengalahkan musuh-musuhnya. Tidak banyak juga ditemukan riwayat yang menceritakan detail tentang Gholib, kakek kesembilan Nabi Muhammad ini.
Note: Untuk 4 generasi di atas Nabi Muhammad kita sebut dengan kakek ketiga, 5 generasi di atasnya kita sebut dengan kakek keempat, begitu seterusnya. Karena ayah dari kakek atau kakek kedua masih lazim kita sebut dengan istilah buyut. Sedangkan kakek dari kakek atau atau ayah dari buyut tidak memiliki istilah yang populer dan lazim dalam Bahasa Indonesia, karena itulah kita menyebutnya dengan kakek ketiga. Demikian juga dengan istilah untuk generasi di atasnya lagi yang kita sebut kakek keempat, kakek kelima, dst.