Salah satu hari bersejarah bagi umat muslim adalah hari Asyura. Di hari yang jatuh pada tanggal 10 Muharram itu, ada tiga peristiwa penting bersejarah bagi perkembangan Islam.
Nabi Nuh Diselamatkan dari Banjir
Banjir bandang membinasakan kaum Nabi Nuh yang ingkar terhadap Allah. Sebelum banjir datang, Allah telah memerintahkan Nabi Nuh membangun kapal besar (bahtera) untuk menyelamatkan diri beserta kaumnya yang beriman. Nabi Nuh pun membuat kapal berukuran sangat besar.
Baca juga: Serba-serbi Puasa Muharram yang Perlu Diketahui
Tanggal 10 Muharram diyakini sebagai tanggal keluarnya Nabi Nuh dari dalam kapal. Setelah terombang-ambing di atas banjir selama lima bulan. Bahtera ini mulai dinaiki Nabi Nuh dan pengikutnya pada bulan Rajab hari ke-10. Selama 150 hari, kapal berlayar di atas banjir bandang yang menerjang bumi.
Bahtera yang dinaiki Nabi Nuh kemudian terdampar di atas Gunung Judi. Bahtera Nabi Nuh berlabuh selama satu bulan. Hingga Nabi Nuh dan pengikutnya keluar dari kapal pada tanggal 10 Muharram.
Baca juga: Sudah Sholat Hari Ini? Cek Jadwal Lengkapnya di Sini
Konon, banjir yang menerpa di masa Nabi Nuh menyapu seluruh daratan di permukaan bumi. Banjir dahsyat itu menenggelamkan semua orang kafir, hingga tak bersisa.
Kapal yang dibangun Nabi Nuh disebut-sebut sebagai kapal yang sangat besar. Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, panjang bahtera Nabi Nuh adalah 1.200 hasta atau 540 meter. Sedangkan lebarnya 600 hasta atau 270 meter. Dan terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama dihuni hewan ternak dan binatang buas. Lantai kedua dihuni oleh manusia. Lantai ketiga menjadi tempat bagi burung-burung.
Dituturkan oleh Ibnu Abbas, Nabi Nuh menaiki bahtera bersama 80 orang pengikutnya beserta keluarga. Bahtera sempat diarahkan Allah menuju Mekah, dan berputar-putar selama 40 hari mengelilingi Ka’bah. Hingga kemudian bahtera diarahkan Allah menuju Gunung Judi.
Baca juga: Mau Mengajak Satu Keluarga Umroh Bersamaan? Begini Caranya
Nabi Musa dan Pengikutnya Selamat dari Kejaran
Kala itu 10 Muharram, Nabi Musa dan Bani Israil menghindari kejaran tentara Fir’aun hingga tersudut di tepi Laut Merah. Beberapa ahli tafsir menuturkan bahwa Nabi Musa memimpin rombongan Bani Israil yang jumlahnya sekitar 600.000 orang. Sementara Fir’aun mengejar mereka bersama 1.600.000 orang tentara dengan 100.000 kuda jantan berwarna hitam.
Nabi Musa yang tersudut bersama kaumnya lalu mendapat mukjizat. Allah memerintahkan beliau untuk memukulkan tongkat ke Laut Merah yang ada di depannya. Laut Merah kemudian terbelah dan menjadi jalan bagi Nabi Musa serta Bani Israil melanjutkan perjalanan menghindari kejaran Fir’aun. Saat Fir’aun dan tentaranya melewati laut yang terbelah, Allah menutup kembali Laut Merah sehingga mereka tenggelam.
Pertolongan Allah tersebut sangat disyukuri oleh Nabi Musa. Sebagai rasa syukur, beliau memerintahkan kaumnya untuk berpuasa setiap tanggal 10 Muharram. Tradisi ini terus berlanjut hingga masa Nabi Muhammad.
Ketika berada di Madinah, Rasulullah SAW mendapati kaum Yahudi juga berpuasa di tanggal 10 Muharram. Sebelumnya Rasulullah SAW juga melaksanakan puasa 10 Muharram yang sudah menjadi tradisi masyarakat Quraisy.
Baca juga: Kalender Tahun Baru Islam
Nabi Muhammad yang bertanya kepada kaum Yahudi mendapat penjelasan bahwa puasa 10 Muharram adalah perintah dari Nabi Musa sebagai rasa syukur. Nabi Muhammad kemudian berkata pada kaumnya bahwa sesungguhnya kaum muslimin lebih berhak dan lebih utama untuk berpuasa di tanggal 10 Muharram. Beliau memerintahkan para Sahabat berpuasa di hari itu juga. Puasa 10 Muharram menjadi ibadah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW.
Terbunuhnya Husain, Cucu Kesayangan Nabi Muhammad SAW
Jika peristiwa 10 Muharram sebelumnya menjadi sejarah yang menggembirakan, berbeda dengan peristiwa ini. Sebuah kisah pilu terjadi pada 10 Muharram.
Cucu Nabi Muhammad, Husain, dibunuh di Karbala oleh pengkhianat Kuffah pimpinan Yazid bin Mu’awiyah. Mereka adalah Syamir bin Dzi al-Jausyan, Husain bin Numair, Zur’ah bin Syarik al-Tamimi, Khauli bin Sa’ad al-Asbahi, Sinan bin Anas, dan Mahfaz bin Tsa’labah.
Husain bin Ali terbunuh di usia 58 tahun, tepatnya tanggal 10 Muharram 61 Hijriyah. Ketika Husain masih kecil, kabar tentang kematiannya terbunuh oleh para pemberontak sudah disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad. Saat itu, Husain masuk ke kamar Nabi Muhammad yang sedang menerima wahyu.
Husain lalu merangkul pundak nabi dan bermain-main di atas punggung beliau. Malaikat Jibril kemudian bertanya, “Wahai Muhammad, apa engkau mencintainya?”. Rasulullah menjawab, “Wahai Jibril, bagaimana aku tidak mencintai cucuku?”.
Baca juga: Keutamaan Bulan Muharram yang Tak Banyak Diketahui
Jibril lalu bekata, “Sesungguhnya setelah kamu wafat nanti, umatmu akan membunuhnya”. Jibril pun mengambil tanah dan memberikannya kepada Rasulullah. Kata Jibril, “Wahai Muhamad, di tanah inilah cucumu akan dibunuh. Tanah itu namanya Thaf (Karbala)”.
Setelah Malaikat Jibril pergi, Rasulullah keluar membawa tanah berwarna putih itu. Beliau berkata kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, Jibril memberitahu padaku bahwa Husain, cucuku, akan dibunuh di tanah Thaf. Dan sesungguhnya setelah kepergianku nanti, umatku akan menghadapi fitnah”.
Rasulullah kemudian keluar rumah dan menemui para sahabat. Saat itu Ali, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Hudzaifah, Ammar, dan Abu Dzar tengah berkumpul. Mereka melihat Rasulullah datang sambil menangis.
Mereka pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkanmu menangis?”. Rasulullah menjawab, “Jibril memberitahuku bahwa setelah aku pergi nanti cucuku Husain akan dibunuh di tanah Thaf. Dia membawa tanah ini dan memberitahu padaku bahwa tanah ini nantinya akan menjadi tempat peristirahatan terakhir untuknya”.
Baca juga: Umroh Plus Wisata? Bisa Saja Dilakukan dengan Cara Mudah Ini