Bulan Muharram merupakan bulan yang istimewa. Bulan Muharram juga disebut dengan bulan Allah. Karena nama Muharram yang disematkan pada bulan ini adalah nama Islam (pemberian Allah). Sedangkan nama bulan lainnya dalam penanggalan Qomariyah sudah ada sebelum kedatangan Islam. Mulanya, bulan Muharram bernama bulan Safar Awal.
Baca juga: Keutamaan Bulan Muharram
Umroh.com merangkum, bulan Muharram juga merupakan salah satu bulan haram. Melakukan perbuatan maksiat di bulan ini akan membuat kita mendapat dosa berlipat-lipat. Sebaliknya, beramal sholeh di bulan Muharram akan membuat kita dianugerahi limpahan pahala.
Salah satu amal sholeh yang sangat dianjurkan adalah berpuasa. Bahkan puasa di bulan Muharram memiliki keutamaan yang besar setelah puasa di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah pada bulan Allah (yang bernama Muharram)” (HR.Muslim).
Ada Dua Puasa Muharram
Ada pendapat yang mengatakan bahwa dibolehkan berpuasa kapan saja di bulan Muharram. Namun yang paling utama adalah dua puasa yang banyak dianjurkan dan dilaksanakan oleh umat muslim. Yaitu puasa Tasu’a dan puasa Asyura.
Baca juga: Bacaan Al Quran Lengkap dan Mudah Menghafalnya Ada di Sini
Sejarah Puasa Asyura dan Tasu’a
Sejak masih tinggal di Mekah, Rasulullah sudah terbiasa melakukan puasa Asyura di tanggal 10 Muharram. Puasa ini banyak dilakukan oleh masyarakat Quraisy.
Ketika akhirnya Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau melihat kaum Yahudi juga melaksanakan puasa di tanggal 10 Muharram. Rasulullah kemudian bertanya kepada salah seorang di antara mereka, mengapa mereka melaksanakan puasa tersebut.
Orang Yahudi itu kemudian menceritakan bahwa puasa tersebut dilakukan untuk memperingati selamatnya Nabi Musa dari kejaran Fir’aun dan tentaranya. Saat Nabi Musa dan Bani Israil dikejar tentara Fir’aun, mereka terkepung hingga berhenti di tepi laut Merah. Dengan izin Allah, Nabi Musa diberi mu’jizat yang luar biasa, yaitu membelah laut. Nabi Musa dan Bani Israil akhirnya selamat dengan melintasi laut yang terbelah. Akan tetapi, Fir’aun dan tentaranya yang mengikuti akhirnya ditenggelamkan oleh Allah.
Kaum Yahudi menceritakan bahwa Nabi Musa sangat bersyukur dengan pertolongan itu. Nabi Musa kemudian memerintah kaumnya untuk berpuasa di tanggal 10 Muharram, sebagai rasa syukur dan untuk memperingati saat pertolongan Allah datang kepada mereka.
Mendengar kisah tersebut, Rasullah kemudian memerintah kaum muslimin untuk berpuasa di tanggal 10 Muharram. Menurut beliau, umat Islam lebih berhak dan lebih dianjurkan melaksanakan puasa di 10 Muharram, sehingga ia sangat menekankan agar puasa Asyura dilaksanakan.
Pertanyaan dari Para Sahabat
Ada Sahabat yang bertanya tentang perintah puasa Asyura di tanggal 10 Muharram. Menurutnya, puasa tersebut mirip dengan tradisi Yahudi dan Nasrani yang memuliakan tanggal 10 Muharram. “Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Tahudi dan Nasrani”, kata para Sahabat.
Baca juga: Keutamaan Puasa Muharram yang Perlu Diketahui
Mendengar pertanyaan para Sahabat itu, Rasulullah kemudian menganjurkan untuk menambah ibadah puasa sehari sebelumnya. Puasa tanggal 9 Muharram itu dilakukan sebagai pembeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani. Jadi di tahun berikutnya, kaum muslimin dianjurkan berpuasa Asyura di tanggal 10 Muharram, dan puasa Tasu’a di tanggal
9 Muharram
Usai memberikan perintah puasa 9 Muharram (Puasa Tasu’a), Rasulullah juga bertekad akan melaksanakan puasa Tasu’a tahun berikutnya. Beliau berkata, “Apabila tiba tahun depan, Insya Allah, kita akan berpuasa dengan tanggal 9 Muharram”. Akan tetapi, Rasulullah belum sempat melaksanakan puasa Tasu’a karena beliau wafat sebelum sempat mengerjakannya.
Waktu Pelaksanaan Puasa Tasu’a dan Puasa Asyura
Dari kisah mengenai sejarah puasa Tasu’a dan puasa Asyura, dapat diketahui bahwa puasa Tasu’a dilaksanakan pada 9 Muharram, dan puasa Asyura dilaksanakan pada 10 Muharram setiap tahunnya.
Niat Puasa Tasu’a
Puasa Tasu’a sangat dianjurkan untuk dikerjakan karena terkandung keinginan kuat Rasulullah untuk melaksanakannya. Mengerjakan puasa Tasu’a berarti melaksanakan apa yang telah diperintahkan dan diinginkan rasulullah.
Untuk melaksanakan puasa Tasu’a, tentu kita harus memiliki niat di dalam hati. Niat boleh disimpan dalam hati, atau dilafalkan secara lisan. Jika ingin melafalkan niat puasa Tasu’a, berikut adalah lafalnya.
نَوَیْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أدَاءِ سَُّ نةِ التَا سُوعَاء ﷲِِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i sunnatit Tasuu‘aa lillaahi ta‘aalaa
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah SWT”.
Niat Puasa Asyura
نوَیْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سَُّ نةِ العَا شُورَاء ﷲِِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i sunnatil aasyuuraa lillaahi ta‘aalaa
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah SWT”.
Jika niat dilakukan pada pagi harinya, puasa tetap sah. Dan kita bisa membaca niat puasa Asyura berikut.
نَوَیْتُ صَوْمَ هَذَا الیَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سَُّ نةِ العَا شُورَاء ﷲِِ تَعَالَى
Nawaitu shauma haadzal yaumi ‘an adaa’i sunnatil aasyaaraa lillaahi ta‘aalaa
Artinya: Aku berniat puasa sunah Asyura hari ini karena Allah SWT”.
Baca juga: Kalender Tahun Baru Islam Bisa Dilihat di Sini
Keutamaan Puasa Tasu’a dan Asyura
Keutamaan Puasa Tasu’a dan Asyura adalah berada di dalam bulan yang mulia, yaitu bulan Muharram. Bulan Muharram termasuk dalam empat bulan haram yang dimuliakan. Dalam surat At Taubah ayat 36, Allah berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…”.
Rasulullah menjelaskan empat bulan haram yang dimaksud dalam sabda beliau, “Dalam satu tahun ada 12 bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan secara berurutan adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajabnya Mudhor yang berada di antara Jumada dan Sya’ban” (HR.Bukhori).
Nama ‘Muharram’, yang tercantum kata ‘haram’, menunjukkan bahwa bulan ini sangat mulia. Kata ‘Haram’ berarti adanya larangan untuk melakukan perbuatan maksiat dan dzalim di bulan tersebut.
Bulan Muharram disebut juga dengan Sayahrullah atau bulannya Allah. Karena nama Muharram merupakan pemberian Allah dan digunakan sejak Islam hadir. Berbeda dengan nama bulan lainnya dalam penanggalan Qomariyah, yang sudah ada sejak zaman Jahiliyah. Sebelumnya, bulan Muharram disebut bulan Safar Awal.
Merupakan Puasa yang Utama
Puasa Tasu’a dan Asyura merupakan puasa yang utama setelah puasa wajib di bulan Ramadhan. Ada Sahabat bertanya, “Shalat manakah yang lebih utama setelah shalat fardhu, dan puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?”. Rasulullah menjawab, “Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat di tengah malam dan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (yakni) Muharram”.
Baca juga: Banyak Paket Umroh Menarik di Sini, Yakin Cuma Didiemin?
Puasa Tasu’a dan Asyura dilakukan di bulan Muharram secara berurutan pada tanggal 9 dan 10. Mengerjakan puasa Tasu’a dan Asyura berarti mengerjakan amalan puasa yang keutamaannya sangat tinggi.
Menghadirkan Pahala Berlimpah
Karena termasuk bulan haram, semuanya dilipatgandakan di bulan Muharram. Jika mengerjakan maksiat, maka dosa akan dilipatdandakan. Sebaliknya, jika mengerjakan amal sholeh, maka pahala yang diberikan juga berlipat ganda.
Puasa sunnah merupakan salah satu amal sholeh yang diajarkan Rasulullah. Dengan demikian, keutamaan puasa Tasu’a dan Asyura adalah mendatangkan pahala yang melimpah bagi siapa saja yang mengerjakannya karena Allah Ta’ala.
Amalan yang Menjadi Pembeda dengan Kaum Yahudi dan Nasrani
Jika dilaksanakan bersamaan, puasa Tasu’a dan Asyura menjadi amalan pembeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani. Karena mereka juga memuliakan tanggal 10 Muharram serta biasa berpuasa di saat itu.
Ketika baru hijrah, Rasulullah mendapati orang Yahudi di Madinah juga berpuasa di tanggal 10 Muharram. Beliau bertanya kepada salah seorang Yahudi. Ia menjawab bahwa puasa yang dilakukan merupakan perintah Nabi Musa. Tujuannya sebagai rasa syukur karena Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun di tanggal 10 Muharram.
Mendengar penjelasan itu, Rasulullah kemudian memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa di tanggal 10 Muharram atau hari Asyura. Menurut beliau, umat Islam lebih utama untuk mengerjakan puasa tersebut.
Ada Sahabat yang mempertanyakan perintah puasa itu. Menurutnya, ibadah tersebut menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani yang memuliakan tanggal 10 Muharram. Rasulullah kemudian memerintah kaum muslimin untuk berpuasa juga di tanggal 9 Muharram, yang kini dikenal dengan Puasa Tasu’a. Jika dikerjakan berturut-turut, maka kita telah melaksanakan anjuran Nabi untuk membedakan amalan dari kaum Yahudi dan Nasrani.
Menghapus Dosa Satu Tahun yang Lalu
Keutamaan puasa Asyura jika dikerjakan adalah dihapuskannya dosa setahun sebelumnya. Rasulullah pernah menjelaskan dalam sabdanya, bahwa beliau berharap Allah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dengan mengerjakan puasa Asyura.
Para ulama kemudian menjelaskan bahwa dosa yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil. Seluruh dosa kecil akan diampuni Allah jika mengerjakan puasa Asyura, kecuali dosa yang besar.
Melaksanakan Anjuran Rasulullah
Keutamaan Puasa Asyura dan Tasu’a lainnya adalah mengerjakannya berarti melaksanakan anjuran Rasulullah. Rasulullah memang tidak mengerjakan puasa Tasu’a. Karena perintah itu diberikan pada kaum muslimin untuk tahun berikutnya, setelah ada Sahabat yang bertanya tentang ibadah puasa Asyura yang menyerupai ritual Yahudi dan Nasrani. Rasulullah bersabda, “Apabila tahun depan, Insya Allah kita akan berpuasa dengan tanggal 9 Muharram”. Sayangnya, Rasulullah tidak sempat melaksanakan puasa Tasu’a karena telah wafat.