Umroh.com – Manusia yang hidup di dunia hendaknya memiliki aqidah. Keyakinan kuat terhadap sesuatu tanpa sedikit pun keraguan. Tujuan aqidah ialah menjadi pegangan hidup bagi diri seseorang. Di dalam Islam, hal ini diwujudkan melalui keimanan kepada Allah SWT beserta malaikat-Nya, kitab -Nya, para rasul-Nya, hari akhir, serta qada dan qadar.
Baca juga: Harus Senantiasa Dikuatkan, Ini 6 Fungsi Aqidah
Istilah Aqidah Dirumuskan oleh Para Ulama
Umroh.com merangkum, kata “aqidah” sesungguhnya tidak terdapat dalam Al Quran atau Sunnah. Para ulama menggunakan istilah ini untuk mengajarkan ilmu serta keyakinan tentang Islam. Ada juga istilah lain yang disampaikan para ulama, yaitu:
1. Al Fiqhul Akbar
Istilah ini pertama kali digunakan Imam Abu Hanifah (150 H) dalam kitab Al Fiqhul Akbar. Penggunaan istilah ilmu fiqih zaman dahulu mencakup ilmu agama. Baik ilmu aqidah yang bersifat batin, maupun hukum-hukum yang sifatnya zhahir. Para ulama menilai ilmu aqidah lebih agung dibanding ilmu cabang hukum zhahir yang merupakan fiqhul ashghor.
Mau dapat tabungan umroh hingga jutaan rupiah? Yuk download aplikasinya di sini sekarang juga!
2. Al Iman
Istilah ini berasal dari kata yang paling banyak disebutkan oleh Al Quran dan Hadis. Ibnu Mandah, Ibnu Taimiyah, dan Imam Bukhori termasuk para ulama yang menggunakan istilah dimaksud.
3. As Sunnah
As Sunnah memiliki banyak pengertian, tergantung disiplin ilmu. Menurut ilmu fiqih, sunnah merupakan hal-hal yang jika dikerjakan mendatangkan pahala namun bila ditinggalkan tidak masalah. Dalam ilmu ushul fiqih, as sunnah artinya sumber wahyu kedua setelah Al Quran. Menurut ilmu hadis, sunnah adalah persamaan dari kata aqidah.
Para ulama juga banyak menggunakan ‘As Sunnah’ sebagai kata yang bermakna sama dengan aqidah, sekaligus sebagai lawan dari ‘Bid’ah’. Hingga kemudian kata ‘sunnah’ digunakan untuk merujuk pada aqidah. Sebab ilmu aqidah merupakan inti dari agama Islam. Ulama yang menggunakan kata ini adalah Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Al Barbahaari.
4. At Tauhid
Istilah At Tauhid digunakan oleh Ibnu Khuzaimah, Imam Al Maqriizi, Dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka menulis kitab dengan istilah tersebut untuk membahas hal-hal terkait tauhid beserta tiga macamnya. Di sisi lain, kitab aqidah isinya lebih komprehensif. Karena membahas tauhid, beserta iman dan rukunnya, Islam dan rukunnya, hal gaib, kaidah yang disepakati ulama, wala dan baro, serta bantahan terhadap aliran sesat.
Yuk jadi tamu Allah di Tanah Suci dengan temukan beragam paket umrohnya di Umroh.com!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]
5. Asy Syariah
Asy Syariah memiliki makna yang berbeda di dalam Al Quran. Ada yang bermakna seluruh ajaran dari para nabi. Ada juga yang digunakan untuk menyebut ajaran nabi tertentu secara khusus. Dan ada yang digunakan untuk menyebut kesamaan dakwah seluruh nabi (tauhid). Asy Syariah kemudian berarti aqidah yang diyakini Ahlus Sunnah Wa Jamaah. Para ulama yang menggunakan istilah ini adalah Imam Al Jurri dan Ibnu Bathoh.
6. Ushulud Din
Ushulud Din merupakan dasar suatu bangunan agama. Istilah ini digunakan para ulama untuk merujuk pada ilmu aqidah. Hingga kini, istilah ini masih digunakan oleh perguruan tinggi di Arab Saudi.
Tujuan Aqidah
Bukan tanpa alasan para ulama mengajarkan aqidah. Aqidah yang kuat akan menjadi pegangan bagi umat Islam. Tujuan aqidah sebagai pegangan berarti mencegah kegoyahan dalam diri seseorang. Lebih rinci, mari kita pahami tujuan aqidah berikut ini.
1. Mengetahui Petunjuk dalam Hidup
Tujuan aqidah harus dimiliki seseorang adalah agar ia memiliki petunjuk dalam hidup. Dengan aqidah, seseorang akan mengetahui tujuan hidupnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, aqidah membuat seseorang mengetahui benar dan salah, sehingga ia bisa meraih ridha Allah.
2. Memudahkan Diri untuk Ikhlas
Orang dengan aqidah Islam yang kuat akan mudah untuk ikhlas dalam beribadah. Ia meyakini dan menyadari kebesaran Allah. Sehingga ibadah yang dilakukannya ditujukan hanya untuk Allah. Ia juga tak mengharap kebaikan dari makhluk, melainkan hanya kepada Allah.
3. Mencegah Hati Menjadi Kosong
Penyebab hati yang kosong adalah seseorang tidak mengetahui tujuan hidupnya. Jika tujuan hidup hanya bersifat duniawi dan materialisme, maka ia tidak lagi memiliki hasrat untuk hidup secara baik ketika tujuan tercapai. Sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak dicapainya, ia akan mudah menyerah dan putus asa.
Jika seseorang menjadikan ridho Allah sebagai tujuannya, ia tahu bahwa tujuan hidupnya adalah untuk beribadah meraih ridho Allah. Ia bersemangat menjalankan syariat Allah, dan dengan senang hati berbuat baik kepada makhluk Allah lainnya. Ia juga tahu Allah akan memberikan balasan surga bagi orang-orang yang tekun beribadah hanya kepada-Nya. Inilah yang akan membuat seseorang lebih optimis, dan merasa bersemangat dalam menjalani hidupnya.
4. Menguatkan Iman dan Islam
Aqidah adalah dasar keimanan seseorang. Tujuannya, sebagai penguat keimanan dan ke-Islaman seseorang. Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat, ia akan memahami siapa Tuhan-Nya, mengenal Rasulullah, mengetahui perkara gaib, dan mengetahui apa yang harus dilakukannya saat menjalani hidupnya.
Karena itu, banyak lembaga pendidikan atau sekolah yang mengajarkan aqidah kepada anak-anak sejak dini. Mereka diajak untuk mengenal Allah, Rasulullah dan para nabi lainnya, mempelajari Al Quran, dan sebagainya. Tujuan mempelajari aqidah sejak dini adalah agar aqidah tertanam dengan baik di dalam hati dan benak anak-anak hingga mereka dewasa.
Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di Umroh.com!
5. Membentuk Diri Menjadi Insan yang Taqwa
Jika aqidah seseorang sudah baik, ia akan mengenali Allah sebagai Tuhannya. Ia akan mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, sehingga timbul rasa cinta, sekaligus rasa tunduk, pasrah, dan takut akan murka-Nya. Karena itu tujuan aqidah adalah menuntun seseorang agar menjadi pribadi yang taqwa.
Dengan ketaqwaan yang dimiliki, maka kehidupan di dunia akan lebih mudah. Sebagaimana janji Allah, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS.An Nahl: 128).