Umroh.com – Islam membolehkan hutang piutang. Hukum menagih hutang juga diatur dalam Al Quran. Biasanya, ketika terjadi hutang piutang akan ada pemberian tenggat waktu yang memungkinkan pemberi hutang bisa menagih kembali haknya. Sebagian ulama berpendapat memberikan batas waktu dalam pembayaran hutang bisa menyebabkan akad hutang menjadi tidak sah. Hal ini dianggap bertentangan dengan dasar hutang dalam Islam, yaitu transaksi yang didasari rasa belas kasih.
Baca juga: Kisah Nabi Muhammad saat Berhutang pada Yahudi
Menagih Hutang adalah Hak
Tetapi, mazhab Maliki berpendapat bahwa pemberian batas waktu adalah hal wajar. Sehingga akad hutang piutang masih sah. Para ulama juga menjelaskan bahwa syariat membolehkan orang yang memberi hutang untuk menagih hutang kepada orang yang berhutang.
Menagih merupakan hak yang diberikan oleh syariat kepada orang yang memberi hutang. Syaratnya, ketika orang yang berhutang dianggap sudah mampu dan memiliki harta cukup untuk membayar hutang.
Hukum Menagih Hutang Bisa Haram
Umroh.com merangkum, hukum menagih hutang menjadi haram jika orang yang berhutang dalam keadaan tidak mampu untuk membayar. Dalam hal ini, orang yang memberi hutang juga mengetahui jika orang yang berhutang memang tidak memiliki harta cukup untuk membayar hutang.
Mau dapat tabungan umroh hingga jutaan rupiah? Yuk download aplikasinya di sini sekarang juga!
Apabila orang yang berhutang benar-benar belum mampu, orang yang memberi hutang hendaknya menunggu hingga kondisi orang yang berhutang benar-benar lapang. Para ulama menjelaskan sunnahnya bersikap baik saat menagih hutang. Sehingga para ulama bersepakat dengan adanya kewajiban menunggu orang yang berhutang mampu membayar hutangnya.
Perintah Allah untuk Memberi Kelonggaran
Memberi kelonggaran atau perpanjangan waktu kepada orang yang berhutang merupakan perintah Allah. Allah berfirman, “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS.Al Baqarah: 280).
Meninggalkan Keraguan untuk Memberi Kelonggaran
Jika masih ada keraguan tentang ketidakmampuan orang yang berhutang, maka seseorang boleh menahan hingga benar-benar jelas bahwa ia tidak mampu. Namun apabila orang yang memberi hutang benar-benar tidak percaya, maka ada dua hal yang bisa dilakukan:
- Pertama, apabila hutang berupa harta yang diserahkan, seperti dalam akad penjualan (misalnya barang yang dibeli dan belum dibayar) atau akad hutang, maka orang yang berhutang wajib membuktikan ketidakmampuannya dengan menghadirkan dua orang saksi. Saksi tersebut harus menjelaskan bahwa harta yang diserahkan saat akad sudah tidak ada.
- Kedua, jika hutang dimaksud berupa harta yang tidak diserahkan (misalnya ganti rugi setelah merusakkan barang) maka pemberi hutanglah yang harus menghadirkan saksi. Saksi yang dihadirkan adalah saksi yang mementahkan pengakuan orang yang berhutang, untuk mendukung rasa tidak percaya dari orang yang berhutang. Para ulama menjelaskan bahwa hal ini disebabkan hukum asal orang yang berhutang atau memiliki tanggungan dalam kondisi tidak mampu.
Tak hanya melancarkan rezeki, umroh juga menjadikan Anda tamu istimewa Allah di Tanah suci. Yuk temukan paketnya cuma di Umroh.com!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]
Catatan Saat Menagih Hutang
Seperti penjelasan di atas, menagih hutang merupakan hak bagi orang yang memberi hutang. Para ulama kemudian memberi catatan jika seseorang ingin menagih hutang, yaitu dilakukan dengan baik dan sopan.
Saat menagih hutang, tidak diperkenankan berkata kasar, mengancam, memaksa, atau menuntut untuk membayar dalam jumlah yang lebih banyak. Jika hal itu tetap dilakukan, Ibnu Katsir menjelaskan berarti kita telah terjebak pada tradisi masyarakat jahiliyah di masa lalu.
Menunjukkan perilaku buruk yang tidak sesuai norma kesopanan akan membuat hubungan silaturahim memburuk. Orang yang berhutang akan merasa tersakiti, sehingga timbul rasa sedih, tidak enak, dan hubungan menjadi renggang. Penagihan hutang juga bisa dilakukan kapanpun, selama orang yang berhutang mampu untuk membayar hutangnya.
Kisah Tentang Orang yang Suka Memberi Kelonggaran dalam Menagih Hutang
Ada sebuah kisah menarik tentang penagih hutang, yang diceritakan Rasulullah (diriwayatkan Imam An Nasai, Ibnu Hibban, dan Al Hakim). Rasulullah bercerita tentang seorang lelaki yang tidak pernah melakukan perbuatan baik, namun ia adalah orang yang gemar memberi hutang.
Jika hendak menagih hutangnya, ia dibantu oleh beberapa orang yang bertugas sebagai penagih. Kepada penagih tersebut, lelaki itu berpesan, “Ambillah piutang dari yang mudah-mudah, dan maafkan atau relakanlah yang sulit-sulit. Semoga Allah memaafkan kesalahan kita”.
Lelaki itu kemudian meninggal dunia. Allah kemudian bertanya kepada lelaki itu, “Pernahkah kamu berbuat baik?”. Lelaki itu menjawab, “Belum pernah”.
Lelaki itu melanjutkan, “Hanya saja hamba memiliki pelayan dan suka memberikan hutang kepada orang-orang. Setiap hamba menyuruh pelayan untuk menagih hutang, hamba berpesan padanya untuk mengambil bayaran hutang dari yang mudah, dan memaafkan yang sulit. Dengan itu, semoga Allah memaafkan kesalahan kita”.
Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di Umroh.com!
Tentu Allah lebih tahu akan hal itu. Setelah lelaki itu menjawab, Allah bicara padanya, “Aku telah memaafkanmu”.
Kisah tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah dalam riwayat lain. Beliau bersabda, “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah saat menjual, saat membeli, dan saat menagih haknya (hutangnya)” (HR.Bukhari).