Umroh.com – Puasa termasuk rukun Islam. Tetapi Allah memberi keringanan bagi mereka yang tidak mampu menunaikannya. Baik diganti dengan puasa di hari lain atau membayar fidyah. Pada artikel kali ini, umroh.com membahas tentang hukum membayar fidyah.
Fidyah adalah Perintah Allah
Allah memerintahkan membayar fidyah bagi mereka yang tidak mampu berpuasa wajib Ramadhan, dan tidak mampu meng-qadhanya karena alasan yang dibolehkan. Misalnya, orang tua dengan fisik lemah, orang sakit yang kecil harapan untuk sembuh dan fisiknya lemah, serta ibu hamil dan menyusui yang khawatir dengan kondisi anaknya.
Baca juga: Catat! Begini Niat Membayar Fidyah Puasa
Allah berfirman, ”Beberapa hari yang telah ditentukan, maka barangsiapa di antara kalian yang sakit atau dalam bepergian, wajib baginya untuk mengganti pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), untuk membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Barangsiapa yang berbuat baik ketika membayar fidyah (kepada miskin yang lain) maka itu lebih baik baginya, dan apabila kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui” (QS.Al Baqarah: 184).
Fidyah Dibayarkan Berupa Makanan Pokok kepada Fakir Miskin
Ibnu Umar ra pernah ditanya oleh seorang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya. Beliau kemudian menjawab, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (Al Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih). Penjelasan ini menunjukkan bahwa fidyah dibayarkan dengan memberi makan kepada orang miskin.
Mereka yang Wajib Membayar Fidyah
Umroh.com merangkum, orang yang tidak mampu berpuasa wajib, dan tidak mampu mengqadhanya wajib untuk membayar fidyah. Jadi tidak semua orang boleh untuk meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah. Hanya ada beberapa kondisi, yaitu:
1. Orang Lanjut Usia dan Sakit
Hukum membayar fidyah diwajibkan bagi orang lanjut usia dan orang sakit yang tidak mampu lagi berpuasa. Ketentuan ini sesuai dengan firman Allah di surat Al Baqarah 184. Di ayat tersebut, ada kalimat “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”.
Orang yang sudah tua biasanya memang memiliki fisik yang lemah, sehingga tidak lagi mampu untuk berpuasa. Diriwayatkan oleh Ad Daruquthniy dan Al Hakim, Ibnu Abbas ra pernah menjelaskan, “Telah diberikan keringanan buat orang tua renta untuk berbuka puasa, namun dia wajib memberi makan untuk tiap hari yang ditinggalkannya satu orang miskin, tanpa harus membayar qadha”.
Sementara orang sakit yang diperbolehkan untuk mengganti puasa dengan fidyah adalah yang secara medis tidak ada harapan untuk sembuh. Jadi, paramedis dan keluarga mengkhawatirkan ia tidak mampu mengganti puasa wajib, karena fisiknya tidak lagi kuat untuk berpuasa sementara ia memiliki harapan yang kecil untuk sembuh. Dikhawatirkan ia tidak bisa melunasi hutang puasa di kemudian hari.
Jadi, orang yang masuk dalam kategori ‘orang sakit’ yang boleh membayar fidyah bukan mereka yang sakit ringan, atau menderita sakit yang memiliki kemungkinan untuk sembuh walaupun parah. Misalnya orang yang sakit demam berdarah, malaria, dan sebagainya yang memang diharuskan untuk rawat inap dan tidak memungkinkan untuk berpuasa. Penyakit tersebut diketahui memiliki kemungkinan untuk sembuh, jadi kelak saat ia sudah kembali segar, dipersilakan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan.
2. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Pembayaran fidyah untuk ibu hamil dan ibu menyusui memang menjadi pertentangan di kalangan ulama. Ada sebagian ulama yang mewajibkan mereka untuk mengqadha saja atau membayar fidyah saja. Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ibu hamil dan menyusui wajib mengqadha dan membayar fidyah.
Bagi ulama yang berpendapat ibu hamil dan menyusui wajib membayar fidyah saja, mereka merujuk pada peryataan Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Ibnu Jubair. Suatu ketika, Ibnu Umar pernah ditanya tentang wanita yang hamil di bulan puasa. Beliau menjawab, “dia boleh berbuka, dan membayar fidyah untuk orang miskin”.
Sementara Ibnu Abbas pernah meminta wanita hamil untuk berbuka (tidak berpuasa). Ibnu Abbas mengibaratkan wanita hamil seperti orang yang sudah lanjut usia dan tidak lagi kuat untuk berpuasa. Maka Ibnu Abbas menyuruh wanita hamil untuk berbuka dan memberi makan orang miskin (membayar fidyah) sebesar setengah sha’ dari hinthah di setiap hari yang ditinggalkan.
Selain pendapat yang membolehkan wanita hamil dan menyusui untuk membayar fidyah saja, ada sebagian ulama lagi yang memilih berhati-hati. Mereka mengajarkan bagi ibu hamil dan menyusui untuk mengganti puasa yang ditinggalkan dengan cara diqadha sekaligus membayar fidyah. Para ulama yang berppendapat demikian adalah ulama Syafi’iyah dan yang sejalan.
Ada juga pendapat yang membedakan antara ibu hamil dan ibu menyusui. Para ulama dengan pendapat ini mewajibkan fidyah hanya untuk ibu yang menyusui. Kondisi menyusui dalam madzhab Maliki diqiyaskan dengan kondisi sakit dan lanjut usia. Karena itu dalam madzhab Maliki, ibu menyusui yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan wajib menggantinya dengan qadha dan juga fidyah.
Yuk jadi tamu istimewa Allah di Tanah Suci dengan temukan paketnya cuma di Umroh.com!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]
3. Mereka yang Menunda Qadha Hingga Bertemu Ramadhan
Orang yang memiliki hutang puasa, kemudian sengaja tidak membayarnya hingga kembali bertemu dengan Ramadhan berikutnya juga wajib membayar fidyah. Selain mengikuti hukum membayar fidyah ini, mereka juga harus bertaubat dan mengqadha puasanya untuk menebus kelalaiannya.
Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di Umroh.com!
4. Orang yang Meninggal dan Memiliki Hutang Puasa
Orang yang tidak berpuasa karena sakit, kemudian setelah sembuh belum sempat mengganti puasanya dan meninggal, maka keluarganya wajib membayarkan fidyah untuknya. Namun, ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa hutang puasa itu harus dibayar oleh ahli warisnya. Rasulullah bersabda, “Siapa yang meninggal dunia dan punya hutang puasa, maka walinya harus berpuasa untuknya.” (HR.Bukhari & Muslim).