Kejujuran Rasulullah saw sendiri telah diakui tidak saja oleh orang terdekat beliau tetapi oleh para musuh beliau sendiri. Berikut adalah pengakuan dari beberapa pihak akan kejujuran Rasulullah SAW
– Kejujuran di Masa Muda
Di masa muda, jauh sebelum aktivitas dakwah yang selalu dilakukan oleh beliau sebagai nabi, para pemuka Arab juga telah mengakui kejujuran yang selalu dilalukan dan diterapkan oleh Rasulullah SAW, dan untuk itulah yang menyebabkan Nabi Muhammad sendiri sampai disebut sebagai al-amin, yang mana Nabi Muhammad merupakan sosok yang laki-laki yang penuh amanah, jujur, dan dapat dipercaya. Hal itu juga dapat kita jumpai dalam suatu peristiwa pemugaran Ka’bah, dimana suku-suku berselisih tentang siapakah sosok yang paling berhak memindahkan Hajar Aswad, sampai pada akhirnya diambil suatu kesimpulan bahwa siapa yang datang paling pertama pada keesokan harinya maka apapun keputusannya, itulah yang akan diterima untuk berhak memindahkan Hajar Aswad. Keesokan harinya ternyata yang datang pertama kali adalah Nabi Muhammad SAW.
Maka mereka yang melihat Rasulullah SAW yang datang pertama, mereka langsung mengatakan: – haa dzal amiin (ini adalah orang yang jujur), kita senang karena orangnya adalah Muhammad (SAW)”. Tetapi dalam pelaksanaan perihal yang sudah disepakati tersebut, Nabi Muhammad SAW juga tidak bersikap egois, sehingga darisitu beliau menyuruh untuk membawa sehelai kain, yang mana setiap pemuka suku masing-masing memegang setiap sudut kain dan mengangkat Hajar Aswad secara bersama-sama. Darisana juga cukup terlihat kebiksanaan Rasulullah. (Assiratunnabawiyyah li ibni Hisyam isyaaratu abi umayyata bitahkiimi awwali daakhilin fakaana Rasulullah saw. )
Kesaksian Siti Khadijah RA
Kemudian kita dapat juga melihat bukti lagi akan kejujuran yang ada pada diri Rasulullah dengan memperhatikan akhlak Nabi Muhammad Rasulullah SAW pada saat masa muda yang beliau jalani. Setelah Khadijah RA mendengar perihal kebenaran dari tutur kata, kejujuran dan juga keluhuran budi pekerti dari Nabi Muhammad SAW, maka beliau (r.a.) mempercayakan kepada Nabi Muhammad SAW untuk melakukan perniagaan dengan menyerahkan hartanya kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam perjalanan itu Maisarah, pembantu Siti Khadijah r.a., juga ikut bersama beliau saw. Pada saat kembalinya, Maisarah menceriterakan ihwal perjalanan beliau saw. Setelah mendengar kisah perjalanan itu Khadijah sangat terkesan dengan kisah perjalanan itu. Maka kemudian beliau menyuruh mengirim pinangan kepada Rasulullah saw. Beliau terkesan karena beliau (saw.) sangat memperhatikan ikatan tali kekerabatan, terpandang di masyarakat, seorang yang jujur dan memiliki budi pekerti yang luhur serta senantiasa berkata benar. (Assiratunnabawiyyah liibni Hisyam hlm. 149.-
– Kesaksian Istri
Idealnya, istri-istri merupakan sebuah sosok yang menjadi pemegang rahasia baik buruknya perilaku yang dilakukan oleh suami dan juga segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga, dan merekalah yang dapat memberikan kesaksian akan kondisi rumah tangga dan urusan-urusan sehari-hari, karena bisa dipastikan bahwa idealnya para istri menjadi orang yang paling sering menemani suami; karena itu pula lah kesaksian mereka itulah yang bisa dipegang dan juga memiliki nilai bobot yang dapat dijadikan standar.
Begitu juga yang tertera dalam sebuah riwayat Ummul mu’minin, dimana Aisyah RA dalam meriwayatkan tentang turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW. Riwayat itu enyebutkan bahwa Rasulullah SAW menumpahkan kerisauan beliau kepada Ummulmu’minin Khadijah WA pada saat peristiwa turunnya wahyu pertama. Maka seraya menghibur kepada beliau Khadijah RA berkata kepada beliau: “Tidaklah seperti apa yang Tuan Pikirkan. Selamat sejahtera atas Tuan. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakan Tuan. Tuan menyambung tali ikatan silaturrahmi dan senantiasa berkata benar dan berperilaku dan berbudi pekerti baik”. (kitabutta’biir awwalu bab maa bada’a bihi Rasulullaah saw minal wahyi arru’ya shaalihah. )