Pada masa jahiliyah, semua bangsa Arab hobi meminum khamar. Mereka meminumnya di perjalanan dan di rumah, baik pagi maupun malam. Maka hal itu menjadi sebuah kebiasaan yang sangat sulit untuk ditinggalkan, seperti yang dialami Abu Mihjan. Karena itu, seperti dalam ayat-ayat Alquran Allah SWT hendak mengharamkan khamr dengan cara bertahap agar hamba-hamba Nya dapat menerima pengharaman tersebut.
Allah SWT berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (Al-Baqarah (2): 286).
Baca juga: Kisah Imam Bin Hanbal dan Wanita Miskin Penjual Roti
Umroh.com merangkum, Abu Mihjan adalah seorang penyair dan gemar meminum khamr, inilah yang membuat beliau berkali-kali menerima hukuman, dan kegemaran beliau inilah yang menyusahkan para sahabat ketika mereka tengah menghimpun kekuatan demi menghadapi peperangan Qaadisiyyah. Namun begitu, darah beliau selalu bergejolak bilamana dibutuhkan untuk membela agama Allah yang mulia ini. Dikisahkan bahwa Sa’d selaku panglima perang Qaadisiyyah menemui Abu Mihjan dikala dirinya sedang mabuk, maka Sa’d memerintahkan untuk mengikatnya. Di akhir kisah, akhirnya Abu Mihjan pun bertaubat untuk tidak meminum khamr selama-lamanya.
Perang Qadisiyah termasuk peperangan yang menentukan dalam sejarah Islam. Peperangan tersebut terjadi di Persia. Kerajaan Persia telah mengumpulkan seluruh kemampuan personil, persenjataan modern dan prajurit-prajurit asing. Namun keinginan yang kuat, keyakinan yang mantap, kecintaan untuk mendapatkan syahid dalam peperangan menjadikan kemenangan bagi umat Islam. Peperangan tersebut terjadi di alam terbuka dan berlangsung sepanjang siang hari.
Baca juga: Baca Al Quran dan Terjemahannya di Sini
Bila matahari akan terbenam, kedua belah pihak yang berperang mundur untuk beristirahat dan menyiapkan segala kebutuhan perang keesokan harinya. Abu mihjan yang berada di dalam sel merasa putus asa dan sedih karena tidak menjadi seorang prajurit yang memperjuangkan agamanya.
Dia bersenandung, “ Sedih menyelimuti hatiku, karena diriku terbelenggu di balik jeruji besi. Bila engkau melepaskan besi yang membelenggu diriku ini niscaya akan aku raih syahid dalam perang. Dirikku kaya akan harta dan kawan, namun kini mereka meninggalkanku sebatang kara. Tubuhku kering karena sengatan matahari, kuperbaiki timbangan yang rusak. Hanya ampunan Allah yang kuharap. Di hari perang, kutinggalkan keluargaku dan orang-orang menahanku dari peperangan yang kuinginkan. Sedangkan amal orang lain pada hari tersebut sangatlah banyak dan Allah mempunyai janji, janji yang aku tidak tertinggal darinya. Sungguh bila kamu lepaskan dirimu, niscaya tidak akan kukunjugi mereka.”
Baca juga: Ada Banyak Pilihan Paket Umroh yang Sesuai dengan Kantong Ada, Pilih di Sini!
Ketika perang sedang berlangsung seru, Abu Mihjan memohon kepada istri Sa’ad agar dia berkenan melepaskan dan memberikan kuda Sa’ad kepadanya. Dia berjanji akan kembali lagi sebagai tawanan bila selamat dalam peperangan tersebut, maka, istri Sa’ad melepaskannya, dia keluar dan langsung masuk ke medan perang yang sedang berkecamuk. Sa’ad melihat kehadiran Abu Mihjan namun tidak menyadarinya.
Dia merasa kagum atas kepahlawanannya, seraya bertanya , “Siapa dia? Dia berjuang seperti orang yang sedang mencari kematian di medan perang. Berperang untuk mendapatkan kemenangan atau mati syahid. Dan seperti berperang guna membersihkan dirinya dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lalu dan membela agama Allah. Semoga Allah menerima tobatnya dan mengampuni semua kesalahan yang dilakukannya.”
Abu Mihjan berperang dengan meyibak barisan lawan, bagaikan api yang dilempar di atas daun kering sehingga tidak ada yang dapat menghindar dari serangannya. Allah memberikan kemenangan gemilang bagi pasukan muslim. Hanya saja dirinya tidak beruntung mendapatkan mati syahid. Kemudian, dia kembali ke tempat semula hingga Allah memberikan kemudahan baginya.
Sa’ad kembali ke rumah, sehari setelah peperangan selesai. Istrinya bertanya, “Bagaimana peperangan kalian?” Sa’ad menjawab pertanyaan istrinya dengan mengatakan, “Saat kami sedang terlibat peperangan yang sengit, tiba-tiba muncul sosok yang duduk di atas kuda yang sangat bagus. Seandainya aku tidak mengikat Abu Mihjan, aku yakin orang tersebut adalah Abu Mihjan.” Istrinya berkomentar, “Demi Allah, itu memang Abu Mihjan. Dia telah memohon begini dan berjanji demikian.”
Baca juga: Jadi Idaman, Ini Kisah Wanita Teladan Bernama Mutiah
Sa’ad mengakui pasukan Muslim mengalami ujian yang sangat berat pada perang tersebut. Menurutnya, tidak seorang pun yang dapat melakukan apa yang dilakukan oleh Abu Mihjan. Kemudian dia melepaskan ikatan Abu Mihjan seraya berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menghukum cambuk kepadamu satu kali untuk selamanya.”
Abu Mihjan menuturkan, “Demi Allah, aku tidak akan meminum khamar lagi. Aku meninggalkan minuman tersebut bukan karena takut dicambuk oleh kalian, melainkan untuk membersihkan jiwaku.” Kemudian dia berkata, “Awalnya, aku melihat ada kebaikan pada khamar, tapi ia dapat merusak orang saleh. Demi Allah, aku tidak akan meminumnya kembali selama hidupku. Meskipun aku sakit, aku tidak akan menjadikannya obat.”
Abu Mihjan menjadi seorang muslim yang konsisten dalam menjalankan ajaran agama, ahli tahajjud, dan seorang pejuang yang selalu membela agama Allah. Selesai dari satu peperangan, dia masuk ke peperangan lainnya untuk menghilangkan halangan yang menghalangi dakwah Islam. Hingga dalam waktu singkat, Islam hampir mencapai negeri Persia dan daerah sekitarnya seperti Sindu, India, Syam, dan Turki serta Romawi.