1
News

Al-Quran Tidak Sekedar Bacaan, Tetapi Juga Sumber Hukum (Part 1)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Kompetisi antar capres-cawapres mulai panas dengan isu keagamaan. Setelah persoalan shalat, kali ini muncul tantangan membaca al-Quran bagi masing-masing pasangan capres-cawapres. Yang melontarkan gagasan ini adalah Ketua Dewan Pimpinan Ikatan Dai Aceh, Tgk Marsyuddin Ishak, di Banda Aceh. “Untuk mengakhiri polemik keislaman capres dan cawapres, kami mengusulkan tes baca al-Quran kepada kedua pasangan calon,” kata Tgk Marsyuddin Ishak di penghujung bulan Desember 2018 lalu.

Keutamaan Membaca al-Quran

Setiap Muslim tentu didorong untuk gemar membaca al-Quran dan menghiasi lisan mereka dengan tilawah yang mulia ini. Allah SWT berfirman:

Sungguh orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itulah yang mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi (TQS Fathir [35]: 29).

Nabi saw. juga bersabda:

Bacalah al-Quran karena sungguh pada Hari Kiamat ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya (HR Muslim).

Setiap Muslim diperintahkan untuk membaca al-Quran dengan tartil. Jelas pelafalan huruf demi hurufnya dan penuh dengan kekhusyukan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

Bacalah al-Quran itu dengan tartil (TQS al-Muzammil [73]: 4).

webinar umroh.com

Menurut Ibnu Katsir, tartil pada ayat ini bermakna membaca al-Quran secara perlahan. Menurut Imam an-Nawawi, para ulama telah sepakat atas sunnahnya membaca al-Quran secara tartil.

Nabi saw. juga menganjurkan para pembaca al-Quran untuk membaguskan tilawah mereka. Sabdanya:

Hiasilah al-Quran dengan suara-suara kalian (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i).

Namun demikian, tentu saja jika semua amalan tilawah al-Quran harus dilakukan dengan niatan yang ikhlas untuk semata mengharap ridha dari Allah SWT. Bukan untuk mendapatkan popularitas, menaikkan elektabilitas dan menjatuhkan orang lain. Bahkan Nabi saw. menceritakan buruknya nasib orang yang mengajarkan Kitabullah karena mengharapkan pujian dari manusia.

Dihadapkanlah seseorang yang mempelajari dan juga mengajarkan ilmu serta membaca al-Quran. Lalu diperlihatkan juga kepada dia kenikmatannya pada saat di dunia. Ia pun lalu mengakuinya. Kemudian ditanyakan kepada dia, “Apa amalmu?” Dan ia menjawab, “Aku mempelajari dan mengajarkan ilmu dan aku pun membaca al-Quran karena-Mu.” Allah berkata, “Engkau berdusta! Akan tetapi, engkau mempelajari ilmu agar disebut sebagai orang alim dan engkau membaca al-Quran supaya engkau disebut sebagai qari’!” Kemudian ia diperintahkan untuk diseret. Ia kemudian diseret di atas wajahnya dan akhirnya disungkurkan ke neraka (HR Muslim).