Mari kita membuka lembaran sejarah, di masa bingkai kehidupan masih menerapkan syariat Islam secara kaffah. Generasi muda giat mengkaji ilmu agama, juga menguasai berbagai keahlian dan ilmu dunia. Banyak nama mencuat terkenang indah tersebab karyanya bermanfaat hingga akhir masa.
Sebut saja Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang ksatria berkuda muslimin paling berani di saat usianya baru menginjak 17 tahun. Dikenal sebagai pemanah terbaik, sahabat utama yang pertama kali mengalirkan darahnya untuk Islam.
Ada lagi Zaid bin Tsabit, ia mendaftar jihad fiy sabilillah sejak usia 13 tahun. Seorang pemuda jenius yang mahir baca-tulis. Hingga Rasulullah memerintahkannya menghimpun wahyu ketika usianya 21 tahun.
Lalu siapa yang meragukan kapasitas Sultan Muhammad al-Fatih? Khalifah yang atas izin Allah subhanahu wa ta’ala mampu mewujudkan bisyarah (kabar gembira) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -bahwa kaum muslim pasti menaklukkan kota Konstantinopel-.
Sultan al-Fatih menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun (dalam sumber sejarah lain disebutkan pada saat menaklukkan Konstantinopel usianya sudah 23 tahun), Masya Allah! Bukan hanya itu. Al-Fatih kecil (usia 8 tahun) telah mampu menghafal Alquran 30 juz. Ia pun menguasai bahasa Arab, Turki, Persia, Perancis, Yunani, Serbia, Hebrew, dan Latin secara fasih di usianya yang belum genap 17 tahun.
Lalu dalam ilmu fiqih, nama Imam Syafi’i tentu tidaklah asing. Pendiri Mazhab Syafi’i yang disebut-sebut sebagai arsitek ilmu ushul fiqih (sekumpulan prinsip yang berkaitan dengan metodologi penggalian hukum). Beliau hafal Alquran di usia sekitar 7 tahun. Imam Syafi’i juga menguasai seluruh versi bahasa Arab klasik, sehingga pernyataan-pernyataan beliau seringkali dijadikan standar dalam bahasa Arab.
Dalam dunia sains, ada Ibnu Sina yang dikenal di Eropa dengan nama Avicenna. Ia dijuluki sebagai “Bapak Kedokteran Modern”. Karyanya, Qanun fiy Thib (Canon of Medicine), merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Semenjak kecil, Ibnu Sina sudah dikenal memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Ketika usia 10 tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Alquran seluruhnya. Ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Ketika berusia 16-an tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak hanya menguasai teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktik dan mengobati orang-orang sakit.
Demikianlah, mereka hanyalah sebagian kecil pemuda yang telah mengukir prestasi gemilang di masa mudanya. Selain mereka, masih banyak sosok generasi muda Islam yang namanya harum hingga berganti zaman. Sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh oleh negara terbukti mampu mencetak massal generasi unggul dalam keimanan, juga menginspirasi kebaikan bagi dunia.
Negara yang menerapkan syariat Islam telah membina generasi dengan ketakwaan. Ketakwaan itulah yang mendorong mereka menyibukkan diri dalam aktivitas ketaatan dan berkarya positif. Negara juga membentengi generasi dari nilai-nilai yang merusak serta bertentangan dengan akidah Islam.
Suasana keimanan begitu menebar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini mencegah lintasan pikiran dalam benak generasi muda untuk berbuat foya-foya dan kemaksiatan. Yang ada dalam benak mereka hanyalah berlomba dalam kebaikan dan memberi kontribusi terbaik bagi kemajuan masyarakat.
-Islam, Persembahan Bagi Generasi
Begitulah perbandingan generasi di alam yang jauh dari nilai-nilai islami dengan generasi di alam Islam. Jika demikian halnya, siapapun yang peduli pada nasib generasi dan negeri ini pasti akan membuang jauh ide-ide yang sangat jauh dari nilai-nilai Islami. Lalu mereka mempersembahkan Islam bagi generasi.
Yakinlah, Islam adalah pilihan tepat. Islam itu benar dan sempurna. Islamlah satu-satunya aturan hidup yang berasal dari Allah ‘azza wa jalla, Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan.
