1
News

Beginilah Islam Menyikapi Kenaikan Harga

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Manajer Usaha dan Pengembangan Unit Pasar Besar Pasar Induk Kramat Jati Syarief Hidayatulloh mengatakan, kenaikan harga bapok hampir pasti terjadi menjelang akhir tahun. Namun, kenaikan pada akhir tahun ini diproyeksi masih wajar.

Tren kenaikan harga pangan di akhir tahun dinilai berpotensi terjadi di tahun 2018. Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyebut ancaman inflasi, impor, dan data pangan yang tidak akurat menjadi penyebabkan kenaikan harga pangan di akhir tahun.

Kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok bagi masyarakat harus dijamin kestabilan harganya oleh negara agar tetap dapat dijangkau masyarakat. Adanya peristiwa berulang kenaikan harga pangan di setiap akhir tahun seharusnya mampu diantisipasi oleh pemerintah jauh-jauh hari. Bukan malah dianggap wajar dengan berbagai alasan. Sebab faktanya kenaikan harga pangan menjadikan msyarakat menderita terutama bagi masyarakat berkemampuan ekonomi menengah ke bawah.

Dalam pandangan Islam kenaikan harga di pasar bukan persoalan wajar sehingga negara wajib menyelesaikan persoalan tersebut dengan serius. Rasulullah SAW pernah ditanya, “Wahai Rasulullah barang-barang di kota Madinah mengalami kenaikan harga” dan Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Allah lah menjadikan harga naik dan turun.” [HR. Abu Daud dan Tirmidzi].

Dari hadist tersebut ada dua pendapat mengenai penentuan harga di pasar oleh negara. Pendapat pertama, Mazhab Hanbali dan Syafi’i melarang negara menentukan harga. Alasan ini salah satunya dikemukakan oleh Ibnu Qudama yang mengatakan bahwa dengan penentuan harga oleh negara menyebabkan harga barang-barang menjadi mahal karena pedagang luar mendengar harga terkontrol, mereka akan dipaksa untuk menjual sesuai dengan harga yang ditentukan kepada mereka, dan pada akhirnya barang-barang menjadi langka dan menyebabkan harga yang tinggi.

Pendapat kedua, Mazhab Maliki dan Hanafi membolehkan penentuan harga barang-barang oleh negara ketika kenaikan harga disebabkan oleh oknum yang menaikan harganya dari harga normal yang berlaku atau kenaikan harga menyebabkan masyarakat menderita. Yahya bin Umar yang merupakan penganut Mazhab Maliki melarang penentuan harga pada batas tertentu kecuali untuk makanan kebutuhan pokok dan pada batas harga yang semestinya diperoleh oleh produsen tanpa pengurangan sedikitpun, dengan melihat harga pembelian ditambah laba wajar yang semestinya.

Namun menurut Ibnu Taimiyah, hadits yang berkaitan dengan penentuan harga adalah kasus khusus bukan umum berlaku. Menurutnya, harga naik karena terjadi alamiah, bukan karena pasar yang tidak sempurna. Kasus tersebut terjadi karena kurangnya pasokan bahan makanan dan bukan karena penimbunan oleh oknum. Maka menurutnya, pemerintah boleh menentukan harga ketika dalam keadaan darurat seperti kemiskinan dan peperangan; dan dalam keadaan pasar tidak sempurna yang diakibatkan oleh oknum yang melakukan monopoli dan penimbunan.

Yahya Ibnu Umar menambahkan penyebab pasar tidak sempurna yaitu: 1) perbedaan timbangan atau ukuran, 2) peredaran uang palsu, 3) penimbunan dan 4) kebijakan dumping.

webinar umroh.com

Maka negara harus melakukan inspeksi agar tidak terjadi penipuan harga maupun penipuan barang atau alat tukar serta melarang adanya penimbunan. Bahkan Khalifah Umar pernah melarang orang yang tidak mengerti hukum fikih (terkait bisnis) dari melakukan bisnis. Para pebisnis secara berkala juga pernah diuji apakah mengerti hukum syara terkait bisnis ataukah tidak, jika tidak faham maka mereka dilarang berbisnis. Hal ini karena setiap kemaksiatan, apalagi kemaksiatan terkait ekonomi, itulah yang akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan ekonomi. Ini merupakan bukti keseriusan pemerintahan Islam dalam menyelesaikan persoalan kenaikan harga.

Sehingga adanya anggapan wajar akan kenaikan harga pangan secara berulang di negeri ini pada setiap akhir tahun merupakan ketidakseriusan dan kegagalan rezim hari ini dalam menjamin kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.[]