Saya punya sate langganan di kawasan Condet, Jakarta Timur. Ini sate paling enak di Jakarta menurut saya. Susah cari lawannya! Dagingnya empuk, dan wanginya emh…. bikin siapa pun ketagihan.
Anehnya, warung sate ini bukanya suka-suka. Tidak ada jam buka dan kadang-kadang libur mendadak, tanpa pemberitahuan. Seperti orang yang tidak butuh pelanggan. Kita harus telepon dulu kalau mau ke sana. Beberapa kali saya nekad datang ke sana tanpa telepon dulu ternyata warungnya tutup.
Saya tanya: “Kenapa cara jualannya seperti itu Pak Haji? Pak Haji Ramli penjual sate kondang itu menjawab dengan enteng: “Rejeki sudah ada yg ngatur, kenapa harus ngoyo? Kita kan hanya disuruh usaha, soal hasil itu urusan Allah, bukan urusan kita!”
“Bukan ngoyo Pak Haji!”, jawab saya. Bapak bisa kehilangan pelanggan kalo jualannya begitu!”
Pak Haji tersenyum mendengar komentar saya.
“Kayak situ yg ngatur rejeki aja!”Kata Pak Haji sambil senyum.
“Jangan pernah takut kehilangan rejeki…Rejeki itu kita cari bukan jumlahnya, tapi yang paling penting harus halal biar berkah! Kalau Anda selalu mencari rizki yang halal, makin banyak orang yang akan menikmati keberkahannya. Istri Anda, anak Anda, dan orang-orang terdekat, akan menikmati keberkahan dari rejeki Anda. Allah makin sayang sama Anda. Coba lihat, berapa banyak orang kaya tapi gak bisa menikmati kekayaanya?” Kata Pak Haji dengan penuh yakin.
“Tapi Pak Haji, kan gak ada salahnya juga kalau Bapak buka tiap hari! Malah kalau bisa malam juga buka karena banyak orang suka makan sate malam juga Pak!” Sergah saya, balik meyakinkan Pak Haji.
“Warung sate Bapak bisa makin rame dan makin besar!” kata saya lagi.
Pak Haji Ramli menghela napasnya agak dalam.
“Hai anak muda, Rizki itu ada di langit bukan di bumi!”
“Anda Muslim kan?” Tanya Pak Haji Ramli sambil menatap tajam wajah saya.
“Suka ngaji gak?”
“Coba baca, apa kata Qur’an?”
“Cari nafkah itu siang bukan malam! Malam itu untuk istirahat, bukan untuk bekerja!” Kata Pak haji balas meyakinkan.
“Saya cuma mau jualan siang, kalau malam biarlah itu rejekinya tukang sate yang jualannya malam. Kalau saya lagi gak mau buka karena ada pengajian, yang penting ngaji. Biarlah orang makan yang lain, gak harus makan sate saya!”
“Dari jualan sate siang saja saya sudah merasa cukup dan bersyukur, kenapa harus buka sampe malam?” Pak Haji nyerocos sambil membakar sate.
“Pak Haji, kalau banyak ngaji berarti banyak liburnya dong?” Tanya saya lagi.
“Ya biar aja!” Islam nyuruh saya ngaji tiap hari, tidak nyuruh saya jualan tiap hari!”
“Nih bunyinya begini kata Allah: “Makin banyak waktumu engkau habiskan untuk mempelajari Al Qur’an, urusan duniamu Aku yang urus! Mau apa lagi?” Bantah Pak Haji.
“Coba liat orang-orang yang kelihatanya kaya itu. Pake mobil mewah, rumahnya mewah. Tanya mereka, emang hidupnya enak?” Pasti lebih enak hidup saya karena saya gak dikejar target, gak dikejar hutang! Saya 2 minggu sekali pulang ke Tegal, mancing, naik sepeda lewat sawah-sawah lewat kampung-kampung, bergaul dengan manusia-manusia yang menyapa dengan tulus. Tak seperti orang kota yang hanya menyapa kalau ada maunya!”, jelas Pak Haji.
“Biarpun saya naik sepeda tapi batin saya jauh lebih enak daripada naik Jaguar!”
“Saya bisa menikmati angin yang asli, bukan AC. Bisa denger kodok, jangkrik, dan binatang-binatang lainnya, lebih nyaman di kuping daripada dengerin musik di dalam mobil!”
“Coba Anda pikir, buat apa kita ngoyo bekerja siang-malam?”
“Jangan-jangan kita muda kerja keras ngumpulin uang, sudah tua uangnya dipake ngobatin penyakit kita sendiri karena terlalu kerja keras waktu muda! Itu banyak terjadi kan? Dan… jangan lupa, Tuhan sudah menakar rejeki kita! Jadi buat apa kita nguber rejeki sampe malam? Rezeki gak bakal ketuker!! Yang kerja siang ada bagiannya, begitu juga yang kerja malam!”
“Kalau kata peribahasa, waktu itu adalah uang. Tapi jangan diterjemahkan tiap waktu untuk cari uang!”
“Waktu itu adalah uang, artinya kita harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya karena waktu tidak bisa diulang. Uang bisa dicari lagi! Waktu lebih berharga dari uang. Makanya saya lebih memilih waktu daripada uang!”
“Waktu saya ngobrol dengan Anda ini jauh lebih berharga daripada saya bikin sate. Kalau saya cuma bikin sate, di mata Anda, saya hanya akan dikenang sebagai tukang sate. Tapi dengan ngobrol begini semoga saya bisa dikenang bukan cuma tukang sate, mungkin saya bisa dikenang sebagai orang yang punya arti dalam hidup Anda sebagai pelanggan saya. Kita bisa bersahabat! Waktu saya jadi berguna juga buat saya. Begitu juga buat Anda.”
“Kalau Anda merasa ngobrol dengan saya ini sia-sia, jangan lupa ya: “Rejeki bukan ada di kantor Anda tapi di langit! Coba buka Qur’an, itu kata Allah bukan kata saya. Gak mungkin kan Allah bohong?” Begitu kata Pak Haji Ramli menutup pembicaraan.
Copas dari:
*Suhartoyo*