1
News

Menasehati Itu Hak Siapa Saja, Namun Ketahui Dulu Adab dan Caranya Berikut (Part 2)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

– Jika kemaksiatan atau kemunkaran yang terjadi tersebut pengaruhnya tidak hanya terbatas pada individu pelakunya saja, tetapi sebaliknya juga telah mempengaruhi publik, misalnya saja seperti kemunkaran yang dilakukan oleh sebuah institusi tertentu, baik itu institusi yang dimiliki negara, organisasi, kelompok atau komunitas tertentu, maka kemaksiatan atau kemunkaran yang telah dilakukan ini justru wajib untuk dibongkar dan juga diungkapkan kepada public. Bukan bermaksud untuk mengmbar aib, tetapi justru penting agar mereka mengetahui bahayanya untuk dijauhi dan ditinggalkan supaya mereka terhindar dari bahaya tersebut. Inilah yang biasanya disebut kasyf al-khuthath wa al-mu’amarah (membongkar rancangan dan konspirasi jahat) atau kasyf al-munkarat (membongkar kemunka-ran).

Ini didasarkan pada sebuah hadits dari Zaid bin al-Arqam yang menga-takan, “Ketika aku dalam suatu peperangan, aku mendengar Abdullah bin ‘Ubay bin Salul berkata: ‘Janganlah kalian membelanjakan (harta kalian) kepada orang-orang yang berada di sekitar Rasulullah, agar mereka meninggal-kannya. Kalau kita nanti sudah kembali ke Madinah, pasti orang yang lebih mulia di antara kita akan mengusir yang lebih hina. Aku pun menceritakannya kepada pamanku atau ‘Umar, lalu beliau menceritakan-nya kepada Nabi saw. Beliau saw. pun memanggilku, dan aku pun menceritakannya kepada beliau.”

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa apa yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Ubay, dan diketahui juga oleh Zaid bin al-Arqam, yang kemudian disampaikan kepada baginda Rasulullah SAW. adalah sebuah kemunkaran (kemaksiatan) yang dapat membahayakan kemaslahatan Islam dan kaum juga Muslimin, bukan hanya sebatas diri pelakunya. Abdullah bin Ubay sendiri ketika ditanya, dia mengelak tindakannya, yang berarti perbuatan ini termasuk dalam kategori perbuatan yang ingin dirahasiakan oleh pelakunya, tetapi tindakan yang dilakukan oleh Zaid bin al-Arqam yang telah membongkar ihwal dan rahasia Abdullah bin Ubay tersebut, ternyata dibenarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Padahal, seharusnya tindakan yang memata-matai dan membongkar rahasia dari orang lain hukum asalnya adalah tidak boleh. Akan tetapi perubahan status dari larangan menjadi boleh ini juga menjadi indikasi, bahwa hukum membeberkan dan membongkar rahasia seperti ini wajib, karena dampak bahayanya bersifat umum.

Karena itulah, dari sini bisa kita peroleh suatu kesimpulan bahwa tindakan mengkritik kebijakan yang tidak dibenarkan Islam yang telah dilakukan oleh penguasa, baik secara langsung seperti ketika berada di hadapan-nya maupun yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya saja melalui sebuah tulisan, demonstrasi atau masirah, bukan saja boleh secara syar’i tetapi justru wajib. Kewajiban mengenai perbuatan ini bahkan pahalanya dinyatakan sebanding dengan pahala penghulu syuhada’, yaitu Hamzah bin Abdul Muthallib, hal ini diutarakan seperti dalam hadits Nabi:

سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ المُطَلِّبِ وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ

“Penghulu syuhada’ adalah Hamzah bin Abdul Muthallib, dan orang yang berkata di hadapan seorang penguasa yang zalim, lalu dia memerintahkannya (pada kemakrufan) dan melarangnya (terhadap kemunkaran), kemudian penguasa itu membunuhnya.” (H.r. al-Hakim)

Apa yang dilakukan oleh para sahabat terhadap ‘Umar dalam kasus pembatasan mahar, pembagian tanah Kharaj, hingga kain secara terbuka di depan publik adalah bukti kebolehan tindakan ini. Adapun pernyataan ‘Irbadh bin Ghanam yang menyatakan, “Siapa saja yang hendak menasehati seorang penguasa, maka dia tidak boleh mengemuka-kannya secara terbuka, tetapi hendaknya menarik tangannya dan menyendiri. Jika dia menerimanya, maka itu kebaikan baginya, dan jika tidak, pada dasarnya dia telah menunaikannya.” 5 pada dasarnya tidak menunjukkan adanya larangan mengkritik atau menasehati penguasa di depan publik, tetapi hanya menjelaskan salah satu cara (uslub) saja.

Dengan demikian, bisa disimpulkan, bahwa menasehati penguasa atau mengkritik kebijakan penguasa yang tidak dibenarkan oleh Islam, termasuk di dalamnya seperti membongkar suatu kemunkaran atau konspirasi jahat yang hendak dilakukan terhadap Islam dan kaum Muslim hukumnya justru wajib. Hanya saja meski hukumnya wajib, tetap saja acara (uslub)-nya bisa beragam; contohnya bisa dilakukan secara langsung seperti dengan bertemu face to face, atau juga bisa dilakukan secara tidak langsung seperti misalnya dilakukan melalui sebuah tulisan, surat, demonstrasi, atau masirah.

webinar umroh.com

Melakukan sebuah upaya yang bertujuan memberi nasehat dengan lisan, termasuk juga di dalamnya melalui tulisan seperti surat terbuka, buletin, majalah, atau yang lain, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung jelas tetap lebih baik daripada melakukan upaya bi al-qalb (dengan memendam ketidaksukaan). Apalagi yang paling parah jika tidak melakukan apa-apa, sementara terus mengkritik orang lain yang telah melakukannya. Namun satu hal yang harus diingat adalah nasehat yang kita berikan atau kita utrarakan terlepas dari cara apa pun, hanya fokuskan untuk mengubah kemunkaran atau kemaksiatan yang ada dan kita ketahui, jangan ada motif-motif lain yang tidak dibenarkan seperti jika sampai dilandasi perasaan iri, dengki, hasad, atau sengaja ingin menjatuhkan citra orang yang kita beri nasehat karena suatu motif tertentu yang tidak dibenarkan dalam Islam. Faliyadzu billah.