Islam sebagai sebuah agama yang sangat sempurna tentu saja telah memiliki sebuah konsep yang sangat lengkap terhadap pemimpin dan juga kepeminpinan. Konsep ini juga telah dijamin dengan baik dan benar, karena konsep ini juga telah dicontohkan langsung secara nyata oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam kehidupan bernegara. Diantara beberapa aspek terpenting yang ada dalam kepemimpinan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
Pertama: Rasul bukan sekadar pemimpin spiritual saja, namun beliau juga sekaligus menjadi pemimpin politik yang menjalankan aktivitas kenegaraan berdasarkan petunjuk wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini mengisyaratkan bahwa bentuk negara dalam Islam adalah tidak sekuler.
Dalam praktiknya hal ini tertuang dalam Piagam Madinah: Bilamana kalian berselisih dalam suatu perkara, tempat kembali (keputusan) nya adalah kepada Allah azza wa jalla dan kepada Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam…apapun yang terjadi diantara pihak-pihak yang menyepakati piagam ini, berupa suatu kasus atau persengketaan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, tempat kembali keputusannya adalah kepada Allah azza wa jalla dan kepada Muhammad Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. (Ibnu Hisyam, As-Siroh an Nabawiyyah I/503-504).
Kedua: Dalam kepemimpinannya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam senantiasa menerapkan syariah Islam secara menyeluruh atau kaffah, sebab semua ucapan, perbuatan, dan juga diamnya Rasulullah adalah suatu sumber hukum, termasuk perbuatan Rasul dalam mengurus urusan rakyat.
Ketiga: Sangat tegas dalam penerapan hukum Allah tanpa kompromi. Hal ini terlihat dari ketegasan beliau ketika ada yang meminta keringanan hukuman terhadap wanita bangsawan yang mencuri. Jawaban Rasul “Apakah kalian hendak meringankan hukuman syar’i diantara hukum-hukum Allah? Kemudian beliau bangkit dan berkhutbah ‘wahai manusia sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena bila yang melakukan pencurian itu orang terpandang mereka biarkan, tapi bila yang mencuri itu kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku akan memotong tangannya (HR Muslim).
Keempat: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyatukan masyarakat dengan ikatan yang kokoh, yaitu akidah Islam dalam bentuk ukhuwah Islamiyah. Di saat yang sama Rasul juga melenyapkan ikatan ashobiyah kesukuan dan kebangsaan yang rapuh. Ungkapan KH Hasyim Asy’ari mengenai hal ini sangat mendalam “lalu hilanglah perbedaan kebangsaan, kesukuan, bahasa, mahzab dan nasionalisme yang selama ini menjadi penyebab permusuhan, kebencian, dan kezaliman. Masyarakatpun atas nikmat Allah berubah menjadi
bersaudara.
Jadilah orang Arab, orang Persia, orang Romawi, orang India, orang Turki, orang Eropa dan orang Indonesia semuanya berperan saling menopang satu sama lain sebagai saudara yang saling mencintai karena Allah. Tujuan mereka semua hanya satu, yaitu menjadikan kalimat Allah menjadi unggul dan kalimat setan menjadi hina. Mereka mengabdi demi Islam dengan ikhlas. Semoga Allah mengganjar mereka dengan sebaik-baik balasan” (KH Hasyim Asy’ari, Irsyad al Mu’minin ila siroh Sayyid al-Mursalin halm 44).
Kelima: Dalam kepemimpinan Rasul bertujuan untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan da’wah dan jihad. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Rasul riwayat Imam Muslim “Aku diperintahkan oleh Allah untuk memerangi manusia hingga mereka mau mengucapkan laa ilaaha illallah. Siapa saja yang sudah mengucapkannya berarti ia telah menyelamatkan harta dan nyawanya dariku, kecuali dengan jalan yang haq, sedang hisabnya di tangan Allah.”