Hati adalah salah satu ruang penting dalam kehidupan manusia. Bahkan fungsi ruang ini sangat menentukan warna hidup keseharian. Konflik dalam diri hingga konflik sosial yang terjadi berawal dari keruhnya hati manusia yang penuh dengan dunia. Ruang hati ini sebisa mungkin dibersihkan dari hubbud (cinta) dunia yang mengantarkan manusia mengalami kecelakaan jalan dalam hidupnya.
Hati adalah ruang kosong yang bisa diisi apa saja. Tetapi orang beriman sebaiknya mewarnai hati dengan keimanan, makrifat, dan keyakinan. Hanya saja ketika hati telah mengalami penyakit kronis berupa hubbud dunia, maka keimanan, makrifat, dan keyakinan tidak mendapat tempat di dalamnya. Bahkan semua itu tidak bisa memulihkan hati yang menderita sakit hubbud dunia
Orang yang batinnya mengalami sakit kronis akan tenggelam dalam hubbud dunia. Ia tidak pernah puas dengan apapun di dunia ini. Bahayanya, orang yang tengah mabuk dunia ini akan mengejar bayang-bayang dunia dengan jalan kehinaan dan jalan yang merusak sekalipun. Satu orang yang mengalami sakit kronis ini berdampak pada dunia yang luas.
Nasihat apapun tidak akan menyadarkannya. Hanya kondisi khas yang mencekam dan menakutkan orang ini dapat mengembalikannya ke jalan Allah. Hal lain yang memaksanya pulang ke jalan Allah adalah suasana tertentu yang membuatnya rindu kepada-Nya
Di tengah situasi zaman yang tidak menentu, banyak media sosial yang berseliweran di hadapan kita, dan banyak kabar yang beredar di hadapan kita, yang disatu sisi memang menguntungkan bagi kita karena cepatnya informasi sampai kepada kita, namun di sisi yang lain, justru membuat kita semakin tidak tenang. Pada kondisi inilah, maka sangat amat diperlukan kesadaran pribadi kita, untuk kembali kepada tujuan diciptakannya manusia dan jin, yakni semata menjalankan visi penghambaan (ubudiyah) kepada Allah SWT.
Hati adalah inti dari diri seorang manusia. Allah Ta’ala sangat memperhatikan kondisi hati setiap hamba-Nya. Hati yang dijaga, akan senantiasa memancarkan kekuatan iman, semakin tenang dengan melakukan kebaikan-kebaikan, terutama kala mendengarkan ayat-ayat Allah dikumandangkan. Atas hati yang terjaga, Allah memberikan anugerah ketenangan langsung dari sisi-Nya. Dengan kata lain, hati seorang Muslim akan semakin hidup dengan konsisten (istiqomah) dalam ketaatan semata kepada-Nya. Jika itu berhasil dilakukan secara terus-menerus, insya Allah, kebahagiaan akan semakin nyata dalam kehidupannya.
Akan tetapi, karena lemahnya iman, banyak di antara umat Islam yang mengabaikan terhadap masalah hati ini. Padahal, bahagia tidaknya setiap Muslim sangat bergantung pada kondisi hatinya. Untuk itu, penting sekali setiap Muslim memahami masalah ini, karena jika tidak, bisa jadi hati yang amat penting ini justru terkontaminasi dengan sifat-sifat buruk yang membahayakan, yakni kemunafikan bahkan kekafiran.
Hati itu ada empat macam
- Hati yang bersih yang di dalamnya terdapat semacam pelita yang bersinar. Hati yang bersih itu adalah hati orang Mukmin, dan pelita yang ada di dalamnya itu adalah cahayanya
- Hati yang tertutup lagi terikat adalah hati orang kafir
- Hati yang berbalik adalah hati orang munafik murni, ia mengetahui Islam lalu ingkar
- Hati yang berlapis adalah hati orang yang di dalamnya terdapat iman dan kemunafikan. Perumpamaan iman di dalam hati itu adalah seperti sayur-sayuran yang disiram air bersih.Sedangkan perumpamaan kemunafikan dalam hati adalah seperti luka yang dilumuri nanah dan darah. Mana di antara keduanya (iman dan kemunafikan) yang mengalahkan yang lainnya, maka dialah yang mendominasi.
Dari empat kriteria hati tersebut, sudah barang tentu kita harus memiliki hati yang bersih karena hati yang demikian yang bisa merasakan nikmat dan indahnya iman. Selain itu adalah kondisi hati yang mesti kita waspadai yaitu kondisi hati orang yang mengetahui kebenaran lalu mengingkarinya maka Allah akan cabut nikmat iman di dalam hatinya sehingga kehidupannya akan sangat jauh dari kebahagiaan dan kebenaran.
Hati merupakan raja dari setiap manusia. Sebab, pikiran, ucapan dan perilaku manusia sangat ditentukan oleh kondisi hatinya. Rasulullah bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pulalah jasad tersebut. Jika ia jahat, maka jahat pula jasad tersebut. Segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari, Muslim).
Untuk itulah, guna memastikan hati kita tetap menjadi raja yang benar dan baik, upaya untuk senantiasa menjaganya menjadi kebutuhan paling asasi dari diri setiap Muslim. Dan, satu cara strategis untuk memastikan hati tetap dalam kebenaran adalah dengan senantiasa melakukan dzikir kepada Allah Ta’ala.