Dalam sebuah pidato pembukaan suatu majelis, kita sering mendengarkan kalimat “mari kita mengucap syukur kepada Allah SWT, karena atas taufiq dan hidayahnya…”. Tahukah kamu arti keduanya? Lalu mengapa keduanya harus disyukuri?
Yuk, kita simak perbedaan taufiq dan hidayah yang dijelaskan Ust. Adi Hidayat, Lc. MA dalam salah satu kajiannya.
Hidayah
Hidayah artinya petunjuk Allah yang mengarahkan hamba pada hakikat kebenaran. Sifat hidayah ada dua, yaitu :
Diberikan kepada siapapun atas kehendak Allah tanpa batas.
Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa sesungguhnya tidak ada orang yang tidak mendapat hidayah. Semua orang memiliki kesempatan untuk mendapatkannya. Jika ada seseorang yang mengatakan “belum mendapat hidayah”, maka kalimat ini kurang tepat. Karena Allah senantiasa memberikan hidayah ini, permasalahan terjadi karena ada orang yang tidak mau mengambilnya.
Harus segera diambil
Karena Allah sudah membagi hidayah secara merata kepada semua hambaNya, kita harus memahami sifat hidayah yang kedua, yaitu harus segera diambil. Kita harus merespon dengan cepat ketika menerima hidayah dari Allah. Hidayah atau petunjuk dari Allah bisa datang kapan saja. Maka ketika hidayah itu datang, jangan didiamkan dan diabaikan. Segera ambil dan berbuat sesuai hidayah yang telah kita terima.
Misalnya ada hidayah yang datang lewat telinga, contohnya Adzan. Lafadz Adzan ditetapkan oleh Allah SWT akan selalu didengar oleh orang yang masih memiliki pendengaran. Adzan tidak hanya didengar oleh orang yang ingin sholat, namun semua manusia. Dari semua umat muslim yang mendengar Adzan, tidak semuanya akan menyambut hidayah tersebut untuk menunaikan shalat atau melangkah ke masjid.
Contoh lain, ada hidayah yang datang lewat mata. Misalnya kita melihat orang-orang yang beribadah dengan tenang dan khusyuk. Orang yang bersegera mengambil hidayah akan menggerakkan tubuhnya ikut melaksanakan ibadah. Namun orang yang pandangannya terhalang tidak bisa menangkap pemandangan itu sebagai hidayah dari Allah.
Taufiq
Taufiq adalah bimbingan Allah yang mengantarkan seorang hamba langsung kepada hakikat kebaikan. Saat seorang hamba menerima hidayah, taufiq adalah bimbingan yang akan memudahkan seseorang melakukan petunjuk tersebut. Ada dorongan yang diberikan untuk langsung menuju kepada kebaikan.
Taufiq juga memiliki dua sifat, yaitu :
- Taufiq tidak diberikan kepada seluruh hamba. Hanya hamba tertentu yang bisa mendapatkan taufiq.
- Bila sudah diberikan, jangan sesekali ditinggalkan. Untuk mendapatkannya kembali tidak mudah. Kita membutuhkan motivasi lebih kuat lagi untuk melakukannya.
Misalnya, seseorang yang sudah duduk di sebuah majelis ta’lim, berarti ia sudah mendapatkan taufiq untuk menuntut ilmu. Orang tersebut sebelumnya telah mendapatkan petunjuk (hidayah) berupa informasi mengenai jadwal majelis. Akan tetapi, tidak semua orang yang menerima informasi tersebut akan diringankan langkahnya oleh Allah, dan dilembutkan hatinya, diberi kelonggaran waktu, untuk hadir di majelis ta’lim tersebut.
Taufiq merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri oleh seorang hamba. Dalam contoh menghadiri ta’lim di atas, bahkan seseorang yang sangat ingin mendatangi ta’lim bisa jadi tidak memiliki kesempatan untuk menghadirinya. Mungkin ada pekerjaan atau tanggung jawab lain yang harus dikerjakan, sehingga ia tidak bisa datang ke majelis ta’lim tersebut.
Ada waktu di mana Allah SWT akan memberikan taufiq kepada hambaNya, yaitu di Bulan Ramadhan. Di bulan suci tersebut, orang yang tidak biasa ke masjid akan lebih mudah melangkahkan kakinya. Mereka yang jarang mengaji akan semangat membaca Al Qur’an setiap hari. Akan tetapi, tidak semua orang tetap melakukannya setelah Ramadhan usai. Penyebabnya adalah karena kebiasaan tersebut ditinggalkan seiring perginya Ramadhan. Karena itu, ketika kita mendapatkan taufiq, jangan pernah meninggalkannya.