Apakah anak-anak sudah memiliki naluri seksual? Tentu sudah karena Allah ciptakan naluri ini sejak manusia itu lahir. Naluri ini salah satu penampakan naluri nau’ (naluri melestarikan keturunan). Naluri Naw’u adalah potensi hidup karenanya manusia bisa hidup dan lestari keturunanya di muka bumi ini hingga hari kiamat. Naluri inipun sangat sensitif dari kepunahan manusia, makanya menuntut untuk dipenuhi.
Naluri seks (gharizah jinsiyyah) tidaklah identik dengan naluri naw’u, karena fenomena naluri naw’u juga diwujudkan dalam bentuk rasa keibuan, rasa kebapakan, anak sayang ibu, ibu sayang anak, adik sayang abang, abang sayang adik, empati pada sesama manusia dll., jadi tidak melulu wujudnya seksual.
Pada dasarnya gharizah jinsiyyah (naluri seks) itu karakternya seperti:
– Tergantung rangsangan
Sebagaimana halnya rasa keibuan walau dia seorang wanita tetap saja harus dirangsang jika wanita tadi hendak mencurahkan kasih sayang yang seluas-luasnya pada anaknya, bisa dengan pemikiran-pemikiran tentang posisi anak, amanah dan tanggung jawab pada anak, visi kita tentang anak, anak adalah cahaya mata kita dll. Bisa juga dengan melihat keluarga-keluarga bahagia yang sangat menyayangi dan mencintai anak-anak mereka.
Pun naluri seksual jika sudah dirangsang sedini mungkin dengan menyaksikan pornografi, video porno dan tidak memiliki rasa malu menampakkan aurat dan melihat aurat, atau seringkali melihat orang tua melakukan porno di depan anak dll. Inilah yang membuat jinsiyyah anak terbangkitkan lebih matang sementara akalnya tidak cukup cerdas dengan tsaqafah islam sehingga tidak bisa menilai mana yang haram dan mana yang halal.
Maka solusi dalam hal ini membuang semua rangsangan yang ada dan menjauhkannya dari anak, misal gadget yang ada pornonya, TV yang mengumbar aurat, teman bermain yang jadi ancaman, bahkan di lingkungan keluarga besar dsb.
Jika setelah dijauhkan anak dari rangsangan, ada kemungkinan anak tetap menuntut untuk dipenuhi maka akan gelisah, maka anak akan banyak permintaan dan cari strategi untuk memenuhi ini. Dalam kondisi inilah ayah ibu harus peka dan waspada serta bangun komunikasi yang baik sehingga anak terbuka. Katakan padanya bahwa kegelisahan ini hanya sesaat dan tidak mematikan.
– Tuntutan pemuasannya tidak pasti, hanya menggelisahkan
Anak akan gelisah ketika rangsangan itu semakin besar sementara pemenuhannya tidak ada, maka anak akan cari cara bagaimana dapat memenuhi seksualnya, maka tentu orang-orang terdekat menjadi sasaran. Maka disini pula pentingnya mengikatkan anak dengan syariah islam dengan ketat dan tarkiz aqidah islam yang senantiasa dijaga oleh orang tua.
Tancapkan tsaqafah Islam tentang menundukkan pandangan, batasan aurat, berpakaian syar’i, berpisah kasur, tidak satu selimut, tiga waktu aurat, interaksi lawan jenis. Pun senantiasa menjaga suasana keimanan dalam keluarga dalam taqarrub pada Allah swt.
– Sangat bisa dialihkan seperti ke naluri tadayyun atau ke naluri baqa’.
Pengalihan sangat memungkinkan dengan memenuhi naluri tadayyun, semisal hadir di majlis ibadah, majlis ilmu, majlis tsaqafah Islam khusus tsaqafah ijtimaiyyah dll. Dekatkan anak dengan ulama, ustadz yang dapat kita percaya dan dekat anak dengan teman-teman yang membawanya kepada taqwa.
Bisa juga ikut kegiatan-kegiatan kepemimpinan, penelitian, jelajah alam dll namun tetap mempertimbangkan lingkungan pertemanan harus dipastikan adalah orang-orang yang terpercaya.Wallahu a’lam bishshowab[]
**************************************
[Silakan dishare, semoga menjadi amal sholih]