Nama lengkapnya adalah Abu Raihan Al Biruni. Hidup di abad pertengahan, nama ‘Al Biruni’ merupakan julukan yang berarti ‘asing’. Sebab ia tinggal di kawasan yang banyak didiami orang-orang asing.
Masa Kecil Al Biruni
Umroh.com merangkum, Al Biruni lahir dan tumbuh di Khawarizmi, Turkmenistan. Kawasan ini dahulu disebut Khiva yang terletak di sekitar Danau Aral, Asia Tengah. Kala itu, tempat tinggal Al Biruni termasuk dalam wilayah kekaisaran Persia. Sejak kecil, beliau taat beragama. Bersamaan dengan itu, kecintaannya terhadap ilmu juga tampak. Waktunya banyak dihabiskan untuk belajar dan berkarya.
Baca juga: 3 Akhlaq Baik Rasulullah yang Wajib Diteladani
Ilmuwan yang Menguasai Berbagai Bidang
Al Biruni menguasai bidang matematikawan Persia, astronomi, farmasi, serta fisika. Ia dikenal sebagai seorang sarjana yang menulis ensiklopedia, sejarawan, filsuf, pengembara, sekaligus guru. Salah satu teorinya yang terkenal dan terbukti adalah bumi itu bulat. Ilmuwan yang lahir di tahun 362 Hijriah ini berhasil menemukan bahwa bumi berotasi dan mengelilingi matahari, serta berputar pada porosnya.
Ahli Ilmu Bumi
Seorang Ilmuwan Irak, Jim Al Khalili, pernah menjelaskan cara Al Biruni mengukur bumi. Beliau menggunakan ilmu matematika dan astronomi yang terbilang sederhana, namun perhitungan keliling bumi miliknya hanya meleset 1% dari perhitungan modern. Keliling bumi yang dikemukakannya adalah 25.000 mil, sementara ilmuwan modern menghitung di angka 24.901 mil.
Temuan fenomenal ini tercantum dalam salah satu kitabnya, al-Qanun al-Mas’udi (The Mas’udic Canon). Menurut seorang pakar budaya Asia Tengah, Mohammed Salim-Atchekzai, Mas’udic Canon merupakan ensiklopedia tentang astronomi, kosmologi, kronologi, geografi, dan matematika yang terbilang nyaris lengkap.
Beliau juga dikenal sebagai ilmuwan yang mahir tentang ilmu pemetaan bumi. Karenanya ia dijuluki sebagai Bapak Geodesi. Salah satu paparannya adalah tentang koordinat akurat garis bujur dan lintang dari 600 kota penting di masa itu. Paparan tersebut dilengkapi dengan ukuran jarak antar lokasi, serta arah menuju kiblat. Semua itu dibukukan dalam kitab Taḥdid Nihayat Al-Amakin Li-Taṣḥiḥ Masafat Al-Masakin (Ketetapan Koordinat Lokasi untuk Mengoreksi Jarak Antar Kota).
Baca juga: Kejayaan Ekonomi pada Masa Umar bin Khattab
Di dalam kitab tersebut juga tercantum peta dunia yang dibuatnya. Ia melukis daratan bumi yang dikelilingi perairan luas (Lautan Pasifik, Atlantik, dan Hindia). Peta tersebut dibuat dengan menyertakan ulasan mendalam tentang sejumlah bukti geografis dan biologis tentang keberadaan sejumlah laut luas di bagian barat dan timur, dan perairan tersebut saling terhubung.
Menghasilkan Banyak Karya Tulis
Di usia 20 tahun, Al Biruni sudah menghasilkan karya tulis di bidang sains. Seiring berjalannya waktu, beliau banyak menelurkan karya di bidang Matematika, Fisika, Astronomi, Kedokteran, Metafisika, Ilmu Bumi, Sastra, dan sejarah.
Ada sekitar 200 buku yang diketahui sebagai karyanya. Salah satunya Tarikh Al Hindi (Sejarah India) yang merupakan karya pertama Al Biruni. Ini karya terbaik dari sarjana muslim yang membahas tentang India. Ada buku tentang ilmu geometri, aritmatika, dan astrologi yang berjudul Tafhim li awal Al-Sina’atu Al-Tanjim. Ada pula buku khusus tentang ilmu perbintangan yang berjudul Al-Qanon al-Mas’udi fi al-Hai’ah wa al-Nujum (teori tentang perbintangan).
Kemudian buku-buku beliau yang banyak dikenal adalah As-Syadala fi al-Thib (kitab tentang farmasi dalam ilmu kedokteran), Al-Maqallid Ilm Al-Hai’ah (kitab tentang ilmu perbintangan), Al-Jamahir fi Ma’rifati al-Juwahir (kitab tentang ilmu pertambangan), dan Al-Kusuf wa Al-Hunud (kitab tentang pandangan orang India mengenai peristiwa gerhana bulan).
Kitab Al Biruni Digunakan Ilmuwan Barat
Buku-buku Al Biruni baru diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Barat di abad ke-20. Inilah sebabnya karyanya tidak sefenomenal Ibnu Sina yang telah banyak berpengaruh bagi para ilmuwan barat. Namun tetap saja karya beliau banyak digunakan oleh para ilmuwan, baik muslim maupun kafir. Banyaknya ilmu yang dikuasainya membuatnya dijuluki “Ustadz fil Ulum” atau ‘Guru segala Ilmu”.
Sosok beliau sangat diakui di dunia barat, sehingga ia mendapat banyak apresiasi. Salah satunya dalam The Unesco Courier edisi tahun 1974 yang berjudul ‘A Universal Genius in Central Asia a Thousands Years Ago : Al Biruni’. Jurnal ini memuji Al Biruni sebagai ‘The Extraordinary Genius of Universal Scholar’ yang kepiawaiannya melampaui ilmuwan pada zamannya.
Berguru pada Banyak Guru
Ilmu yang dimiliki oleh beliau diperoleh dari guru-gurunya. Ilmu matematika dan astronomi diperolehnya dari Abu Nasir Mansur. Ilmu astronomi, kedokteran, dan ilmu pasti lainnya diperoleh dari Ibnu Ali Ibnu Iraqi, Syekh Abdusshamad bin Abdusshamad, dan Abu Al-Wafa Al-Buzayani. Beliau juga kerap berdiskusi dengan Ibnu Sina.
Baca juga: Mengenal Sosok Umar bin Abdul Aziz yang Dikenang Sepanjang Masa
Kepiawaiannya menyerap ilmu juga merupakan hasil dari kepandaiannya menguasai beberapa bahasa. Al Biruni diketahui mampu berbahasa Arab, Yunani, Ibrani, bahkan Sansekerta. Kemampuan itulah yang membuatnya bisa belajar langsung dari sumbernya. Seluruh waktu ia dedikasikan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Beliau banyak mempelajari dan meneliti ilmu yang ada, sehingga banyak ilmuwan dan ahli sejarah menyebutnya sebagai ilmuwan terbesar sepanjang masa.
Banyak Berkelana Mencari Ilmu
Dikaruniai banyak ilmu, tidak membuatnya tinggi hati dan berpuas diri. Justru ia sering membaur di masyarakat guna memuaskan keinginannya untuk melakukan penelitian. Karena itu ia dikenal sebagai sosok yang mudah membaur dengan masyarakat, serta penuh toleransi.
Al Biruni juga banyak berkelana untuk mencari ilmu. Ia adalah orang yang tidak mudah puas dengan ilmu yang ada di satu wilayah. Beliau banyak melakukan pengembaraan di wilayah Asia Tengah dan Persia bagian utara. Dalam pengembaraannya, Al Biruni banyak bertemu dengan para ilmuwan lainnya.
Dari perjalanannya itulah Al Biruni bertemu dengan Ibnu Sina. Mereka bertemu dan berdiskusi. Walaupun harus berpisah karena Al Biruni harus melanjutkan perjalanannya, keduanya tetap menjalin hubungan baik. Mereka kerap bertukar pikiran mengenai fenomena yang mereka temui.