Shuhaib bin Sinan berasal dari keluarga terhormat Persia. Ayah dan pamannya pernah bekerja pada Raja Persia, dan mereka tinggal di Ninawa. Ketika Ninawa ditaklukan orang Arab, kehidupan Shuhaib berubah drastis. Ada riwayat yang mengatakan bahwa ia menjadi tawanan dan budak seorang saudagar Mekah, Abdullah bin Jud’an al-Quraisy. Tetapi ada juga yang mengisahkan Shuhaib masuk ke Mekah sebagai orang merdeka, lalu bersumpah setia kepada Abdullah bin Jud’an.
Memperoleh Kehidupan yang Baik di Mekah
Di Mekah, Shuhaib berhasil mengembalikan kehidupan normalnya. Bahkan ia menjadi seseorang dengan kedudukan terhormat, dan tinggal lama di Romawi sebagai saudagar. Inilah yang membuatnya mendapat gelar ‘Ar Rumi’, karena ia sangat mengenal seluk beluk Romawi.
Baca juga: Ini Sosok Abu Musa, Sahabat Rasulullah yang Penuh Talenta
Umroh.com merangkum, Shuhaib menjadi bagian kalangan mapan di Mekah. Ia berteman akrab dengan Umar bin Khattab. Shuhaib juga termasuk orang Mekah yang mendapat hidayah dari ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diangkat menjadi Rasulullah, Shuhaib sangat mengenal Al Amin dan mengagumi sifat beliau.
Menjadi Salah Satu Kaum Muslimin yang Menerima Kekejaman Kafir Quraisy
Saat memeluk Islam, Shuhaib mendapat perlakuan keji dari kaum kafir Quraisy. Di awal penyebaran Islam, kaum kafir Quraisy memang banyak memberikan ancaman dan penindasan. Tujuannya agar mereka meninggalkan Islam.
Namun kekejaman kaum kafir Quraisy tidak membuat kaum muslimin merelakan keimanan mereka. Allah memberi mereka kekuatan dan ketabahan, sehingga berhasil bertahan dari penyiksaan.
Dihalangi Saat Berniat Hijrah ke Madinah
Ketika Rasulullah mendapat wahyu untuk hijrah ke Madinah, Shuhaib berkeinginan turut serta. Namun niat Shuhaib mendapat rintangan berat dari kaum Quraisy. Mereka menghalangi Shuhaib sambil menenteng senjata untuk mencegahnya ikut rombongan kaum muslimin.
Lalu Shuhaib memutuskan untuk menunggu hingga malam. Ketika pengawasan dirasa longgar, dia berusaha kabur dengan mempercepat langkah. Sayangnya ketika tiba di perbatasan Mekah, ia ditangkap oleh para pemuda Quraisy.
Kepada Shuhaib yang telah tertawan, kaum Quraisy berkata, “Dulu, kau datang ke Mekah dalam keadaan miskin dan hina. Lalu engkau berubah menjadi orang yang terhormat”.
Harga pas di kantong, yuk pilih paket umroh Anda sekarang juga!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]
Merelakan Hartanya Agar Bisa Berhijrah dengan Rasulullah
Shuhaib melihat kesempatan ini sebagai celah untuk bernegosiasi dengan kaum Quraisy yang menahannya. Shuhaib berkata, “Bagaimana kalau aku menyerahkan seluruh harta milikku kepada kalian? Apakah dengan demikian kalian mau membiarkanku pergi?”.
Tanpa jeda waktu, pemuda Quraisy menjawab kompak “ya”. Shuhaib mengetahui, tawaran yang ia ajukan sangat menggiurkan bagi mereka.
Shuhaib bin Sinan kemudian dibebaskan dan melanjutkan perjalanan ke Madinah. Ia menyusul Rasulullah dan kaum muslimin. Bagaimana dengan harta yang ditinggalkannya? Apakah ada rasa berat yang menghantui perasaan Shuhaib? Ternyata tidak. Ia justru melangkahkan kaki dengan ringan dan gembira. Baginya, berjuang bersama Rasulullah dan hidup di jalan yang diridhai Allah lebih utama.
Disambut Rasulullah dengan Suka Cita
Shuhaib bin Sinan berhasil menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Quba. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah dan beberapa Sahabat yang duduk mengelilingi beliau. Kedatangan Shuhaib membuat mereka terkejut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga berseru dengan gembira, “Beruntunglah perdaganganmu, wahai Abu Yahya! Beruntung perdaganganmu, Wahai abu Yahya!”.
Di suasana gembira dan mengharukan itu turunlah surat Al Baqarah ayat 207. Allah berfirman, “Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridhaan Allah, dan Allah Maha penyantun terhadap hamba-hambanya”.
Keimanan Shuhaib membuatnya tidak merasa berat sedikitpun melepas harta kekayaannya. Padahal harta itu ia kumpulkan sekian lama, sejak ia masih muda.
Rasulullah Menyayangi Shuhaib
Shuhaib adalah salah seorang Sahabat yang memiliki sifat periang dan jenaka. Inilah yang membuat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyayanginya, di samping karena ketaqwaannya.
Dikisahkan suatu hari, Rasulullah melihat Shuhaib sedang memakan kurma dengan salah satu mata yang bengkak. Sambil tertawa, Rasulullah bertanya, “Mengapa engkau makan kurma sedangkan sebelah matamu bengkak?”. Dengan jenaka, Shuhaib menjawab, “Apa salahnya? Saya memakannya dengan mata yang sebelah lagi”.
Dikenal Dermawan
Saat menjalani kehidupan di Madinah, Shuhaib juga dikenal sebagai pribadi yang dermawan. Ketika ia memperoleh tunjangan dari Baitul Mal, uang itu dibelanjakan seluruhnya di jalan Allah, untuk membantu orang yang kesulitan dan fakir miskin. Sikap dermawannya itu sempat membuat Umar menegurnya. “Aku lihat kamu banyak sekali mendermakan makanan hingga melewati batas”.
Shuhaib kemudian menjawab, “Sebab aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Sebaik-baik kalian adalah yang suka memberi makanan'”.
Baca juga: Inilah Kisah Al Mu’tashim saat Melindungi Umatnya
Kebaikan akhlaq Shuhaib membuatnya dipilih Umar untuk menggantikannya menjelang wafat. Ketika Umar diserang seseorang saat menjadi imam shalat subuh, Umar berpesan untuk menunjuk Shuhaib sebagai imam kaum muslimin, selama menunggu ditentukannya khalifah yang baru.