Anak-anak yang semakin besar biasanya akan semakin pandai berbicara. Sebagai orang tua, tentunya senang dengan perkembangan anak tersebut. Anak jadi mengetahui banyak kosa kata, dan bisa mengutarakan keinginannya dengan jelas.
Akan tetapi, bagaimana jika ia menggunakan kemampuan barunya itu untuk menangkis semua hal yang kita sampaikan. Ia mulai berani menunjukkan ketidaksukaan dan keberatan hatinya. Dalam tahap ini, biasanya ia belum mampu mengutarakannya dengan baik sehingga tampaknya ia sedang melawan orang tuanya. Kalimat yang disampaikannya dengan nada tinggi memang seringkali membuat emosi orang tua juga memuncak.
Jika hal tersebut sering terjadi, jangan bungkam suara anak dengan menyuruhnya diam. Ajari ia menyampaikan pendapatnya dengan yang baik. Tegur mereka dengan enam kalimat ini, jika mereka mulai menanggapi kalimat orang tua dengan nada tinggi.
“Maaf, Permisi”
Jika nada anak mulai meninggi, katakan “Maaf, Permisi” padanya dengan lembut. Dnegan kata ini, bukan berarti orang tua harus merendah di hadapan orang tua. Dengan kata “Maaf” dan “Permisi” yang diucapkan dengan lembut tetapi tegas, anak-anak jadi tahu bahwa mereka telah melanggar batas. Dengan begitu, ia tidak akan melanjutnya kata-katanya dengan nada yang keras dan tinggi.
“Kamu Sedang Sedih dan Kesal, Ya”
Saat nada anak sedang meninggi, bisa jadi sedang ada emosi yang dirasakannya. Meluapnya emosi yang dirasakan anak memang bisa membuat nada suaranya jadi lebih tinggi dan lebih keras. Jika orang tua menanggapinya dengan emosional, maka suasana bisa jadi tidak terkendali.
Sebaliknya, sebagai orang tua kita bisa menunjukkan empati dengan berkata “Kamu sedang sedih dan kesal, ya”. Ketika orang tua mengatakan ini, anak menyadari bahwa di hadapannya ada orang tua yang bersedia menerima emosinya apa adanya. Dengan demikian, ia tidak akan merasa terancam dan memasang pertahanan dengan berkata lebih keras dan lebih tinggi lagi. Kalimat ini akan membuat emosi anak melunak dan ia jadi lebih mampu mengendalikan emosinya.
“Yuk, Ulangi Lagi”
Anak-anak yang masih kecil memang sangat mungkin berlaku di luar batas. Akan tetapi, sebagai orang tua kita harus membetulkan perilakunya agar tidak berkelanjutan di masa depan. Salah satu cara paling sederhana adalah memintanya untuk mengoreksi tindakannya sendiri. Ketika ia mulai berkata-kata dengan nada tinggi, ajak mereka untuk mengulanginya Kata “Yuk” yang digunakan membuat kita berada di posisi yang sama dengan mereka. Itu akan membuat mereka lebih nyaman berkomunikasi dengan orang tua.
Tariklah Nafas
Secara psikologis, menarik nafas panjang memang bisa menenangkan. Jika suara anak mulai meninggi, coba lakukan ini di hadapannya. Selain bisa menenangkan emosi orang tua yang mulai ikut meninggi, anak yang melihat kita menarik nafas juga bisa menangkap pesan tersembunyi. Mereka akan mulai sadar bahwa orang tuanya sedang marah dan emosional. Dengan begitu, ia akan mulai merendahkan suaranya, bahkan sebelum kita mengatakan sepatah kata apapun.
“Coba Ulangi Lagi, Yuk. Kali Ini, dengan Lebih Hormat”
Saat anak mulai berkata-kata dengan nada tinggi, suara keras, atau bahkan kosa kata yang tidak seharusnya, orang tua memang harus turun tangan untuk menegurnya. Orang tua bisa mengatakan, “Coba ulangi lagi, yuk. Kali ini dengan lebih hormat”. Pastikan orang tua mengatakannya dengan nada tenang dan emosi yang stabil. Dengan begitu, kita tetap bisa mengutarakannya dengan lembut dan tegas. Kalimat tersebut bisa memberikan pesan pada anak bahwa kita mendengarkan apa yang mereka katakan, namun mereka harus lebih santun dalam menyampaikannya.
“Kita Istirahat Sebentar, Yuk”
Ada saat di mana anak dan orang tua sama-sama tidak bisa mengendalikan emosi. Suara anak yang meninggi dan mengeras membuat orang tua juga melakukan hal yang sebaliknya. Jika hal ini terjadi, sebagai orang tua kita harus segera menguasai diri. Kendalikan kembali suasana dengan mengatakan, “Kita istirahat sebentar, yuk”.
Kalimat ini bisa menciptakan jeda pada ketegangan yang sedang terjadi antara orang tua dan anak. Kalimat ini juga bisa menyiratkan pesan bahwa emosi yang dirasakan oleh anak dan orangtua tidak salah, namun suasana yang tercipta akan membuat hubungan menjadi buruk jika diperlukan. Karena itu, diperlukan waktu istirahat agar masing-masing memiliki waktu untuk menenangkan diri dan kembali untuk mengutarakan pendapatnya dengan lebih santun.