1
News

Inilah 5 Kitab Tafsir yang Paling Terkenal

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

5 Kitab Tafsir paling Masyhur (terkenal)

 

1. Tafsir Al Jalalain

Tafsir Al Jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua orang Al hafidz/Al hafidzaan, yaitu Al Hafidz Al Mahali dan Al Hafidz As Suyuthi. Mereka berdua digelari dengan Jalaluddin, oleh karena itu dinamakan Al Jalalain, yaitu tafsir dari Jalaluddin Al Mahali dan Jalaluddin As Suyuthi. Kemudian karena Jalaluddin Al Mahali meninggal dunia sebelum menyelesaikan tafsirnya tersebut maka diselesaikan oleh As Suyuthi.

2. Tafsir Ibnu Katsir

Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab tafsir yang paling banyak diterima dan tersebar di tengah ummat ini. Imam Ibnu Katsir telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyusunnya, tidak mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat, baik hadits maupun atsar, bahkan hampir seluruh hadits periwayatan dari Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- dalam kitab Al Musnad tercantum dalam kitab tafsir ini.

Metode penyusunan yang dilakukan oleh Imam Ibnu Katsir adalah dengan cara menyebutkan ayat terlebih dahulu, kemudian menjelaskan makna secara umum, selanjutnya menafsirkannya dengan ayat, hadits, perkataan Sahabat dan tabi’in. Terkadang beliau menjelaskan seputar hukum yang berkiatan dengan ayat, dengan dukungan dalil lain dari Al Quran dan hadits serta dilengkapi dengan pendapat para Ahli Fiqh disertai dalilnya apabila masalah tersebut dikhilafkan diantara mereka, selanjutnya beliau merajihkan (memilih dan menguatkan) salah satu pendapat tersebut.

3. Tafsir Al-Maraghi: Tafsir Termasyhur dari Abad Dua Puluh

webinar umroh.com

Kitab Tafsir ini sangat menarik sekaligus kontroversial, karena ditulis oleh ulama modern yang pemikirannya dianggap dekat dengan kaum mu’tazilah.

Ulasan tafsir-tafsir kontemporer ini ini akan dimulai dengan yang paling populer, yakni Tafsir Al-Maraghi karya ulama besar Universitas Al-Azhar Mesir, Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Tafsir yang terbagi dalam 10 Jilid itu diterbitkan untuk pertama kalinya oleh Maktabah al-Babi al-Halabi (Kairo) pada tahun 1369 H/1950 M atau dua tahun sebelum penyusunnya wafat.

Meski di kalangan penganut tafsir salaf dianggap kontroversial dan banyak ditinggalkan, Tafsir Al-Maraghi sangat digemari oleh para pelajar yang mengkaji tafsir di bangku perguruan tinggi. Gaya penafsirannya dianggap modern, yakni berusaha menggabungkan berbagai madzhab penafsiran, terutama metode tafsir bil ma’tsur (berdasarkan hadits) dan tafsir bir ra’yi (berdasarkan logika), yang belakangan mengundang kontroversi.

4. Tafsir al-Kasyaf

Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama’ Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak i’tizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang ada saat ini.
Pada tahun 1986, tafsir al-Kassyaf dicetak ulang pada percetakan Musthafa al-Babi al-Halabi, di Mesir, yang terdiri dari empat jilid. Kitab tafsir ini, berisi penafsiran runtut berdasarkan tertip mushafi, yang terdiri 30 puluh juz berisi 144 surat, mulai surat al-fatihah sampai surat al-Nas. Dan setiap surat diawali dengan basmalah kecuali surat al-Taubah. Tefsir ini terdiri dari empat Jilid, jilid pertama diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Maidah. Jilid kedua diwali engan surat al-An’am dan diakhiri dengan surat al-Anbiya’. Jilid ketiga diawali dengan surat al-Hajj dan diakhiri dengan surat al-Hujurat dan jilid yang keempat diawali dengan surat Qaf dan diakhiri dengan surat al-Nass.

5. Tafsir al-Mizan

Tafsir al-Mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muh Husain Thabathabai, seorang ulama Iran. Setiap kitab tafsir disusun dengan motivasi tertentu. Ada kitab tafsir yang ditulis untuk memenuhi tuntutan masyarakat seperti Ma’anil Qur’an karya al-Farra. Ada juga kitab tafsir yang ditulis dengan tujuan merangkum kitab tafsir sebelumnya yang dinilai terlalu panjang dan luas, seperti al-Dur al-Mansur karya al-Suyuthi dan banyak lagi kitab-kitab tafsir lainnya.

Adapun motivasi yang mendorong Thabathaba’i untuk menulis kitab tafsirnya, al-Mizan adalah karena ia ingin mengajarkan dan menafsirkan al-Qur’an yang mampu mengantisipasi gejolak rasionalitas pada masanya. Di sisi lain, karena gagasan-gagasan matrealistik telah sangat mendominasi, ada kebutuhan besar akan wacana rasional dan filosofis yang akan memungkinkan hawzah tersebut mengkolaborasikan prinsip-prinsip intelektual dan doktrinal dalam islam dengan menggunakan argumen-argumen rasional dalam rangka mempertahankan posisi islam.

Nama al-Mizan, menurut al-Alusi, diberikan oleh Thabathaba’i sendiri, karena di dalam kitab tafsirnya itu dikemukakan berbagai pandangan para mufassir, dan ia memberikan sikaap kritis serta menimbang-nimbang pandangan mereka baik untuk diterimanya maupun ditolaknya. Meskipun tidak secara eksplisit memberikan nama ini, namun pernyataan Thabathaba’i secara implisit memang mengarahkan pada penamaan al-Mizan tersebut.