1
Motivasi Muslim Lifestyle Tips

Agar Dakwah Dan Keluarga Tetap Seimbang (Part 2)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

(Untuk ulasan sebelumnya, bisa dilihat di parti 1 dengan link berikut: https://www.umroh.com/blog/agar-dakwah-dan-keluarga-bisa-tetap-seimbang-part-1/)

Islam sangat memperhatikan baiknya akhlak dan tingkah laku individu maupun masyarakat, keduanya tak bisa dipisahkan, didasari oleh banyaknya dalil-dalil al-Qur’an dan al-Sunnah untuk berdakwah di tengah-tengah masyarakat (tak dibatasi pada ruang lingkup keluarga), sedikit di antaranya:

وَالْعَصْرِ {١} إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ {٢} إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {}٣
“Dan demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shalih serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr [103]: 1-3)

Mari kita perhatikan baik-baik kalimat dari surat Al-‘Ashr tersebut. Syaikh Dr. Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi (w. 1418 H) menguraikan bahwa surat ini menjelaskan suatu perkara mengenai akidah dan juga tuntutannya.

Akidah serta tuntunannya tersebut yakni meliputi hal-hal yan berupa iman (pembenaran yang pasti) dan juga amal shalih. Setelah itu Allah juga berfirman dan berkata (تواصوا) Allah, dan Allah juga tidak mengatakan (ووصوا). Darisini, perlu kita ketahui bersama, apa makna dari kata (تواصوا)?

Yakni agar setiap orang yang beriman haruslah mengetahui bahwa dirinya adalah bagian dari orang lain, tak terkecuali pula saudara seimannya yang lain. Akan tetapi, tak jarang kia melihat terkadang di antara keduanya yang lemah terhadap suatu kemaksiatan sehingga ia melakukannya.

Akan tetapi yang lainnya tidak lemah terhadap kemaksiatan tersebut, maka dari itu orang yang tidak lemah tersebut sudah semestinya menasihati orang yang lemah (agar menjauhi kemaksiatan tersebut.)

Rasulullah ﷺ bersabda:

webinar umroh.com

«انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا»
“Tolonglah saudaramu baik ia orang yang zhalim atau orang yang dizhalimi”

Seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah ﷺ aku akan menolong seseorang jika ia dizhalimi, lalu bagaimana jika ia adalah orang yang menzhalimi, bagaimana aku menolongnya?” Rasulullah ﷺ menjawab:

«تَحْجُزُهُ أو تَمْنَعُه مِنَ الظُّلْمِ فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ»
“Cegah ia, larang ia dari kezhaliman maka hal itu sesungguhnya pertolongan baginya.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad)[3]

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), sebagaimana dinukil al-Baihaqi menjelaskan makna hadits ini bahwa orang yang zhalim itu adalah pihak yang dizhalimi oleh dirinya sendiri, sebagaimana firman Allah ’Azza wa Jalla:

{وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ}

Kalimat itu menjelakan sebagaimana seseorang sudah semestinya untuk mau menolong orang yang dizhalimi jika orang yang ditolong tersebut bukan orang yang zhalim itu sendiri, untuk dapat mencegah kezhaliman menimpanya.

Begitu pula bahwasannya seseorang sudah semestinya menolong orang lain sekali pun jika orang yang ditolong tersebut adalah orang yang zhalim itu sendiri, dengan tujuan untuk mencegah kezhaliman tersebut menimpa dirinya sendiri. Dan sesungguhnya Islam memerintahkan setiap individu muslim untuk menolong saudaranya yang muslim jika ia melihat saudaranya berbuat zhalim.

(bersambung ke part 3)