Sebuah gebrakan dilakukan oleh mahasiswi Indonesia yang sedang menempuh studi di University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Ia mengajukan ide agar mahasiswa muslim yang berkuliah di sana bisa nyaman menyantap makanan dan melaksanakan ibadah.
Kesulitan Mahasiswa Muslim Mendapatkan Makanan Halal
Dilansir dari VOA Indonesia, mahasiswa muslim yang tinggal di asrama atau perumahan kampus di Amerika terkadang kesulitan mendapatkan makanan halal. Tidak ada kepastian apakah daging ayam atau sapi yang dikonsumsi merupakan makanan halal atau bukan. Karena itu, dibutuhkan sertifikasi halal agar mereka bisa menikmati makanan dengan tenang.
Merasakan hal tersebut, seorang mahasiswa muslim dari Indonesia di University of Wisconsin-Madison, Agalia Sakanti Ardyasa, mengajukan usul kepada pihak kantin kampus untuk mengadakan makanan halal.
Melaksanakan Peran dalam Jabatannya di BEM Kampus
Agalia memang dikenal sebagai mahasiswa yang aktif mengikuti organisasi di kampus. Ia bahkan menjabat sebagai presiden dari Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat di wilayah Madison. Agalia juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa kampus, dan menjabat sebagai Equity and Inclusion Committee Chair. Perannya adalah membantu menciptakan kampus yang lebih inklusif bagi mahasiswa yang memiliki latar belakang yang beragam.
Jabatan tersebut dijadikan kesempatan baginya untuk mengusahakan lingkungan yang nyaman bagi mahasiswa muslim. Ia mengutarakan pendapatnya, dan berusaha mengubah peraturan kampus yang saat itu dinilai merugikan mahasiswa muslim.
Di tahun 2018, kampus tempat Agalia menuntut ilmu mewajibkan mahasiswa tahun pertama membeli paket makanan di kampus. Menurutnya, peraturan tersebut kurang cocok bagi mahasiswa yang sedang diet, atau mahasiswa muslim yang harus mengkonsumsi makanan halal. Pada akhirnya, mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli makanan yang tidak akan mereka makan.
Melihat kondisi ini, Agalia mulai merasa bahwa pihak kampus sebenarnya harus bertanggung jawab agar semua mahasiswa bisa memakan makanan di yang disediakan di kantin.
Kepada VOA Indonesia, Agalia mengatakan bahwa definisi halal bagi orang di sana berbeda-beda. Namun bagi teman-teman Agalia, terutama orang Malaysia, definisi halal adalah dipotong dengan Bismillah. Jadi walaupun makanan berupa daging ayam atau diberi tanda ‘no pork’, makanan itu belum tentu halal bagi mereka. Inilah yang kemudian memunculkan isu bahwa komunitas muslim di kampus Agalia juga perlu diperhatikan.
Banyak Diskusi yang Membuahkan Hasil
Setelah digelar banyak diskusi dan pertemuan dengan anggota BEM lain, juga organisasi Muslim Students Association di kampus, Agalia dan rekan-rekannya berusaha mencari jalan keluar bagi mahasiswa yang harus mengkonsumsi makanan halal, makanan kosher bagi umat Yahudi, dan vegetarian. Ide tersebut ditanggapi positif oleh pihak kampus. Mereka memutuskan untuk membuat makanan yang tersebut di kantin lebih beragam.
Usaha dan kerja keras yang panjang dari Agalia dan rekan-rekannya membuahkan hasil. Kini, University of Wisconsin-Madison resmi menyediakan beragam makanan, termasuk makanan halal.
Situs resmi University of Wisconsin-Madison juga melansir pemberitahuan di situs resminya, bahwa menu halal lain dapat dipesan secara khusus dari waktu ke waktu. Dalam situs tersebut, disebutkan bahwa kepala bagian penyediaan pangan dan kuliner kampus, Peter Testory mengatakan “Semua ayam dada dan paha tanpa tepung, tulang, dan kulit di kantin kami memiliki sertifikasi halal”.
Mengusahakan Tempat Shalat
Bukan hanya makanan halal yang diperjuangkan oleh Agalia dan teman-temannya. Agalia dan salah seorang rekannya yang berasal dari Pakistan juga mengusahakan adanya tempat shalat di kampus. Untuk tempat shalat ini, mereka menyebutnya sebagai “reflection space”, untuk menghilangkan kesan eksklusif bagi satu agama saja. Mereka tengah berusaha menambah jumlah “reflection space” di kampus, agar bisa digunakan untuk semua agama. Namun bagi Agalia, “reflection space” ini utamanya untuk memecahkan masalah yang dihadapi ketika ia harus shalat di kampus saat tengah hari.
Dilansir situs University of Wisconsin-Madison, “reflection space” ini adalah salah satu permintaan yang banyak diajukan oleh para mahasiswa, terutama mereka yang membutuhkan tempat khusus untuk berdoa atau meditasi. “Reflection space” ini berguna agar mereka bisa berdoa atau meditasi tanpa harus sembunyi-sembunyi, misalnya di balik rak buku di perpustakaan.
Agalia mengapresiasi kampusnya karena bersedia mendengarkan keluh kesah mahasiswa. Tidak hanya itu, pihak kampus juga mencoba sebisa mungkin mengakomodasi kebutuhan mahasiswa di sana. Ia bersyukur karena bisa menjalankan perannya sebagai Equity and Inclusion Chair dengan memastikan semua mahasiswa merasa diperhatikan di kampus.