الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، وبعد BERTAKBIRLAH KETIKA N A I K, BERTASBIH KETIKA T U R U N 🚴♂️ 🚴♀️ 🚴♂️ 🚴♀️ 🚴♂️ 🚴♀️ 🚴♂️ 🚴♀️ 🚴♂️ 🚴♀️ 🚴♂️ 🚴🏼♀ 🚴🏼 🚴🏼♀ 🚴🏼 🚴🏼♀ 🚴🏼 🚴🏼♀ Aktifitas keseharian kita memang tidak terlepas dari berjalan, baik itu berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan. Namun perlu diketahui, agar aktivitas-aktivitas juga bernilai ibadah dan pahala, ada amalan-amalan yang perlu untuk dipraktekkan dan diterapkan. Adalah Rasulullah ﷺ senantiasa memberikan tuntunan kepada Umat beliau dalam setiap keadaannya , termasuk berdzikir setiap saat , saat berjalan itu menanjak – mendaki ataupun menurun. ▪ Tuntunan Rasulullah ﷺ dalam bepergian كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَافَرَ يَتَعَوَّذُ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمُنْقَلَبِ وَالْحَوْرِ بَعْدَ الْكَوْرِ، وَدَعْوَةِ الْمَظْلُوْمِ، وَسُوْءِ الْمَنْظَرِ فِي اْلأَهْلِ وَالْمَالِ. “Apabila Rasulullah ﷺ melakukan perjalanan jauh, beliau berlindung kepada Allah ﷻ dari kelelahan perjalanan, perubahan yang menyedihkan, kekurangan setelah kelebihan, do’a orang-orang yang teraniaya serta pemandangan yang buruk dalam keluarga dan hartanya.” [ HR. Muslim no. 1343 ] ▪ Bertakbir…
(untuk bagian certia sebelumnya, bisa dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/inilah-salah-satu-bukti-keadilan-rasulullah-dalam-penegakan-hukum-islam-part-1/) Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H) ketika menjelaskan hadits serupa di atas (riwayat Imam al-Bukhari) menuturkan: وَسَبَبُ إِعْظَامِهِمْ ذَلِكَ خَشْيَةُ أَنْ تُقْطَعَ يَدُهَا لِعِلْمِهِمْ أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُرَخِّص فِي الْحُدُود ، وَكَانَ قَطْع السَّارِق مَعْلُومًا عِنْدهمْ قَبْل الْإِسْلَام ، وَنَزَلَ الْقُرْآنُ بِقَطْعِ السَّارِق فَاسْتَمَرَّ الْحَال فِيهِ Dan penyebab kekhawatiran mereka (orang-orang Quraisy) adalah ketakutan akan dipotongnya tangan wanita ini, karena mereka menyadari bahwa Nabi ﷺ tidak akan meringankan sanksi hudud. Dan dahulu, sanksi potong tangan bagi pencuri sudah lumrah di antara mereka sebelum turunnya Islam, dan turunlah Al-Qur’an yang mensyari’atkan sanksi potong tangan bagi pencuri, maka sanksi ini tetap berlangsung. Dalam hadits yang mulia ini, ada beberapa hal yang menguatkan larangan meminta pengampunan terhadap sanksi ini (termasuk memusyawarahkan apakah dilaksanakan atau tidak): Pertama, Usamah bin Zaid r.a. menyampaikan kasus ini kepada Rasulullah ﷺ untuk meminta pengampunan.…
(untuk cerita bagian sebelumnya, bisa dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/25-ribu-diganti-25-juta-part-1/) Dan buru-buru ke belakang.., Suaminya pun memanggil.. Si isteri makin gemetar.. “BU..!!” Serasa mau pingsan si isteri menghampiri suami..!! Suamipun menyapa, “Duduk Bu..” Isteri merasa langit seakan runtuh… Suami bertanya, “Belum masak ya..??” Tangis isteri tidak bisa dibendung lagi… Maafkan aku Pak… Aku salah… aku tidak minta izin dulu… karena saya iba sama nenek itu… jadi aku kasihkan.., tiba tiba suaminya memotong pembicaraan isterinya.., “Apaan sihhh…” Tangis isteri makin menjadi dan tidak bisa ditanyain..!!! Suaminya bertanya, “Kamu kenapaaa nangis.. sakit?.. nenek siapa..?? Maksud aku.. Kalau belum masak.. Kebetulan, aku beli nasi dan ayam goreng lengkap dengan urap dan lalapan.., anak-anak pasti suka.. oh iya aku belikan soto juga kesukaanmu… Ini Uang 25 juta.. Proyek bapak yang bulan lalu selesai penghitungannya.., yang 10 juta tak bawa.. buat servis motor, benarin kamar mandi.., tidak apa-apa kan tidak semuanya ke ibu..?? Tanya sang bapak..!!!…
– Tanah Yang Memiliki Tambang Jenis tanah lainnya yang tidak kalah penting untuk diketahui hukumnya adalah tanah yang memiliki tambang. Tanah yang di dalamnya ada tambang, misalkan saja tambang-tamban yang di dalamnya terdapat beberapa sumber daya alam semacam minyak, emas, perak, tembaga, dan sebagainya, maka ada 2 (dua) kemungkinan mengenai hukum atas tanah tersebut: (1) tanah itu tetap menjadi milik pribadi atau pun negara jika hasil tambangnya hanya sedikit. (2) atau bisa jadi juga tanah itu akan menjadi milik umum apabila hasil tambangnya banyak. Nabi SAW pernah memberikan tanah bergunung dan bertambang kepada Bilal bin Al-Harits Al-Muzni (HR Abu Dawud). Hal ini menunjukkan bahwasannya tanah yang bertambang boleh dimiliki individu jika tambangnya mempunyai kapasitas produksinya sedikit. Nabi SAW suatu saat pernah memberikan tanah bertambang garam kepada Abyadh bin Hammal. Setelah diberitahu para sahabat bahwa hasil tambang itu sangat banyak, maka Nabi SAW menarik kembali tanah itu dari Abyadh bin Hammal.…
(untuk bagian sebelumnya, bisa dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/beginilah-hukum-kepemilikan-tanah-menurut-sudut-pandang-islam-part-4/) – Pemanfaatan Tanah (at-tasharruf fi al-ardh) Syariah Islam mengharuskan pemilik tanah pertanian untuk dapat mengolah tanah tersebut sehingga tanahnya menjadi produktif. Negara juga dapat memberikan bantuan dalam penyediaan sarana produksi pertanian, seperti misalnya kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khathab pada saat beliau memberikan bantuan berupa sarana pertanian kepada para petani yang ada Irak untuk dapat mengolah tanah pertanian mereka. Jika pemilik tanah itu tidak mampu mengolahnya, dianjurkan untuk diberikan kepada orang lain tanpa kompensasi. Nabi SAW bersabda,”Barangsiapa mempunyai tanah (pertanian), hendaklah ia mengolahnya, atau memberikan kepada saudaranya.” (HR Bukhari). Jika pemilik tanah pertanian menelantarkan begitu saja tanahnya selama jangka waktu tiga tahun, maka hak kepemilikannya akan hilang, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. – Larangan Menyewakan Lahan Pertanian Lahan pertanian tidak boleh disewakan, baik tanah yang berbentul kharajiyah maupun tanah yang berbentu usyriyah, baik sewa itu dibayar dalam bentuk hasil pertaniannya maupun…
(untuk bagian sebelumnya bisa dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/beginilah-hukum-kepemilikan-tanah-menurut-sudut-pandang-islam-part-3/) – Cara-Cara Memperoleh Kepemilikan Tanah Menurut Abdurrahman Al-Maliki, tanah dapat dimiliki dengan 6 (enam) cara menurut hukum Islam, yaitu melalui : (1) jual beli, (2) waris, (3) hibah, (4) ihya`ul mawat (menghidupkan tanah mati), (5) tahjir (membuat batas pada tanah mati), (6) iqtha` (pemberian negara kepada rakyat). (Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mustla, hal. 51). Mengenai huukum serta aturan jual-beli, waris, dan hibah sudah jelas. Adapun ihya`ul mawat yang artinya adalah menghidupkan tanah mati (al-mawat). Pengertian tanah mati disini adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak juga dimanfaatkan oleh seorang pun. Menghidupkan tanah mati, artinya memanfaatkan tanah itu, misalnya dengan bercocok tanam padanya, menanaminya dengan pohon, membangun bangunan di atasnya, dan sebagainya. Sabda Nabi SAW,”Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Bukhari) (Al-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, hal. 79). Tahjir artinya membuat batas pada suatu tanah. Nabi SAW bersabda,”Barangsiapa…
(untuk bagian sebelumnya, dapat dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/beginilah-hukum-kepemilikan-tanah-menurut-sudut-pandang-islam-part-2/) Salah satu bentuk kepemilikan tanah lainnya dalam Islam adalah Tanah Kharajiyah. Tanah Kharajiyah adalah tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui suatu peperangan (al-harb), misalnya saja seperti tanah Irak, Syam, dan Mesir kecuali Jazirah Arab. Atau bisa juga tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui suatu prosesperdamaian (al-shulhu), misalnya tanah Bahrain dan Khurasan. (Al-Nabhani, ibid., Juz II hal. 248). Tanah kharajiyah ini zatnya (raqabah) adalah milik seluruh kaum muslimin, di mana negara melalui Baitul Mal bertindak mewakili kaum muslimin. Ringkasnya, tanah kharajiyah ini zatnya adalah milik negara. Jadi tanah kharajiyah zatnya bukan milik individu seperti tanah kharajiyah. Namun manfaatnya adalah milik individu. Meski tanah tanah kharajiyah dapat diperjualbelikan, dihibahkan, dan diwariskan, namun berbeda dengan tanah usyriyah, tanah kharajiyah tidak boleh diwakafkan, sebab zatnya milik negara. Sedang tanah usyriyah boleh diwakafkan sebab zatnya milik individu. (Al-Nabhani, Muqaddimah Ad-Dustur, hal. 303). Tanah kharajiyah ini…
(untuk bagian sebelumnya, bisa dilihat di link berikut: https://www.umroh.com/blog/beginilah-hukum-kepemilikan-tanah-menurut-sudut-pandang-islam-part-1/) Dengan demikian, Islam telah menjelaskan dengan gamblang filosofi kepemilikan tanah dalam Islam. Intinya ada 2 (dua) poin, yaitu : Pertama, pemilik hakiki dari tanah adalah Allah SWT. Kedua, Allah SWT sebagai pemilik hakiki telah memberikan kuasa kepada manusia untuk mengelola tanah menurut hukum-hukum Allah. Maka dari itu, filosofi ini mengandung implikasi bahwa tidak ada satu hukum pun yang boleh digunakan untuk mengatur persoalan tanah, kecuali hukum-hukum Allah saja (Syariah Islam). (Abduh & Yahya, Al-Milkiyah fi Al-Islam, hal. 138). Mengatur pertanahan dengan hukum selain hukum Allah telah diharamkan oleh Allah sebagai pemiliknya yang hakiki. Firman Allah SWT (artinya),”Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum.” (QS Al-Kahfi [18] : 26). 3. Kepemilikan Tanah dan Implikasinya Kepemilikan (milkiyah, ownership) dalam Syariah Islam didefinisikan sebagai hak yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi manusia untuk memanfaatkan suatu benda. (idznu asy-Syari’ bi al-intifa’ bil-‘ain). (Al-Nabhani,…
– Pengantar Hukum pertanahan dalam Islam dapat didefinisikan sebagai hukum-hukum Islam mengenai tanah dalam kaitannya dengan hak kepemilikan (milkiyah), pengelolaan (tasharruf), dan pendistribusian (tauzi’) tanah. (Mahasari, Pertanahan dalam Hukum Islam, hal. 39). Dalam studi hukum Islam, hukum pertanahan dikenal dengan istilah Ahkam Al-Aradhi. (Al-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, hal. 128). Pada umumnya para fuqaha (ahli hukum Islam) membahas hukum pertanahan ini dalam studi mereka mengenai pengelolaan harta benda (al-amwal) oleh negara. Para fuqaha itu misalnya Imam Abu Yusuf (w. 193 H) dengan kitabnya Al-Kharaj, Imam Yahya bin Adam (w. 203 H) dengan kitabnya Al-Kharaj, dan Imam Abu Ubaid (w. 224 H) dengan kitabnya Al-Amwal. Sebagian ulama seperti Imam Al-Mawardi (w. 450 H) membahas pertanahan dalam kitabnya Al-Ahkam Al-Sulthaniyah yang membahas hukum tata negara menurut Islam. Demikian pula Imam Abu Ya’la (w. 457 H) dalam kitabnya Al-Ahkam Al-Sulthaniyah. Pada masa modern yang terjadi pada saat ini pun, tak sedikit juga para…
Ada 3 kalimat dalam bahasa Arab yang sering kali diucapkan kita, namun masih banyak yang salah dalam penulisan. 3 kalimat itu serta cara menulis yang benar yaitu: ⭐ AAMIIN ⭐ INSYAA ALLAH ⭐ HUSNUL KHOTIMAH Dalam bahasa Arab ada 4 kata amin yg berbeda makna : – Amin = Aman – Aamin = Meminta perlindungan – Amiin = Jujur – *Aamiin = Ya Allah,* *kabulkanlah do’a kami* ★ Kita seharusnya tidak menulis : *Insya Allah* = Menciptakan Allah (naudzubillah ..) Tapi pastikan kita menulis : *In Syaa Allah = dengan izin Allah* ★ Assalamualaikum, jgn disingkat, karena ; 1. As = Orang bodoh ; keledai 2. Ass = Pantat 3. Askum = Celakalah kamu 4. Assamu = Racun 5. Samlekum = Matilah kamu 6. Mikum = dari bahasa Ibrani, Mari Bercinta. 1⃣ *Salam pendek* : “Assalamualaikum”. – Dengan 10 kebaikan. 2⃣ *Salam sedang* : “Assalamualaikum warahmatullah”. – Dengan 20 kebaikan. 3⃣ *Salam panjang* : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. -…