Sistem pemerintahan negara Islam kemudian dilanjutkan oleh para khulafaur rasyidin sepeninggal beliau, hingga akhirnya Islam sampai meluas dan juga menjadi peradaban yang tinggi. Ini dari sisi kepemimpinan, adapun dari sisi pemimpinnya sendiri, maka Islam telah mensyaratkan:
Pertama: Muslim, karena Al Quran melarang menyerahkan urusan kaum muslimin kepada orang kafir “Allah tidak akan pernah sekali-kali memberi jalan kepada orang kafir untuk (menguasai) orang beriman…” (QS. An Nisa 141). “Hai orang-orang beriman, janganlah kalian menjadikan yahudi maupun nashrani sebagai auwliya…” (QS. Al Maidah 51).
Kedua: Laki-laki, karena dalam HR Imam Bukhari ada celaan untuk memilih pemimpin seorang perempuan dengan kata “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kepemimpinan mereka kepada seorang perempuan”. Kepemimpinan yang dimaksud adalah dalam wilayah aa’m (kepemimpinan umum).
Ketiga: Baligh, berdasarkan HR Abu Dawud “Diangkat pena (pertanggung jawaban amal/hisab) terhadap tiga golongan : orang tidur sampai terjaga, anak kecil sampai baligh dan orang gila sampai berakal)
Keempat: Berakal. Tidak sah pemimpin bagi orang yang hilang ingatan baik sewaktu-waktu atau gila permanen. Dasarnya adalah hadis yang sama dengan dalil wajib pemimpin baligh (HR Abu Dawud).
Kelima: Adil. Pemimpin dalam Islam wajib adil, maksudnya adalah tidak fasik, secara pribadi tidak melakukan maksiat sehingga tidak terkategori sebagai orang yang fasik. Dalilnya adalah QS. Al Maidah: 8 “Hai orang-orang beriman hendaklah kalian menjadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, dan menjadi saksi dengan adil…”. Untuk menjadi saksi disyaratkan harus adil, terlebih lagi sebagai pemimpin yang kelak akan menjadi saksi atas perkara yang paling besar, tentu lebih utama disyaratkan adil.
Keenam: Merdeka. Pemimpin tidak boleh dalam keadaan tersandra, baik secara fisik atau secara mental psikologis, sehingga tidak memiliki kehendak sendiri untuk menjalankan kepemimpinannya.
Ketujuh: Mampu. Dalam aspek ini, selayaknya pemimpin memiliki sifat-sifat sehingga dia layak untuk menjalankan kepemimpinannya. Sifat-sifat tersebut diantaranya memiliki pribadi yang kuat secara pemikiran, paham dan cerdas tentang pelaksanaan kenegaraan dalam dan luar negeri. Senantiasa terikat dengan hukum syara’.
Kedelapan: Memiliki rasa takwa kepada Allah dan kasih sayang pada rakyat. Dengan sifat-sifat seperti ini, maka pemimpin akan terhindar dari rayuan dunia yang bisa menjerumuskannya pada jurang kehancuran, juga sikapnya terhadap rakyat yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat.
Dengan syarat-syarat kepemimpinan dan pemimpin seperti uraian diatas tentu saja hanya bisa terwujud di dalam sistem kepemimpinan Islam yaitu khilafah dan di pimpin oleh seorang khalifah. Sebaliknya, akan mustahil kita dapatkan di dalam sistem kehidupan kapitalisme saat ini, yang dibangun diatas asas sekularisme. Jadi perubahan seperti apa yang kita harapkan agar kepemimpinan dan pemimpin ini menjadi baik dan benar? Hanya satu jawaban, yaitu perubahan menuju Islam kaafah dalam institusi Khilafah.