Setiap negara tentunya akan memiliki identitas dalam warna bendera. Indonesia pun memiliki filosofi dalam bendera merah putih. Sang pusaka merah putih merupakan lambang kehormatan bagi bangsa Indonesia, bagi setiap rakyat Indonesia wajib untuk menghormati sang merah putih.
Sejarah Sang Pusaka Merah Putih
Pada zaman dulu sang pusaka ini dipakai oleh kerajaan kuno di Indonesia. Dalam sejarah merah putih diambil dari mitologi bangsa Austronesia. Yaitu warna merah (tanah) dan putih (langit). Konon warna merah terinspirasi dari warna panji kerjaan Majapahit yang memiliki warna sembilan garis dengan warna merah dan putih. Sebelumnya bendera warna ini pernah juga digunakan pada saat jayakakatwa melawan Kartanegara dari Singosari.
Sang pusaka merah putih dikibarkan pada tahun 1928, sebagai bentuk perlawanan kepada Belanda dan bentuk dari wujud protes dan nasionalisme. Pengibaran bendera merah putih pun dilakukan di tanah Jawa. Pengibaran bendera pun dilaran oleh pasukan Belanda karena saat itu Belanda sedang menguasai Indonesia.
Pada mulanya sebutan sang saka merah putih hanya digunakan untuk pengobatan sang merah putih pada dikibarkan yaitu pada tanggal 17 Agustus 1995 di jalan peganggsaan timur 56, Jakarta, saat proklamasi dilaksanakan. Tetapi setelah ditinjau penggunaan kata sang saka merah putih ditunjukkan kepada bendera mutih yang dikibarkan dalam upacara bendera.
Dahulu kala pun ketika terjadi perang di Aceh, pejuang-pejuang Aceh pun telah menggunakan bendera perang berwarna merah dan putih. Namun dibagikan belakang terdapat aplikasi bergambar bulan sabit, pedang, matahari dan bintang serta beberapa ayat-ayat Al Quran.
Baca Juga: Dapatkan Paket Umroh dengan Promo Hari Kemerdekaan Indonesia
Orang yang pertama kali membuat bendera
Sejarah sang merah putih dimulai saat bendera pusaka dibuat oleh ibu Fatmawati, istri dari Presiden Soekarno, pada tahun 1944. Bendera tersebut berbahan katun Jepang ada pula yang menyebutnya menggunakan kain wool yang dibawa oleh tentara Jepang ke Indonesia. Bahan ini memang terkenal dengan pembuatan bendera pada negara-negara lain karena kain tersebut memiliki keawetan yang tinggi sehingga tidak gampang rusak dan sobek, kain bendera berukuran 276 x 200 sentimeter.
Sejak tahun 1946 sampai dengan tahun 1968, bendera merah putih hanya dikibarkan pada saat ulang tahun Republik Indonesia saja. Sejak tanggal 1969 sang merah putih yang asli tidak pernah dikibarkan lagi, karena sempat sobek di dua ujungnya, ujung warna putih sobek sebesar 12 x 46 cm. Ujung berwarna merah sobek sebesar 15 x 47 cm, lalu terdapat bolongan kecil dan gigitan serangga, terdapat pula noda berwarna coklat dan berwarna hitam akibat lipatan bendera, sehingga membuat bendera tersebut disimpan di istana merdeka, agar tidak mengalami kerusakan yang lebih parah.
Setelah tahun 1969 yang dikerek dan dikibarkan bukanlah bendera asli yang dibuat oleh ibu Fatmawati melainkan duplikat yang terbuat dari bahan sutra, pada saat upacara bendera dan pengibaran bendera merah putih maka dihadirkan pula bendera merah putih yang asli dan ‘menyaksikan’ dari dalam kotak penyimpanan.
Baca Juga: Sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia
Makna dari bendera merah putih
Adapun filosofi dari merah putih itu sendiri adalah merah yang berarti berani dan putih yang berarti suci. Merah melambangkan tubuh dari manusia seperti darah, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi satu sama lain, manusia tidak akan pernah mungkin hidup tanpa jiwa, begitupun sebaliknya.
Jika ditinjau dari sejarah, maka merah dan putih memiliki makna yang suci. Warna merah sendiri seperti gula aren atau gula Jawa yang memiliki warna merah, sedangkan untuk putih seperti warna nasi. Kedua bahan ini merupakan bahan yang berasal dari Indonesia dan merupakan bahan utama dalam sebuah masakan Indonesia terutama pulau Jawa.
Ketika kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna yang digunakan adalah warna-warna Panji Merah-putih. Sedangkan untuk daerah Jawa warna merah putih sudah digunakan sejak dahulu sebagai upacara selametan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan berupa bubur yang berwarna merah dan putih. Suku Jawa yang sedang hamil percaya bahwa warna merah melambangkan ibu yaitu darah yang mengalir kepada anak yang didalam rahimnya sedangkan putih sebagai ayah yang telah menanam.
Negara membuat aturan khusus mengenai tata cara perlakuan bendera merah putih. Hal ini bertujuan agar bendera merah putih terjaga kehormatannya. Adapun aturan yang dibuat Negara dituangkan dalam beberapa bentuk perundang-undangan. Antara lain UUD 1945 Pasal 35, UU Nomor 24 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958.
Baca Juga: Ini Daftar Lomba yang Bisa Dilakukan untuk Memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia