“Siapa yang mempunyai anak kecil hendaknya berperilaku seperti mereka.” Kata Rasulullah dalam sebuah hadits.
Rasulullah adalah suri teladan paripurna bagi umat manusia. Semua perilaku yang ditampilkannya mengandung akhlak yang mulia. Ia adalah suami terbaik bagi istrinya, kawan terbaik bagi sahabat-sahabatnya, dan panutan sempurna bagi umatnya.
Rasulullah adalah orang sangat peduli terhadap umatnya, para sahabatnya. Ia senang kalau mereka gembira. Begitu pun sebaliknya. Rasulullah adalah tipe orang yang membaur. Pangkat dan jabatannya tidak menghalanginya untuk bertegur sapa dan berinteraksi langsung kepada para sahabatnya, meski jelata, dengan menampilkan akhlak yang mulia. Termasuk kepada anak-anak.
Rasulullah memperlakukan anak-anak, baik anaknya sendiri atau pun anak sahabatnya, dengan cinta dan kasih sayang. Berikut sejumlah sikap dan perlakuan Rasulullah kepada anak-anak. Pertama, mendoakan. Bayi-bayi sahabat yang baru lahir biasanya dibawa ke Rasulullah untuk dimintakan doa. Merujuk buku Sahabat-sahabat Cilik Rasulullah, suatu ketika Ummu Farqad al-Ajali membawa anaknya, Farqad, yang berjambul ke Rasulullah. Sambil mengusap jambulnya, Rasulullah mendoakan Farqad.
“Awali anak-anak kalian dengan kalimat La ilaha illa Allah,” kata Rasulullah.
Kedua, memberi nama yang baik. Dalam beberapa hadits, Rasulullah selalu mengingatkan agar anak yang baru lahir diaqiqahi, dipotong rambutnya, dan diberi nama yang baik. Suatu ketika, Abu Usaid membawa anaknya yang baru lahir ke Rasulullah. Anak Abu Usaid ditimang-timang Rasulullah. Setelah itu, Rasulullah bertanya kepada Abu Usaid tentang nama anaknya itu. Namanya si ‘fulan’, kata Abu Usaid. Karena alasan tertentu, akhirnya Rasulullah mengubah nama Abu Usaid tersebut dengan Mundzir.
Ketiga, mengajarkan kejujuran. Rasulullah selalu mengajarkan kejujuran kepada anak-anak. Tidak segan pula memberikan hukuman apabila mereka berdusta. Dikisahkan bahwa suatu saat Abdullah bin Busr disuruh ibunya untuk menghantarkan setandan anggur kepada Rasulullah.
Di tengah perjalanan, Abdullah bin Busr memakan beberapa anggur tersebut sebelum diserahkan kepada Rasulullah. Ketika Abdullah bin Busr menghadap Rasulullah, Rasulullah menjewer telinganya dan menasihatinya agar tidak khianat lagi dengan apa yang dipesankan ibunya.
Keempat, tidak membeda-bedakan. Rasulullah menyeru agar berbuat adil kepada anak-anak. Ketika memberikan sesuatu, orang tua mestinya tidak membedakan antara anak yang satu dengan yang lainnya. Jangan sampai ada kecemburuan sosial diantara anak-anak.
“Jangan beda-bedakan soal pemberian untuk anak-anakmu,” kata Rasulullah.
Suatu ketika ayah Nu’man bin Basyir memberikan sebagian hartanya kepadanya. Karena ibunya tidak puas, kemudian ayah Nu’man bin Basyir mendatangi Rasulullah dan menceritakan apa yang diberikannya kepada Nu’man. Rasulullah bertanya kepadanya perihal anak-anak yang lainnya, apakah mendapatkan bagian harta juga. Tidak, kata ayah Nu’man. Rasulullah langsung menyuruh ayah Nu’man berbuat adil kepada semua anak-anaknya. Jika yang satu dapat, maka yang lainnya juga harus sama. Pun sebaliknya.
“Akhirnya ayah menarik kembali pemberian itu dariku,” kata Nu’man bin Basyir.
Kelima, membimbing anak agar mematuhi ajaran agama. Rasulullah sangat perhatian kepada anak-anaknya. Ia tidak membiarkan mereka meninggalkan ajaran agama Islam, manakala mereka sudah ditaklif. Menurut Rasulullah, kewajiban orang tua adalah menyuruh anak-anaknya untuk melaksanakan shalat saat berusia tujuh tahun. Saat anak berumur 10 tahun namun tidak mengerjakan shalat, maka mereka harus dipukul. Tentu dengan pukulan yang dilandasi dengan kasih.
Bentuk lain kepedulian Rasulullah kepada anak-anak adalah dengan menjaganya dari perbuatan dosa dan keji. Dikisahkan, suatu waktu Rasulullah bersama dengan Fadhl bin Abbas naik unta. Tiba-tiba ada seorang cantik yang menghampiri Rasulullah dengan maksud hendak menanyakan suatu persoalan agama. Ketika Fadhl memandangi perempuan tersebut, Rasulullah langsung memerintahkannya untuk memalingkan wajahnya. Alasannya, Rasulullah tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena pada saat itu Fadhl bin Abbas baru saja menginjak usia baligh.
Keenam, mendidik anak dengan tiga hal. Rasulullah menekankan agar anak-anak dididik dengan tiga hal, yaitu mencintai Nabi, mencintai keluarga Nabi, dan membaca Al-Qur’an. Ketiganya harus diajarkan kepada anak agar mereka memiliki panutan dan pedoman yang jelas dalam mengarungi dunia ini.
Kepada anak cucunya sendiri, Rasulullah adalah orang paling perhatian. Rasulullah selalu mengunjungi putranya, Ibrahim, meski dia sangat sibuk. Ia selalu mencium, memeluk, dan membelai Ibrahim dengan penuh kasih sayang. Maka ketika Ibrahim juga wafat –sebelumnya semua putra Rasulullah wafat di usia anak-anak, Rasulullah sangat sedih. Matanya penuh dengan linangan air mata.
Pun dengan cucu-cucunya. Rasulullah sangat sayang kepada mereka. Untuk menghibur cucu-cucunya, Rasulullah kerap kali membawa mereka di atas punggungnya. Rasulullah memosisikan diri seperti kuda, sementara cucu-cucunya naik di atas punggungnya. Hal ini tidak hanya dilakukan Rasulullah bersama Hasan dan Husain, tapi juga dengan Umama, cucu perempuannya.