Makna Q.S. Al-Fatihah
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” [Q.s. al-Fatihah: 1-7]
Pertama, Allah SWT memulai dengan Basmalah, sebagaimana sabda Nabi:
“Tiap ucapan atau perkara yang mempunyai nilai, yang tidak dibuka dengan menyebut Allah, maka ia sia-sia, atau terputus [keberkahannya].”
Untuk mengajarkan kepada kita, tentang adab dan bagaimana seharusnya kita memulai sesuatu yang bernilai, baik ucapan maupun perbuatan.
Adapun lafadz, “Allah”, bagi orang Arab, meski Kafir sekalipun, adalah nama yang sangat dikenal [a’rafu al-ma’arif], sehingga tidak ada satu pun orang Arab yang tidak mengenal nama tersebut. Sedangkan lafadz, “Ar-Rahman”, dan “Ar-Rahim” adalah dua kata, yang berasal dari satu akar kata yang sama, “Rahima” [mengasihi/menyayangi]. Tetapi, dua lafadz tersebut sengaja digunakan dengan bentuk yang berbeda, karena Allah ingin menjelaskan makna yang berbeda.
“Ar-Rahman” adalah sifat Allah, yaitu Maha Pengasih, yang kasih-Nya diberikan kepada seluruh makhluk-Nya, tanpa melihat Mukmin atau Kafir. Karena itu, semua makhluk-Nya di dunia bisa hidup, mendapatkan rizki-Nya, meski membangkang kepada-Nya. Itulah, mengapa para Mufasir menjelaskan, sifat “Ar-Rahman” ini adalah sifat kasih sayang Allah di dunia. Ini berbeda dengan “Ar-Rahim”.
Karena itulah, di akhirat, Allah akan menyiksa orang Kafir dan tukang maksiat, sebaliknya memberikan pahala, surga dan nikmat-Nya kepada orang Mukmin dan mereka yang taat kepada-Nya. Itulah, mengapa para Mufasir pun menjelaskan, bahwa sifat “Ar-Rahim” ini merupakan sifat kasih sayang Allah di akhirat, dimana kasih sayangnya hanya diberikan kepada orang-orang Mukmin dan mereka yang taat, dalam bentuk surga dan nikmatnya.
“Rabb al-‘Alamin”, Dzat yang Maha Mengurus alam semesta. Dia menyebut diri-Nya sebagai “Rabb al-‘Alamin”, yang Maha Mengurus semuanya, selain Allah, “Kullu ma siwa-Llah”. Kalau bukan karena Dia yang mengurus kita, alam dan kehidupan ini, pasti sudah kacau, hancur dan binasa semua. Tetapi, karena Dia, maka alam, manusia dan kehidupan ini bisa tertib. Semuanya rapi, dan teratur. Karena itu, keteraturan alam, manusia dan kehidupan ini membuktikan adanya “Rabb al-‘Alamin”.
“Maliki Yaumi ad-Din”, Dzat yang Maha Menguasai/Memiliki Hari Pembalasan [Yaum al-Jaza’]. Melalui ayat ini, Allah SWT ingin menjelaskan, bahwa karena hidup ini Allah yang menciptakan, dan Allah pula yang memberikan segalanya, maka Allah juga akan meminta pertanggungjawaban terhadap apapun yang telah diberikan kepada manusia di dunia ini. Karena itu, apapun yang kita lakukan di dunia, baik ucapan maupun perbuatan, semuanya harus bisa kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Dalam konteks ini, Q.s. al-Fatihah, mulai ayat 2-4, semuanya menceritakan tentang Allah ‘Azza wa Jalla. Lebih spesifik lagi, berisi pujian kepada diri-Nya. Dimulai dengan, “Al-Hamdu”, yang berarti segala puji. Dalam konteks bahasa, “Al”, pada “Al-Hamdu” adalah “Al Istighraq li khashaish al-afrad” [Al yang berfungsi menyedot semua ciri dan bagian]. Dengan kata lain, ketika Allah menyatakan, “Al-Hamdu” maka semua jenis puja-puji, yang diberikan oleh manusia kepada siapapun dan kepada apapun, seketika itu dicurahkan hanya kepada-Nya, dan tidak diberikan kepada yang lain. Karena, huruf “Li” pada “Li-Llahi” itu mempunyai konotasi, Hashr [membatasi hanya].