(untuk bagian sebelumnya, bisa dilihat di bagian berikut: https://www.umroh.com/blog/fakta-fakta-bulan-rajab-yang-wajib-diketahui-part-1/)
Dalam salah satu hadits Muslim sebelumnya (bisa dilihat di part 1), Nabi SAW juga menyebut bulan dan tanah haram, karena dua-duanya merupakan bulan dan tanah suci, yang berbeda dengan bulan dan tanah yang lain. Dalam hadits riwayat al-Hakim dinyatakan, bahwa ketaatan yang dilakukan di tanah haram, pahalanya dilipatgandakan 100,000 kali. Begitu juga kemaksiatan yang dilakukan di dalamnya.
Dahulu, kaum Muslim pun menolak untuk mengeksekusi hukuman qishash di bulan haram ini. Telah disampaikan dari ‘Atha’, bahwa ada pria telah terluka di bulan halal, lalu ‘Utsman bin Muhammad, yang saat itu menjadi Amir, hendak mengikatnya di bulan haram. Maka, ‘Ubaid bin ‘Umair menulis surat kepadanya, “Janganlah kamu mengikatnya hingga masuk bulan halal.” [‘Abd ar-Razzaq, al-Mushannaf, Juz IX/303].
Bahkan, Imam as-Syafii –rahimahullah– telah melipatgandakan diyat [uang tebusan] untuk orang yang dibunuh karena salah yang dilakukan di bulan haram, karena bersandar pada riwayat dari Ibn ‘Umar dan Ibn ‘Abbas. Inilah kemuliaan bulan haram, termasuk di dalam bulan Rajab.
Sungguh mengagumkan, apa yang telah dilakukan oleh bangsa Arab Jahiliyah. Sebelum Nabi SAW diutus kepada mereka, mereka sudah mengenal kesucian dan kemuliaan bulan Rajab. Ummul Mukminin, ‘Aisyah ra. telah menuturkan, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
إِنَّ رَجَبَ شَهْرُ اللهِ، وَيُدْعَى الأصَمُّ، وَكَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا دَخَلَ رَجَبُ يُعَطِّلُوْنَ أَسْلِحَتَهُمْ وَيَضَعُوْنَهَا، وَكَانَ النَّاسُ يَنَامُوْنَ، وَتَأْمَنُ السُّبُلُ، وَلاَ يَخَافُوْنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا حَتَّى يَنْقَضِيَ
“Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah. Ia disebut al-Asham [si tuli]. Orang Jahiliyyah, ketika telah memasuki bulan Rajab, mereka meninggalkan senjata mereka dan meletakkannya. Orang-orang pun bisa tidur, jalan-jalan pun aman. Mereka tidak takut satu dengan yang lain, hingga bulan tersebut berakhir.” [Hr. al-Baihaqi, Sya’b al-Iman, Juz VIII/320].
Imam al-Arzaqi, dalam kitabnya, Akhbar Makkah, menuturkan, “Mereka [bangsa Arab] mengharapkan kemuliaan dari bulan-bulan haram. Mereka pun saling berjanji satu dengan yang lain di bulan-bulan haram dan di tanah haram.” [al-Arzaqi, Akhbar Makkah, Juz I/232].
Imam Mahdi bin Maimun berkata, “Saya mendengar Abu Raja’ al-‘Atharidi berkata, “Di masa Jahiliyyah, ketika kami memasuki bulan Rajab, kami mengatakan, “Telah datang peluntur gigi. Maka, jangan kita biarkan besi tetap di busur dan tombaknya, kecuali kita harus mencabutnya. Kemudian kita membuangnya.”
Begitu luar biasanya bulan Rajab di mata orang Jahiliyah. Meski mereka belum mengenal Islam, tetapi mereka menghormati kemuliaan dan kesucian bulan ini. Kemuliaan, kesucian dan kehormatan yang tetap dijaga oleh Islam hingga Hari Kiamat. Namun, sayangnya banyak kaum Muslim yang tidak paham kemuliaan, kesucian dan kehormatan bulan Rajab ini, sehingga menyia-nyiakannya, bahkan menodai kemuliaan, kesucian dan kehormatannya.
Selain Allah telah menetapkan Rajab sebagai bulan suci, Allah SWT juga memilihnya sebagai moment hijrahnya kaum Muslim yang pertama ke Habasyah, tahun ke-5 kenabian. Tidak hanya itu, Allah juga menjadikannya sebagai moment untuk mengisra’mikrajkan hamba-Nya tahun ke-10 kenabian. Isra’ dan Mikraj adalah moment istimewa, tidak saja moment Nabi menerima titah kewajiban shalat, tetapi juga moment pengukuhan Nabi sebagai pemimpin bagi seluruh umat manusia. Ketika baginda SAW. dititahkan menjadi imam para Nabi dan Rasul sebelumnya di Baitul Maqdis.