Apa yang terjadi dengan generasi muda kita pastinya tidak bisa dilepaskan dari kebijakan-kebijakan yang ada di negara ini dan juga di berbagai daerah. Karena banyak kebijakan-kebijakan yang tidak dapat melindungi generasi-generasi muda kita untuk dapat melakukan penjagaan serta pembinaan terhadap mereka. Tidak jarang kita lihat jika sudah banyak aturan yang dapat membiarkan pemikiran dan gaya hidup yang tidak baik dan tidak sesuai dengan nilai-nilai islami mengepung generasi melalui berbagai sarana. Juga membiarkan para orang tua berjibaku sendiri mendekap anak-anak mereka dari serangan pemikiran yang rusak dan juga batil.
____________________________
Generasi muda yang ada di negeri ini sekarang boleh dibilang sedang mengalami masa-masa yang cukup berat dan juga sulit. Dimana Ghozwul fikry (perang pemikiran) dan ghozwuts tsaqofy (invasi pemahaman) sedang menyerang mereka dari segala arah, Bahkan sudah sangat mengerikan juga fenomena yang ada dan terjadi sekarang ini, karena hal tersebut dapat juga menyerang dari kamar tidur yang bisa dibilang merupakan ranah paling privat dalam kehidupannya-.
Sebagai generasi milenial yang ada sekarang, boleh dikatakan hampir semuanya menganggap dawai (gadget) adalah teman karib sekaligus didaulat sebagai sumber referensi gaya hidup remaja. Tak pelak, nilai-nilai batil yang sangat jauh dari pirnsip-prinsip islam menembus relung pikir hingga alam bawah sadar remaja, sebab penguasa informasi dunia maya adalah kaum kapitalis liberal.
Sudah sangat banyak kita lihat jika para remaja suka mengambil mentah-mentah apa saja yang dijajakan orang-orang yang sering mereka jadikan idola sebagai identitasnya. Dan biasa mereka tidak mau berpikir lagi mengenai nilai-nilai baik dan buruknya serta kesesuaiannya dengan kaidah Islam.
Salah satu fenomena yang tak jarang kita lihat pada remaja dan generasi millennial sekarang adalah demam K-Pop. Ketika Korean Wave sudah melanda, mereka pun turut hanyut bersama dengan gelombangnya. Semua ditiru, mulai dari penampilan hingga gaya hidup. Bahkan, kampanye halus kaum sodom yang dikemas lewat bacaan ringan, lagu, dan drama Korea diikuti dengan sukarela. Istilah “fujoshi-fudanshi” sudah tak sekadar akrab di telinga, namun justru menjadi bagiannya.
Tak hanya itu, kecintaan pada segala hal berbau Korea menghujam hingga taraf fanatisme buta. Tentu kita masih ingat kejadian tahun 2017, Ibu Elly Risman (Psikolog spesialis pengasuhan anak) dihujat habis-habisan oleh fans K-Pop karena dianggap menghina girl band Korea pujaan mereka.
Contoh kasus yang serupa ini juga sudah terulang lagi beberapa waktu lalu, dimana pada saat seorang dosen dari sebuah universitas negeri ternama yang bernama Ibu Maimon Herawati, melontarkan sebuah petisi penolakan dari tayangan iklan seronok yang dibintangi Blackpink -yang juga merupakan sebuah girl band Korea-. Namun apa yang terjadi, para fans yang ada justru tak segan membully, bahkan membuat petisi tandingan untuk mengusir Ibu Maimon dari Indonesia.
Sungguh, serangan K-Pop telah merenggut potensi remaja untuk tumbuh menjadi generasi terbaik, pemimpin peradaban unggul.