1
News Sejarah Islam

Guru dan Rakyat Diperhatikan Kesejahteraannya Dalam Aturan Islam

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Lagi dan lagi kita dapat melihat ketidaksejahteraan yang dialami oleh rakyat. Bagaimana tidak? Tidak usah jauh-jauh, kita dapat melihatnya dalam nasib tidak enak yang dialami beberapa guru. Saat dimana mengetahui di era milenial seperti ini masih saja ada pendidik negeri berpenghasilan kurang dari Rp500.000 per bulan, tetapi sepertinya tetap saja tidak ada solusi yang begitu signifikan untuk dapat menyelesaikannya secara langsung. Sungguh menyedihkan namun itulah fakta yang terjadi dalam sistem yang jauh dari nilai-nilai islami. Dalam sistem Islam, nasib guru atau pendidik begitu diperhatikan sekali dan juga dijamin kesejahteraannya.

Jika kita melihat fenomena sekarang, memang tidak jarang guru yang tidak begitu memperhatikan kewajibannya sebagai tenaga pendidik untuk dapat mencerdaskan para murid. Mereka memang lebih memperhatikan kemakmuran mereka. Mereka menganggap jika pekerjaan mencerdaskan murid merupakan sambilan atau sekedar efek samping apabila kesejahteraan mereka sudah dapat tercapai. Namun apabila belum, tentu saja fokus mereka lebih untuk mengejar kesejahteraan dan menomorduakan kewajiban untuk dapat mencerdaskan.

Meski fenomena tersebut sekilas menunjukkan ketidakbaikan karakter pada seorang guru atau penduduk, namun mereka tidak sepenuhnya patut disalahkan. Hal tersebut cukup wajar terjadi dalam sistem yang ada sekarang. Bagaimana pun juga guru adalah seorang manusia. Darisana jelas mereka juga sangat ingin dan juga butuh untuk dapat hidup dengan sejahtera, layak, dan serba berkecukupan.

Sekarang bayangkan saja, bagaimana seseorang dapat dituntut untuk mencerdaskan bangsa, yang mana dari kecerdasan itu dapat menciptakan kesejahteraan, jikalau kesejahteraan dalam diri mereka sendiri belum dapat terwujud. Memang solusi paling fair adalah tidak hanya menuntut guru untuk dapat bekerja maksimal, tapi juga dengan memperhatikan kesejahteraan. Islam sendiri begitu memperhatikan kesejahteraan guru.

Tidak hanya guru saja, kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari pun begitu diperhatikan dalam Islam. Kita dapat melihatnya dengan menengok kembali beberapa kisah dalam sejarah pemerintahan Islam. Salah satunya adalah yang dialami Umar Bin Khattab kala mengunjungi salah seorang warganya.

Dahulu pada saat kepemimpinan Islam, kita mengenal salah satu sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bernama Umar Bin Khattab yang kita tahu Umar adalah sosok berwatak keras dan tegas. Namun di suatu malam di saat beliau berjalan menyusuri rumah-rumah rakyatnya beliau terkaget-kaget hingga menitikkan air mata mendengar pembicaraan antara seorang ibu dengan anaknya yang meminta makanan untuk mengisi perutnya yang kosong.

Mendengar hal ini Umar merasa aneh, karena setiap kali sang anak meminta makanan justru setiap kali itu pula ibunya memintanya untuk tidur sambil menunggu nasi yang ditanak matang. Tanpa berpikir panjang Umar yang sedaritadi mendengar dari balik pintu, segera mengetuk pintu rumah si Ibu dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Betapa kagetnya Umar ketika membuka sendiri ternyata beberapa batu yang ditanak dan bukanlah nasi. Sontak seketika itu Umar langsung berlari menuju gudang tepung terdekat tempat dimana segala kebutuhan pokok telah disediakan disana.

Kemudian Umar memanggul sendiri sekarung beras dan memberikannya kepada ibu penanak batu tersebut. Tak cukup sampai disitu, ketika memberikan sekarung beras, Umar justru meminta maaf sembari menangis tersedu-sedu kepada si ibu dan anaknya.

webinar umroh.com

Ibu dan anaknya yang tidak mengetahui jika laki-laki yang memberikan sekarung beras padanya tersebut adalah Khalifah Umar merasa sangat heran mengapa laki-laki tersebut meminta maaf kepadanya. Dalam hati ibu tersebut bertanya tanya apa kesalahan laki-laki itu.

Dalam Islam, apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar tersebut merupakan suatu hal yang sudah semestinya dilakukan oleh seorang pemimpin. Dahulu pemimpin dalam sistem Islam, apabila mengetahui ada rakyatnya yang tidak bisa tidur karena kelaparan maka pemimpin tersebut merasa bersalah dan meminta maaf, kemudian memberikan berkarung-karung kebutuhan pokok dan beberapa Dinar kepada rakyatnya yang kelaparan tersebut.

Maka sungguh sangat terlihat jelas kualitas seseorang pemimpin dalam sistem yang jauh dari nilai-nilai islami versus pemimpin dalam sistem Islam. Jika sudah seperti ini masihkah kita menggantung kan segala kepentingan rakyat kepada sistem yang jauh dari nilai-nilai islam yang juga mengakibatkan banyaknya ketidaksejahteraan pada rakyatnya? Atau sudah saatnya kita menggantung kan pilihan hanya kepada perjuangan melanjutkan kembali kehidupan dan dapat menerapkan aturan Islam?