1
Parenting

Hati-Hati, 3 Kata Ini Bisa Merusak Mental Anak

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Pemikiran dan jiwa anak masih sangat lembut dan lemah. Saking lembutnya, para ilmuwan menyebut otak anak seperti plastisin yang empuk dan masih mudah dibentuk. Karena itu, kita harus menjaga agar mental dan pikiran anak tidak rusak karena perilaku yang kita berikan pada anak, termasuk perkataan yang kita lontarkan.

Sebagai orang yang lebih tua, kita harus memperhatikan kata-kata yang kita lontarkan kepada anak-anak. Beberapa kata di bawah ini adalah yang mungkin sering kita ucapkan, namun ternyata memiliki dampak buruk bagi anak-anak.

“Kamu Sensitif Sekali”

Menurut para ilmuwan, anak-anak masih memiliki sistem saraf yang bekerja dengan baik. Karena itulah mereka sering tampak reaktif terhadap beberapa hal yang terjadi di sekelilingnya. Misalnya mereka mudah kaget, mudah menangis, atau mudah marah. Perilaku ini sering disalahartikan oleh orang-orang dewasa yang ada di sekeliling anak. Kita sering menduga mereka terlalu sensitif dan bereaksi berlebihan.

Apapun pemikiran yang ada di benak saat melihat reaksi anak, sebaiknya hindari untuk menghakimi dia karena terlalu sensitif. Misalnya dengan berkata, “kamu ini kok sensitif sekali” atau “jangan lebay dong Nak”. Kata-kata ini bisa mendorong anak untuk secara tidak sadar mengurangi kemampuan mereka bereaksi terhadap lingkungannya. Mengatakan bahwa anak terlalu sensitif berarti juga menunjukkan bahwa orangtua tidak menghargai perasaan mereka. Akibatnya, mereka jadi kurang bisa berempati terhadap orang-orang sekeliling mereka.

Orang tua disarankan untuk menampilkan sikap yang menerima dan mendengar. Terhadap segala emosi yang ditunjukkan oleh anak, jangan menunjukkan reaksi yang menghakimi perasaan mereka. Walaupun reaksi mereka terkadang tampak tidak logis, sebaiknya kita tetap menunjukkan sikap yang tenang di depan anak.

“Karena Mama/ Papa yang Menyuruh Kamu”

Kata tersebut sering dilontarkan ketika anak bertanya alasan perintah yang diberikan pada mereka. Misalnya ketika mereka tidak mau tidur tepat waktu dan bertanya, “kenapa aku harus tidur sekarang?”. Lalu orang tua menjawab, “ya, karena Mama/ Papa nyuruh kamu, jadi kamu harus nurut”. Jawaban ini beresiko menumbuhkan kebencian pada anak terhadap orang tua.

webinar umroh.com

Ketika orang tua tidak menjelaskan alasannya, dan hanya mendasarkan pada keinginan untuk dituruti, anak akan merasa terkekang dan tidak memiliki kebebasan. Ini akan membuat mereka tumbuh menjadi seseorang yang tidak berani mengungkapkan pendapat mereka. Apalagi jika harus berhadapan dengan otoritas, seperti orang tua, guru, atau orang yang dianggap lebih kuat.

Jika anak bertanya sesuatu tentang perintah yang diberikan kepadanya, jawab saja dengan alasan yang sederhana dan bisa diterima anak. Misalnya ketika ia bertanya, “kenapa harus tidur sekarang”. Orang tua bisa menjawab, “jika kamu tidak tidur sekarang, besok pagi kamu akan bangun kesiangan, dan kamu akan terlambat ke sekolah”. Jawaban tersebut sebenarnya lebih mudah dan tidak akan merusak mental anak.

“Diam”

Kata ini sering dilontarkan orang tua yang merasa kesal terhadap ocehan atau opini yang disampaikan anak. Walaupun anak-anak masih kecil, mereka sebenarnya paham bahwa kata “diam” sebenarnya adalah sebuah hinaan kepada mereka. Bayangkan ketika anak sedang asyik bercerita tentang kesehariannya, namun orang tua malah berkata “diam”. Atau anak sedang bernyanyi lagu yang baru diajarkan gurunya di sekolah, orang tua berkata, “Coba kamu diam!”. Hal itu tentu akan sangat menyakitkan bagi anak.

Jika hal tersebut terjadi terus menerus, anak akan tumbuh menjadi seorang yang pendiam dan menarik diri dari lingkungannya. Karena ia merasa orang tuanya tidak bisa menghargai dirinya ketika berbicara, bagaimana mungkin orang lain akan menghargainya?

Sebenarnya alasan orang tua menyuruh anak diam bisa jadi karena orang tua sedang banyak pikiran, atau merasa lelah setelah seharian bekerja. Hal tersebut wajar dan sangat bisa dipahami. Namun cobalah untuk mengkomunikasikannya pada anak dengan lebih baik, ketimbang menyuruh diam ketika mereka sedang berbicara. Cobalah untuk berkata, “Mama lagi capek nih, ceritanya nanti dulu ya, kira-kira setelah Mama makan”. Lalu setelah orang tua makan, tepatilah janjinya untuk mendengarkan cerita anak.

Tommy Maulana

Alumni BUMN perbankan yang tertarik berkolaboraksi dalam bidang SEO, Umroh, Marketing Communication, Public Relations, dan Manajemen Bisnis Ritel.