1
Kuliner

Ini Hukumnya Memakan Makanan dari Non Muslim

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Umroh.com – Dalam pergaulan sehari-hari, kita sebagai umat muslim Indonesia pasti pernah berinteraksi dengan kaum kafir. Indonesia memang melindungi rakyatnya dalam hal beragama. Dan Tanah Air kita memiliki beragam agama, budaya, tradisi, serta ras. Lalu bagaimana hukumnya jika umat muslim memakan makanan dari non muslim.

Tim umroh.com memaparkan, interaksi antaragama yang harmonis biasanya dihiasi dengan kebiasaan bertukar makanan. Misalnya ada seorang rekan kerja yang membagi hasil masakannya, karena kita sebelumnya pernah berbagi masakan dari rumah kita. Lalu, jika kita menerima makanan dari orang kafir, apakah kita boleh menyantapnya? 

Baca juga: Ini 6 Manfaat yang Didapat saat Makan Makanan Halal

Boleh Mengkonsumsi Makanan atau Masakan dari Orang Kafir

Para ulama berpendapat bahwa masakan atau makanan yang dibuat oleh orang kafir hukumnya halal dan boleh dikonsumsi, selama makanan itu bukan makanan yang diharamkan oleh Islam dan bukan berupa najis. Misalnya ada orang kafir menyuguhkan rendang, mie instan, ikan, atau makanan apapun yang halal untuk kita makan secara umum. 

Barang pemberian dari orang kafir adalah suci dan boleh dikonsumsi atau digunakan. Dari Abu Humaid, dahulu Rasulullah pernah menerima hadiah dari raja negeri Ailah berupa seekor baghol berwarna putih dan pakaian Burdah (pakaian untuk menyelimuti tubuh dari hawa dingin). Rasulullah menerimanya dan menulis surat kepada sang raja.

Status Kafir Tidak Menjadi Penentu Halal-Haramnya Makanan yang Dibuatnya 

Walaupun mereka orang kafir, itu bukanlah sebab makanan yang dimasaknya atau diberikannya menjadi haram untuk dimakan umat muslim. Menurut para ulama, halal dan haramnya makanan dalam Islam ditentukan oleh dua hal. Satu, zat dan bahan makanannya. Dua, cara mendapatkannya. 

Temukan ratusan paket umroh dari >50 travel umroh terpercaya izin Kemenag dan tersedia keberangkatan di >50 kota hanya di marketplace Umroh.com. Transaksi Aman, Ibadah Nyaman di Umroh.com. !

Jika kandungan makanan yang diberikan kepada kita tidak ada bahan-bahan yang diharamkan, dan semuanya terbuat dari bahan yang halal, maka umat Islam boleh menyantapnya. Misalnya kita sudah memastikan bahwa di dalamnya tidak ada unsur babi, darah, atau bangkai. Demikian juga kita telah mengetahui dengan pasti bahwa makanan ini diperoleh dengan cara yang baik, dan bukan dengan cara mengambil hak orang lain secara zalim.

Selain itu, makanan yang disembelih oleh ahli kitab orang Yahudi dan Nasrani halal untuk kita makan. Hal tersebut tercantum dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 5, dimana Allah berfirman, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka”.

webinar umroh.com

Hukum asal makanan adalah boleh disantap menurut para ulama. Makanan menjadi haram jika kita melihat dengan nyata bahwa ada najis di dalamnya, atau ada bahan-bahan yang diharamkan sehingga tidak boleh dimakan. 

Harga pas di kantong, yuk pilih paket umroh Anda cuma di umroh.com!

Kedepankan Prasangka Baik 

Dalam berinteraksi dengan kaum kafir, kita tetap harus mengedepankan prasangka baik. Apalagi jika rekan-rekan kafir di sekitar kita menawarkan makanan untuk kita santap. Berarti mereka adalah orang baik yang ingin menjadi kawan kita, sampai-sampai bersedia membagi makanannya. 

Prasangka baik yang harus kita miliki adalah bahwa mereka tidak mau menjerumuskan kita dengan memberikan makanan yang diharamkan oleh agama yang kita anut. Kedepankan prasangka baik bahwa mereka tidak akan menghalangi kita untuk menjalankan perintah Allah. Apalagi di Indonesia, banyak orang kafir yang sudah mengetahui bahwa umat muslim diharamkan mengkonsumsi bahan makanan tertentu, misalnya babi, darah, dan minuman beralkohol. 

Memperlakukan orang-orang kafir sebagai orang yang ingin menjerumuskan dan menjebak kita bukanlah hal yang patut dilakukan. Karena tidak semua orang kafir memiliki hati yang buruk seperti itu.

Bagaimana Jika Alat Masak atau Alat Makannya Pernah Digunakan untuk Memasak Bahan yang Haram? 

Hal yang mungkin dikhawatirkan adalah jika peralatan masak mereka digunakan untuk makan atau masak bahan-bahan yang haram atau najis. Mengenai ini, kita hanya perlu memastikan bahwa peralatan makan atau peralatan masak yang mereka gunakan sudah dicuci dengan bersih dan tidak tampak najisnya.

Mau dapat kesempatan untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk download aplikasinya di sini sekarang juga!

Rasulullah juga pernah mengajari cara membersihkan bejana berisi air yang sempat diminum oleh anjing. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “Bila anjing minum dari wadah air milikmu, harus dicuci tujuh kali” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Orang-orang kafir biasanya gemar mengkonsumsi babi. Para ulama juga ada sebagian yang menyamakan seperti anjing, yaitu sebagai najis yang berat. Tetapi untuk peralatan makan dan masak mereka, belum tentu harus dicuci tujuh kali dan salah satunya dengan tanah sebelum bisa kita gunakan. Karena mereka juga tidak setiap hari memasak masakan yang menggunakan anjing atau babi. 

Kalaupun mereka memakan darah atau hewan bangkai yang tidak disembelih secara syar’i, maka hukumnya adalah najis sedang dan hanya perlu dicuci sampai bau aroma dan rasanya hilang. Dugaan kita (yang memperkirakan bahwa alat makan dan masak yang mereka gunakan pernah dipakai untuk memasak daging anjing atau babi) tidak bisa merubah status hukum makanan yang diberikan kepada kita. 

Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di umroh.com!

Halal dan haramnya sesuatu harus didasarkan pada bukti nyata dan kuat, bukan sekadar prasangka. Jika mereka sendiri yang memberitahunya, kita baru bisa memastikan bahwa mereka memasak dengan menggunakan bahan yang diharamkan, atau alat masaknya pernah digunakan untuk memasak bahan yang haram. Kalau ada bukti demikian, maka alat makan yang disuguhkan kepada kita juga harus kita pastikan telah dicuci sesuai syariah dan dipakai dalam keadaan kering.

Jika tidak ada pengakuan dari kawan kafir yang memberikan makanan pada kita, maka statusnya sebagaimana kondisi fisik yang kita lihat, yaitu bersih dan suci. Apabila memang ada orang kafir yang sengaja berbohong dan membiarkan kita memakan makanan yang haram, Insyaa Allah kita tetap terbebas dari dosa. Karena ada kaidah dari para ulama, “Kita menetapkan hukum berdasarkan lahiriyah, sedangkan yang tersembunyi menjadi urusan Allah”.

Tommy Maulana

Alumni BUMN perbankan yang tertarik berkolaboraksi dalam bidang SEO, Umroh, Marketing Communication, Public Relations, dan Manajemen Bisnis Ritel.