Banyak sekali orangtua yang berharap anak untuk disiplin, bisa diajak ke mesjid tanpa antusias gak perlu disuruh-suruh, ngaji tak putus-putus setiap harinya, hafal Quran, dan lainnya. Harapan-harapan seperti ini pada dasarnya baik, namun justru berbahaya jika jika harapan ini cenderung menjadi tuntutan bagi anak-anak kita yang baru lahir kemarin sore, berbahaya jika ini menjadi tuntutan yang tidak disesuaikan dengan usianya saat ini
Tentu saja berbahaya, karena anak balita kita bukanlah merupakan orang dewasa versi mini. Bicara belum selancar kita, cara berpikir belum sematang kita, kadang-kadang masih ngompl karena ukuran kandung kemih yang jauh lebih kecil dibanding kita, kemampuan motorik yang berbeda sama kita, daya tangkap yang berbeda sama kita, semuanya jelas beda. Karena sekali lagi, anak kita bukan orang dewasa versi mini.
Apalagi, jika kita berharap anak kita ingin taat, namun ternyata pendekatan kita dalam menjadikan anak taat itu justru tidak sesuai dengan usianya, yang ada jadinya malah stress sendiri, sering marah-marah, dan bahkan tidak jarang kita melabeli anak dengan ucapan yang tidak-tidak. Semoga kita dijauhkan dari hal ini.
Maka, bagaimana membesarkan anak balita kita sehingga dewasa menjadi taat? Ingat rumusan ini:
Takkan ada ketaatan tanpa adanya cinta.
Takkan ada cinta tanpa ada perkenalan.
Sehingga, sebelum kita menuntut ketaatan dari anak kita, berupa seringnya ke mesjid tanpa diminta, sudahkah kita orangtua mengenalkanNya pada anak-anak kita? Sudahkah kita memaparkannya secara bertahap tenatng Asmaul husna dengan penuh cinta?
Ini tantangannya, karena di satu sisi, begitu banyak orangtua yang ketika emosian, mengenali Allah dengan cara yang salah, ‘nanti dihukum sama Allah!’, ‘Anak nakal itu Allah gak pernah suka!’, dan lain semacamnya. Kata-kata seperti ini, landasannya apa? Hadits? Al-Quran? Atau emosi diri yang sedang tinggi yang merasa lebih benar dari kedua sumber utama tersebut? Astaghfirullah, disini kita perlu banyak-banyak mengendaliklan diri kita.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa anjuran dari Rasulullah SAW, anak mulai wajib diajak shalat ke mesjid ketika berusia 7 tahun, dan ketika usia 10 tahun, jika tidak shalat, maka mulai dipukul. Di sini, kita bisa belajar beberapa hal:
– Bahwa sebelum anak baligh dari usia sekitar 10 tahun, anak sudah mulai wajib mengenali tentang konsekuensi negatif dari meninggalkan ibadah wajib. Ini tentang menjalankan kewajiban yang perlu dijalankan.
– Perhatikan bahwa ada masanya, masa-masa melatih ketaatan ada pada usia 7 – 10 tahun. Sebelum 10 tahun, tidak ada anjuran untuk memukul kan?
Maka, dalam masa-masa pelatihan sampai dapat menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan dan ketaatan, kita sebagai orang tua memiliki 3 tahun x 365 hari x 5 waktu = 5.475, dimana angka tersebut menunjukkan kesempatan yang bisa kita lakukan untuk dapat melatih ketaatan dan kedisiplinan kepada anak-anak kita, sebelum kita memutuskan untuk memukulnya. Sangat banyak sekali ternyata peluangnya kan?
Masa-masa ini adalah masa-masa penguatan cinta dan pengejawantahan cinta dalam bentuk ketaatan menjalankan ibadah
(bersambung ke part 2)