1
Motivasi Parenting Tips

Ingin Memuji Anak? Pujilah Usahanya, Jangan Puji Hasilnya

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Para orang tua harus bisa memperhatikan betul situasi dan juga kondisi serta cara dalam memberikan suatu pujian pada anak. Para orang tua harus bisa memberikan pujian kepada anak dengan cara dan di situasi yang tepat pula. Karena cara yang salah dalam memberikan pujian, dapat membuat anak menjadi malas, bahkan menjadi haus pujian.

Hal ini dapat menimbulkan efek negatif, yaitu menjadikan anak rela melakukan apa saja demi pujian. Dan apabila tidak mendapatkan pujian seperti yang diharapkan maka bisa bermacam-macam variasi akibatnya, misalnya marah, frustasi, dan kecewa.

Jika pola ini terus terjadi dalam diri anak, maka hidupnya pun terasa sangat berat, dan tidak bersahabat bagi dirinya. Jangan sampai menjadikan pujian seperti makanan pada anak, karena itu bisa berdampak sangat fatal.

Jika sudah sangat fatal, akan bisa menyebabkan luapan emosi yang meledak dahsyat. Hal itu dapat menyebabkan anak menangis, berteriak, mengurung diri, dan sikap agresif lainnya kala ia tidak mendapatkan pujian seperti yang ia harapkan.

Salah satu metoe yang tepat dalam memuji anak adalah dengan memuji usaha, bukan memuji hasil. Ketika anak mendapat hasil bagus, jangan puji dia cerdas. Tapi puji jika usaha dia luar biasa, sehingga membuahkan hasil bagus.

Penelitian yang dilakukan Carol Dweck dan timnya selama sepuluh tahun terakhir telah membuktikan hal tersebut. Ditulis dalam bukunya yang berjudul Mindset: The New Psychology of Success (2006). Dalam penelitian tersebut, sekelompok siswa kelas 5 di New York diberi 4 rangkaian tugas untuk dapat menyelesaikan puzzle.

Tugas pertama adalah menyelesaikan sebuah puzzle yang sangat mudah. Setelah dapat menyelesaikan tugas itu, satu kelompok dipuji atas kecerdasannya dan kelompok yang lain dipuji atas usahanya.

Pada tugas selanjutnya, kedua kelompok tersebut dikasih dua alternatif. Apakah menyelesaikan puzzle yang lebih sulit atau puzzle yang mudah seperti sebelumnya. Tetapu mereka juga diberi kemudahan bahwa yaitu belajar banyak dalam menyelesaikan puzzle yang sulit itu.

webinar umroh.com

Dan rupanya 90% dari kelompok anak yang dipuji atas usahanya memilih tugas yang lebih sulit. Sementara sebagian besar kelompok anak yang dipuji cerdas memilih tugas yang mudah. Kelompok pertama yang dipuji karena kecerdasannya, ingin terlihat sebagai anak cerdas. Karena itu mereka menghindari resiko tampak memalukan dan bodoh.

Pada tugas ketiga, kedua kelompok tak dikasih piliahan dan diharuskan menyelesaikan puzzle yang lebih sulit. Disana cukup jelas terlihat ekspresi ketegangan pada kelompok anak yang dipuji atas kecerdasannya tadi. Mereka menjadi bingung dan berkeringat. Pada kelompok yang dipuji atas usahanya, justru terlihat semakin keras pada usaha mereka.

Pada tugas terakhir, kedua kelompok kembali diberi puzzle yang mudah seperti pada tugas pertama. Dan hasilnya terjadi peningkatan nilai sebanyak 30% pada kelompok anak yang dipuji akan usahanya, namun secara mengejutkan terjadi penurunan nilai pada kelompok anak “cerdas”.

Anak-anak dari kelompok itu berpikir jika kegagalan hanya akan menunjukkan bahwa diri mereka sama sekali tidak cerdas. Karena itulah, mereka tidak dapat merespons kegagalan secara baik dan positif. Kegagalan menyebabkan mereka menjadi ter-demotivasi.